Bab 18 : Berubah

117 21 17
                                    

"Udah siap?" Bimo bertanya tatkala mendapati Flo sudah membuka pintu pagar. Dibalas anggukan oleh Flo. Lelaki itu melempar puntung rokok yang baru disulutnya, menginjaknya agar padam. Bersiap untuk menyalakan mesin motornya. Sementara Flo, gadis itu sejak tadi tidak bisa menahan senyumnya. Malam ini, mungkin akan menjadi malam spesial dalam hidupnya.

Dia memang sempat kesal pada Bimo mengenai peristiwa siang tadi di sekolah. Saat Bimo pergi meninggalkannya sendirian di gedung olahraga dan mengantar Nora ketika pulang sekolah. Namun rasa marah dalam dirinya perlahan terkikis ketika Bimo tiba-tiba menghubunginya dan mengirimkan pesan teks berupa ungkapan maaf berkali-kali pada Flo. Flo jelas tidak tega. Untuk menebus kesalahannya, Bimo mengajak Flo pergi ke suatu tempat malam ini. Sejujurnya, Bimo ingin mengajak Flo keluar sore tadi. Namun, dia harus menemani Nora berbelanja di Mall. Bimo selalu merasa berat hati untuk menolak permintaan Nora.

Bimo membawa Flo mengelilingi kota Jakarta yang tampak gemerlap dengan lampu-lampu kendaraan dan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Angin malam menerpa wajah dan membuat rambut Flo menari-nari karena gadis itu membiarkan rambutnya tergerai. Sedangkan Bimo, diam-diam memperhatikan wajah kagum Flo yang tampak menikmati indahnya jalanan kota dan sepoi angin malam itu dari kaca spion. Wajah gadis itu tampak memancarkan kecantikan yang untuk beberapa detik membuat Bimo terkesima.

Bimo memarkirkan sepeda motornya di depan cafe yang tampak ramai, memenuhi bagian luar maupun dalam. Dari balik kaca lebar cafe, Flo dapat melihat beberapa pasangan sejoli tampak duduk di sana. Begitupun juga sekumpulan anak-anak muda yang tampak hanya nongkrong-nongkrong biasa. Mengerjakan tugas atau hanya sekadar berkumpul.

"Mau frappuccino?" tawar Bimo yang sudah tahu minuman yang disukai kekasihnya dan Flo mengangguk. Mendapat anggukan dari Flo, Bimo lantas mengantre untuk memesan minuman itu. Sementara Flo, memilih tempat duduk. Tubuhnya yang mungil sedikit berjinjit untuk melihat tempat mana yang masih kosong. Hingga gadis itu memilih tempat di dekat jendela lebar yang menyuguhkan pemandangan jalanan malam Jakarta yang masih saja ramai.

Bimo membawa dua minuman di tangannya, sembari menyapu pandangannya ke seantero cafe. Sampai matanya bertemu pandang dengan Flo yang duduk di sudut Cafe. Kedua sudut bibir Bimo terangkat melihat kekasihnya, lantas mendekati gadis itu.
Bimo memberikan satu minumannya pada Flo kemudian duduk di depan gadis itu. "Aku seneng bisa punya waktu sama kamu lagi." Bimo tiba-tiba berujar.

Flo hanya membalas dengan senyuman yang Bimo akui, cukup manis. Pita merah muda yang terselip di sebelah kiri rambut gadis itu menambah kesan "menggemaskan" yang beberapa kali membuat atensi Bimo tertuju ke arah sana. Tangan Bimo terulur, menyentuh tangan kanan Flo yang berada di atas meja---tepat setelah gadis itu menyesap frappuccino nya. Membuat gadis berambut lurus panjang itu sedikit terperanjat saat merasakan sentuhan di tangannya.

"Maaf ya, soal tadi di sekolah," cicit Bimo dengan suara lembut seraya mengusap punggung tangan Flo dengan ibu jarinya. "Ya, aku emang bukan pacar yang sempurna buat kamu."

Flo memandangi sejenak sentuhan di tangannya hingga dia kembali menilik kedua mata Bimo. Entahlah, Flo tidak bisa menerka-nerka apakah sorot mata yang dipancarkan lelaki itu menyiratkan ketulusan atau tidak. Yang jelas, Flo seperti tersihir oleh setiap kata dan sikap yang Bimo berikan. Dia tidak tahu, apakah Bimo benar-benar akan lebih memikirkan perasaannya setelah ini dan berhenti untuk memberikan perhatian lebih ke Nora atau tidak. Flo sudah jatuh terlalu dalam pada pesona lelaki itu meski Vio beberapa kali menasehati bahwa akhir-akhir ini ada yang berbeda dari sikap Bimo. Bimo berubah setelah kedatangan Nora. Seolah memberikan banyak perhatian dan mementingkan gadis itu daripada dirinya.

"Aku cuman nggak mau kamu mengulangi kesalahan yang sama." Flo membalas tanpa memberontak ketika Bimo tersenyum hingga pada akhirnya mendaratkan kecupan singkat di punggung tangannya. Flo memang bodoh setelah kenal dengan cinta. Seandainya dia buka mata, Bimo hanya sepintas terlihat seperti lelaki idaman. Namun di balik hal itu, Bimo sering kali membuat Flo dilanda rasa nyeri di dadanya hanya karena Bimo terlalu memperhatikan perempuan lain.

Jodoh Masa Depan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang