Flo bertalah berdiri saat melihat Darren keluar kamar sudah mengenakan pakaian rapi-kemeja berwarna apricot dengan celana bahan. "Mau ke mana lagi kamu, Ren?" tanya Flo, posesif.
Pasalnya, pagi ini lelaki itu baru saja pulang setelah semalaman tak pulang. Akhir-akhir ini, Darren bahkan lebih banyak menghabiskan waktu di luar daripada di rumah. Kemudian pukul tiga sore, Darren sudah berpakaian rapi seolah hendak pergi lagi. Sebagai seorang istri, tentunya Flo merasa sedih sekaligus pilu. Selama beberapa hari ini juga kepala Flo sering terasa pening, memikirkan sikap Darren yang sulit untuk ditebak.
Hatinya juga acapkali tergores oleh sikap dan kata-kata Darren. Flo rendah diri, merasa semakin tak pantas dicintai. Ia intropeksi diri, mungkin saja ada sikap atau kata-katanya yang telah melukai hati Darren sehingga membuat lelaki itu berubah. Namun apa? Kesalahan apa yang ia perbuat?
"Mau keluar."
"Ke mana?" cerca Flo lagi, membuat lelaki itu urung melanjutkan langkahnya dan berbalik menatap Flo lagi.
"Kenapa saya harus ngasih tau kamu?" balasnya, balik bertanya.
"Kamu nggak salah nanya kayak gini?" Flo mengamati wajah lelaki itu yang tak ada tampang bersalah. Mata Flo sudah berkaca-kaca. Gejolak rasa kesal bercampur kesedihan itu sudah menyeruak dalam dirinya. "Aku istri kamu, Ren. Aku berhak tau kamu pergi ke mana. Apa kamu keberatan dengan itu?" tanyanya, suaranya sudah gemetar.
Amarah yang semula ditahan kini sudah meluap-luap. Flo sudah lelah pura-pura bersabar, ia lelah selalu mengalah, ia juga lelah terus menerka-nerka perubahan sikap lelaki itu. Jika didiamkan, maka esok dan seterusnya tak berubah. Rumah tangganya akan terus begini.
"Iya, saya keberatan."
Pernyataan itu bagaikan petir yang menyambarnya. Flo sudah menumpahkan kesedihannya seluruhnya, air matanya sudah tak tertampung. Darren, lelaki yang sejak SMA sudah ia cintai itu kini tidaklah sama seperti dulu lagi.
"Sesusah itu buat kamu jawab pertanyaan sepele dari aku, Ren? Kamu kenapa sih dari kemarin aneh banget? Kamu nyadar nggak kalo sikap kamu itu udah kelewatan? Aku mencoba buat sabar selama ini, Ren. Apalagi waktu kamu selalu pulang larut malam dan selalu nggak sempat buat makan malam bareng lagi." Flo sudah terisak. Hatinya hancur, seluruh cinta yang meluap pada Darren kini kian menyusut.
Di sela-sela isakannya. Barulah Flo dapat melihat kilat kesedihan dari mata lelaki itu.
"Maaf." Sepatah kata ungkapan maaf yang keluar dari mulut lelaki itu. "Kemarin-kemarin itu, saya sibuk, Flo. Makannya saya pulang larut malam."
"Hari ini kamu bahkan nggak pulang semalaman, Ren," ralat Flo.
Lelaki itu mengangguk pelan. "Ya, saya beneran sibuk."
Flo mencoba berusaha tegar. Alih-alih menjelaskan apa yang terjadi padanya kemarin, Darren justru berkali-kali mengatakan bahwa ia 'sibuk'. Rasanya jawaban itu kurang memuaskan untuk Flo. Mungkinkah ada yang tengah lelaki itu tutupi padanya?
"Sesibuk itu kah?" Air mata Flo sudah berderai. Dadanya mendadak terasa sesak. "Sesibuk itu sampai kamu nggak punya waktu buat balas chat dari aku? Bahkan kamu pulang pun cuma numpang tidur sebentar setelah itu pergi la-"
"Flo, cukup!" Darren menyela, nadanya meninggi dan itu sedikit membuat Flo tersentak. "Saya lagi nggak mau berdebat sama kamu sekarang." Darren melirik arlogi yang berada di pergelangan tangan kirinya. "Saya lagi buru-buru, saya harus pergi."
"Darren!"
Lelaki itu mengabaikannya. Berjalan melaluinya begitu saja. Flo segera menyusul, tetapi pergerakan lelaki itu lebih cepat untuk masuk ke mobil dan dengan secepat kilat sudah melajukan mobilnya. Flo buru-buru mengeluarkan ponsel dari celananya, memesan taksi online untuk mengikuti Darren. Minggu-minggu begini, ke mana lelaki itu akan pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Masa Depan [End]
Teen FictionFantasy, romance, time travel Bagaimana jadinya jika ada seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dan mengaku bahwa dia adalah jodohmu dari masa depan? Flo, seorang siswi SMA biasa yang tengah dilanda kasmaran seperti remaja-remaja pada umumnya. Dia ju...