Harusnya, janji bertemu dokter Gema adalah besok. Namun Darren mendesak untuk bertemu hari ini juga. Tepat setelah pertemuannya dengan Flo sore ini. Rasa resah hinggap di hatinya setelah bertemu wanita itu. Darren dihantui oleh wajah wanita itu yang terus muncul di kepalanya. Apalagi perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya, dadanya juga berdesir.
Dokter Gema itu sudah Darren anggap seperti kakaknya sendiri. Dia mengenal lelaki itu sejak kecil. Dulu, keduanya bertetangga sebelum pada akhirnya dokter Gema pindah rumah. Saat memasuki pendidikan kedokteran, ibu Darren bersikeras untuk memasukkan Darren ke pendidikan yang sama dengan dokter Gema. Darren juga masih tak percaya, karena keterpaksaan itu dia akhirnya bisa menjadi dokter hewan seperti sekarang. Padahal, dia sama sekali tak tertarik di bidang kedokteran. Ya, dia lebih tertarik pada bidang seni. Kendati hal itu, dia harus mengubur mimpinya sebagai seorang seniman. Terkadang saat senggang, Darren menyempatkan untuk pergi ke pameran seni.
Meski kadang orangnya menyebalkan, dokter Gema itu orang yang cukup baik dalam memberikan saran saat Darren tengah dihinggapi masalah. Ya bisa dibilang, tempat pengaduan untuk masalahnya. Sifat itu yang membuat Darren menyadari, dokter Gema seolah memiliki peran seperti kakaknya. Yang selalu ada setiap dibutuhkan.
"Kenapa tuh muka ditekuk gitu? Habis nanganin pasien yang tantrum?"
Darren yang tengah duduk sendirian di kursi taman rumah sakit memutar tubuhnya ke belakang, saat itu pula dia mendapati dokter Gema berjalan ke arahnya dan duduk di sampingnya.
"Bukan."
Dokter Gema memiringkan tubuhnya, menyerong menghadap Darren yang bahkan tertunduk tak menatapnya. Air muka lelaki itu tampak masam. Ya, meskipun biasanya selalu memasang wajah datar, kali ini wajah Darren terlihat berbeda.
"Biar saya tebak, pasti gara-gara Chintya, ya?" tebak dokter Gema seraya mendapat gelengan dari Darren.
"Ya terus kenapa? Bukannya masalah kamu itu nggak jauh-jauh dari itu? Kalo bukan karena pasien ya karena Chintya."
Darren termangu, harus bagaimana dia mengatakan pada dokter Gema?
Darren tertunduk, memandangi kakinya. "Saya juga nggak ngerti sama diri saya sendiri, Dok."
Gema mendecak. "Halah kamu ini kayak sama siapa aja. Cepet cerita, mumpung saya lagi buka sesi curhat nih."
Darren melirik Gema sekilas sebelum akhirnya menghela napas panjang kemudian menjawab, "Kayaknya saya punya penyakit jantung, Dok."
Gema melongo, sesaat kemudian air mukanya berubah serius. Lelaki itu semakin mendekatkan tubuhnya pada Darren, nyaris rapat. "Serius?" tanyanya nyaris seperti bisikan.
Darren mengangguk lemah. "Siang tadi jantung saya udah nggak kekontrol, Dok. Seperti mau lompat dari tempatnya."
Gema semakin memasang wajah dramatis. "Selain detak jantung yang cepat, dada kamu terasa nyeri nggak?" tanya Gema, kali ini dia seperti sedang meanamnesa pasiennya.
Darren terdiam, mengingat-ingat rasanya. Detik berikutnya, lelaki itu menggeleng. "Enggak terasa nyeri sama sekali. Cuman ...." Darren menggantung kalimatnya, sontak membuat Gema menunggu.
"Cuman?"
"Cuman perut saya terasa seperti melilit," lanjut Darren yang semakin membuat Gema tertegun.
"Separah itu?" tanya balik Gema tak percaya. Lagi, diangguki oleh Darren. "Miris juga hidupmua ternyata ya, Ren?"
Di obrolan-obrolan sebelumya, Gema tak pernah merasa seserius ini dengan Darren. Biasanya, lelaki ini hanya akan menumpahkan masalahnya atau hanya sekadar ngobrol biasa. Gema memandangi prihatin lelaki yang hanya memasang wajah datar itu. Kasihan, masih muda tapi udah penyakitan. Pantesan akhir-akhir ini Darren udah kayak mayat hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Masa Depan [End]
Novela JuvenilFantasy, romance, time travel Bagaimana jadinya jika ada seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dan mengaku bahwa dia adalah jodohmu dari masa depan? Flo, seorang siswi SMA biasa yang tengah dilanda kasmaran seperti remaja-remaja pada umumnya. Dia ju...