Bab 54 : Peringatan

116 9 1
                                    

"Saya harus bantu apa?"

Flo menghentikan aktivitasnya dalam merangkai bunga, sejenak menoleh pada Darren yang berdiri di sampingnya. Hari ini mungkin akan jadi hari yang berbeda dari biasanya, karena untuk pertama kalinya lelaki itu datang ke toko bunganya bukanlah untuk membeli bunga, melainkan untuk membantunya. Flo jelas melarang karena tak enak hati, tetapi hal itu tak ada gunanya karena Darren tetap bersikeras untuk membantu.

"Nggak usah repot-repot, Ren. Kamu duduk aja di situ," elak Flo merasa tak enak, seraya menunjuk kursi di dekatnya.

Air muka Darren berubah masam. Dia menggeleng cepat. "Nggak. Tujuan saya ke sini selain mau ketemu kamu ya buat bantu kamu. Bukan buat duduk-duduk santai."

"Sekarang saya harus apa?" tambah Darren tak sabar.

Sorot mata yang terpancar penuh harap dari Darren menciptakan wajah lucu nan menggemaskan. Flo diam-diam tersenyum. Lagi-lagi hatinya luluh, selalu merasa tak tahan untuk tersenyum setiap kali melihat Darren memasang wajah lucu seperti itu.

"Ya udah deh, kamu boleh bantuin aku. Selagi aku rapihin tangkai bunganya, kamu tolong guntingin kertas cellophane-nya, ya?" pinta Flo seraya diangguki oleh Darren.

"Kayak gimana ngeguntingnya?" tanya Darren lagi setelah meraih gunting dan kertas cellophane.

Flo lantas memberikan arahan kepada Darren untuk menggunting kertas tersebut sesuai dengan ukuran yang ditentukan. Sementara dirinya juga tetap memperhatikan, menunggu sampai kemudian lelaki itu selesai mengguntingnya.

"Selesai. Bener kayak gini?" Lelaki itu bertanya lagi seraya menunjukkan hasil guntingannya. Flo mengamati sejenak hasil guntingan kertas itu kemudian mengangguk. Hasilnya lumayan rapi.

"Bagus kok."

Atensinya Flo beralih pada beberapa tangkai bunga yang sebelumnya belum selesai untuk dipotong dan dirapikan. Namun saat hendak meraih satu tangkai bunga, tangannya lebih dulu diraih oleh Darren. Sontak saja itu membuat Flo sedikit terkejut, kembali memandangi lelaki itu dengan tatapan bingung. Apalagi saat merasakan Darren semakin erat menggenggam tangannya.

Darren tertunduk, memandangi tangan Flo yang masih dalam genggaman. Ibu jarinya mengusap lembut punggung tangan Flo. "Tangan kamu kecil," katanya seraya memerhatikan lebih detail.

"Dan, terasa dingin."

Flo ikut mengamati tangannya yang berada dalam genggaman Darren. Tangan Darren yang besar dapat menangkup seluruh jari-jemarinya sampai hampir tak terlihat. Rasanya hangat. Dia menyukai setiap sentuhan lelaki itu yang memberikan rasa nyaman.

Flo tertawa renyah. "Kenapa tiba-tiba genggam tangan aku?"

Darren mengangkat sudut bibirnya membuat senyuman tipis. "Nggak apa-apa. Gemes aja kalau saya liat tangan kamu yang kecil ini."

"Jangan dilepas dulu."

Rona merah menghiasi pipi Flo ketika Darren justru melarangnya untuk melepas genggaman itu. Flo mengangguk. Ia merasakan genggaman itu terasa erat. Seolah memberikan kehangatan dari tangannya.

"Tangan kamu hangat, Ren."

"Oh, ya? Itu bagus, biar tangan kamu juga terasa hangat karena genggaman tangan saya. Tangan kamu dingin kayak gini pasti gara-gara kelamaan di ruangan AC ini. Lagian, kenapa AC-nya dingin banget, sih?"

Flo terkekeh mendengar kalimat panjang yang dikeluarkan Darren. Kapan lagi dengerin Darren ngomel-ngomel?

"Kenapa ketawa? Ada yang lucu? Saya serius loh, Flo. Meski kamu udah biasa di ruangan yang dingin gini, tapi tetep aja ini bahaya. AC yang terlalu dingin bisa bikin infeksi pernapasan, kulit kering, dan sistem kekebalan tubuh kamu menurun. Kalo udah kayak gitu nanti kamu gampang sakit. Jadi--"

Jodoh Masa Depan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang