Bab 26 : Tempat Bersandar

86 19 8
                                    

"Sudah satu jam kita di sini. Apa nggak sebaiknya kita pulang saja?" Darren bertanya di tengah-tengah kesunyian yang menyelimuti. Namun Flo tidak langsung menjawab, gadis yang bersandar di bahunya itu masih saja diam dengan gigi yang gemeretuk karena kedinginan. Darren memandangi jalanan di depannya yang masih basah, hujan baru saja reda. Saat ini dirinya dan Flo memilih untuk berteduh di halte. Halte itu tampak sepi, hanya ada mereka.

"Aku nggak mau pulang, Ren," lirih Flo. Membuat Darren menoleh, menggapai kepala Flo yang terasa berat di bahunya. Rambut gadis itu masih basah, begitupun juga pakaiannya. Darren jadi merasa bersalah, karenanya gadis itu menjadi kedinginan. Seandainya dia bisa membalut tubuh gadis itu dengan jaketnya seperti adegan di film-film. Sayangnya, pakaiannya juga basah kuyup.

Flo menyadari Darren yang merasa keberatan dengan sandarannya segera mengangkat kepalanya. Mengubah posisi duduknya menjadi tegap. Flo menilik rambut belah samping lelaki itu yang sudah acak-acakan. Dahinya sedikit tertutup oleh rambutnya yang basah. Darren yang biasa selalu tampil rapi dengan rambut belah sampingnya, kini terlihat menawan dengan rambutnya yang acak-acakan dan basah. Flo hampir tidak berkedip memandangi lelaki itu, meskipun dia tahu saat ini bukan saat-saat yang tepat untuk mengagumi hal itu.

"Kenapa nggak mau pulang?" tanya Darren, akhirnya.

Flo menghela napas. Gadis itu menunduk dalam mendengar pertanyaan Darren. "Aku udah membuat Mama kecewa karena kesalahan yang aku perbuat, Ren. Mama pasti kecewa karena nilai ujianku hancur. Mama juga pasti sakit hati karena aku justru membela Bimo yang jelas-jelas malah menyakitiku." Bibir Flo gemetar, dia menggosok-gosokkan kedua tangannya guna mengusir rasa dingin. Apalagi dengan kondisi pakaian yang basah, tubuh terasa dingin ketika angin berhembus.

Darren menatap gadis yang duduk di sampingnya itu sebelum pada akhirnya pandangannya beralih pada kedua tangan Flo.  Menyadari gadis itu kedinginan, Darren menggapai kedua tangan Flo. Membawa tangan mungil gadis itu dalam genggaman kedua tangannya.

Flo yang merasakan kehangatan karena sentuhan di tangannya sedikit terkejut. Apalagi saat Darren mendekatkan genggaman tangannya di bibirnya dan meniup-niupkannya berkali-kali. Flo diam saja, dia merasakan kehangatan pada tangannya.

"Masih belum terlambat," ujar Darren yang masih menggenggam tangan Flo di atas pangkuannya. "Semua manusia itu pasti pernah melakukan kesalahan, Flo. Hidup itu pilihan, kamu mau terus tenggelam dalam kesalahan itu atau mau memperbaiki diri dan menjadi yang lebih baik. Sepulang ini, kamu harus minta maaf sama Mama kamu."

Flo memalingkan wajah, genggaman tangannya terlepas saat gadis itu melepas paksa untuk menyeka bulir air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipi. "Apa Mama mau memaafkan aku, Ren?"

Seulas senyum terbit di bibir Darren. "Pasti. Mama kamu begitu karena dia sayang sama kamu, Flo. Dia hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Nggak ada orang tua yang nggak sayang sama anaknya, Flo."

"Jadi, kamu nggak boleh berlarut-larut dengan kesedihan ini. Kalau perlu, saya bisa mengajari kamu materi yang nggak kamu pahami," kata Darren lagi, lembut.

Sontak saja itu membuat Flo kembali membalikkan badan ke arah lelaki itu. Darren menangkupkan kedua tangannya pada wajah gadis itu, menyeka air matanya dengan ibu jarinya. Entah hal apa yang membuat lelaki itu menjadi seberani ini. Saat ini yang terpenting menurutnya adalah membuat gadis itu jauh lebih tenang mengingat peristiwa yang baru saja menimpanya.

Flo memeluk lelaki itu. Menerbitkan seulas senyum di bibir Darren. "Ren, makasih kamu udah ngelakuin ini semua buat aku." Gadis itu berujar.

Apapun untuk kamu Flo, akan saya lakukan.

***

Ratih bangkit dari duduknya, menyeka air matanya dengan punggung tangannya ketika mendapati putrinya berdiri di ambang pintu dalam keadaan dress lusuh dan rambut yang lepek. Wanita setengah baya itu tergopoh-gopoh mendekap anaknya.

"Kamu dari mana aja, Flo?" tanya Ratih setelah melepas pelukannya. Menangkupkan kedua tangannya pada wajah anaknya.

Alih-alih menjawab, Flo justru terisak. "Maafin Flo, Ma. Flo udah bikin Mama kecewa."

Ratih menggeleng kuat. "Mama udah maafin kamu, Flo. Mama mohon kamu jangan pergi lagi," ujarnya sembari merengkuh putrinya lagi. Ratih sejak tadi menunggu kepulangan anaknya. Dia memang kecewa, tetapi bagaimana pun juga Flo adalah anak satu-satunya yang dimiliki. Wanita setengah baya itu sempat mencari di kamar Flo, anaknya tidak ada di sana. Rasa khawatir menjalar dalam dirinya ketika menyadari ternyata Flo pergi. Ratih pikir, Flo kabur dari rumah karena marah padanya.

Flo merasa lega sejak kata "maaf" itu bisa dia utarakan kepada sang Mama. Meski kesedihannya belum sepenuh sirna karena sejak berakhirnya hubungannya dengan Bimo, setidaknya sekarang dia bisa bernapas lega. Dia sangat berterima kasih kepada Darren yang sudah membuat hatinya jadi lebih lega.

Flo bertalah membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambut basah. Pergerakan tangannya yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk terhenti tatkala mendapati Darren sudah duduk di meja belajarnya dengan senyum yang merekah.

"Siap belajar?"

Gadis itu menganggukkan kepalanya. Wajah lelaki itu tampak lebih segar dengan rambut yang sudah dirapikan tidak seperti sebelumnya. Meraih beberapa buku dari tumpukan di meja belajar, Darren yang sudah mengenakan kacamatanya membuka buku biologi. Wajah lelaki itu begitu fokus membuka lembar demi lembar buku itu.

Seakan waktu berlalu begitu cepat, Flo berkali-kali menguap lantaran mengantuk. Apalagi saat mencoba memahami Darren yang terlihat begitu cepat menjelaskan materi. Bukannya paham, Flo justru merasa penjelasan Darren seperti dongeng pengantar tidur. Gadis itu menguap lagi, menjatuhkan kepalanya di meja dan terlelap. Tak menghiraukan Darren yang tak kunjung berhenti menjelaskan.

Darren menghela napasnya mendapati Flo sudah terlelap. Lelaki itu mengulas senyum tipis. Memandangi istri masa depannya dengan pandangan penuh kasih sayang. Senyum itu justru perlahan menjadi senyum getir. Dia buru-buru melepas kacamatanya saat merasakan air matanya hampir jatuh. Lelaki itu segera menyekanya dengan punggung tangan. Darren ingin selalu bisa berada di sisi gadis itu. Kalau perlu, selalu menjadi malaikat pelindung bagi Flo. Entah sampai kapan dia berada di masa ini. Yang jelas dia ingin membuat Flo selalu bahagia. Dan tentunya bisa kembali ke masa depan pada waktu yang tepat. Darren merapalkan doa agar Flo di masa depan juga segera pulih dari sakitnya. Baik di masa apapun, Darren ingin gadis yang dicintainya selalu bahagia.

***

Jodoh Masa Depan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang