HALAMAN KETUJUH; DI MASJID

38 9 1
                                    

Jangan lupa voment!

Typo tandain!

***

Setelah sampai di tempat kerja Erfan, Bian cepat-cepat mengganti pakaiannya dan meminjam handuk untuk mengeringkan rambutnya. Sesekali Jendra yang tengah melamun dilempari baju basah milik Bian. Tidak serius, konsepnya hanya bercanda. Tapi tetap saja, siapa yang tidak terkejut kala dirinya tengah melamun dilempari baju tepat diwajahnya? Sontak Jendra membalasnya dengan melemparkan sepatu miliknya dan mengenai kepala Bian.

Setelahnya, terjadilah pertempuran saling melempar antara Jendra dan Bian. Erfan saja sampai terheran-heran, apakah ini efeknya setelah Bian hujan-hujanan tadi? Saat Erfan tengah merapihkan kertas-kertas gambar penelitiannya, sepatu Jendra terlempar mengenai kepalanya. Membuat kedua kakak beradik itu terkejut dan panik.

Erfan menoleh sembari meringis juga mengusap kepalanya. Saat kedua bola matanya bertemu dengan kedua bola mata dua adiknya, tanpa dosa mereka tersenyum cengengesan. Erfan tidak bisa marah pada kedua adik kesayangannya. Ia hanya tersenyum dan memberikan kembali sepatu milik adik bungsunya.

"Kalo main hati-hati ya? Untung kena abang, coba kena yang lain, beda alurnya," ucapnya disertai dengan senyum manis. Keduanya mengangguk dan menyudahi acara pertempuran lempar-melemparnya tadi. Bian melipat bajunya dan mengambil plastik yang ada di sebelah tas Erfan. Ia berjongkok guna memasukkan bajunya yang sudah basah. "Bang kapan balik?" tanyanya sembari menatap Erfan dari samping, sampai-sampai ia tak menyadari bahwa bajunya tidak masuk kedalam plastik tersebut.

"Bentaran ya? Abang beresin dulu ini. By the way, baju lo kagak masuk ke dalem kresek," sahut Erfan sekaligus memberitahu Bian dengan diakhiri kekehan ringan. Bian sontak menoleh kearah depan dan kembali menatap Erfan dengan senyum kikuknya lantas memasukkan bajunya kedalam plastik tersebut.

Jendra yang baru saja selesai mengenakan sepatunya menghampiri kedua kakaknya dengan berlari-lari kecil. Dirinya ikut berjongkok disebelah Bian, memperhatikan kertas-kertas berisikan gambar tangan milik Erfan yang menggambar berbagai tanaman guna penelitiannya. "Bagus banget," gumam Jendra pelan dan didengar oleh Bian.

"Ya kan Erfan, bukan lo yang gambarnya cuma orang lidi doang," ledek Bian pada adiknya dan langsung mendapatkan sebuah injakan yang disengaja dari Jendra. Seketika Bian meringis yang mengundang perhatian Erfan yang ada disebelahnya. "Kenapa?" tanya Erfan sembari menarik resleting tasnya guna menutupnya dan langsung meraihnya untuk digendongnya.

"Di injek Jendra," adu Bian membuat Jendra memajukan bibirnya beberapa senti dan langsung melenggang pergi mendahului kedua kakaknya. Erfan menautkan kedua alisnya dan menatap Bian penuh tanda tanya.

"Tadi gue ledekin pas dia muji gambar lo." Erfan terkekeh dan mengusak surai lebat adik pertamanya.

"Udah tau punya adek baperan, pake acara diledekin lagi," tutur Erfan berjalan mendahului Bian.

"Iya kek cewek," sahut Bian yang membuat Erfan meledakkan tawanya. Keduanya berjalan menyusul Jendra dengan tawa yang tak henti-hentinya terdengar. Tawa keduanya mereda kala melihat Jendra yang berjongkok di samping mobil Erfan dengan posisi membelakangi mereka. Karena penasaran keduanya mengintip apa yang tengah dilakukan adik kecilnya yang beberapa menit lalu merajuk.

Ternyata adiknya itu tengah memainkan kucing yang sering kali mencuri-curi masuk kedalam ruangan Erfan ataupun Januar. Erfan melirik tangan adiknya yang terdapat bekas cakaran kucing. Kemungkinan besar itu adalah ulah kucing kecil yang tengah dimainkannya. "Shhh.. Kamu lucu banget sih, lain kali jangan cakar-cakar lagi ya?" ucap anak itu sembari meringis. Kucing kecil itu nampak menyukai Jendra dengan bukti meminta dielus-elus dibagian perutnya.

26 ALUR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang