HALAMAN KETUJUH BELAS; DIALOG DENGANNYA

30 11 0
                                    

Typo tandain!

Jangan lupa voment!

***

Hujan kini masih turun dengan intensitas sedang, sama seperti sore tadi. Namun, sebab kini sudah menjelang malam, udara terasa lebih dingin ketimbang saat sebelumnya. Jendra baru saja selesai melaksanakan Shalat Maghrib-nya, dan kini tengah merapihkan sarung yang ia kenakan juga kopiah yang bertengger di kepalanya. Bocah berusia empat belas tahun yang berbalut baju koko berwarna coklat, sarung Wadimor milik Bian--karena miliknya sobek dan belum sempat ia jahit--juga kopiah hitam yang tidak pernah ia ganti selama tiga tahun terakhir tersebut tengah bersiap menuju masjid untuk mengaji.

Walaupun Jendra dan segala tingkahnya yang selalu diluar perkiraan, anak itu selalu rajin melaksanakan ibadah dan kewajibannya sebagai seorang muslim. Terkadang jika ia sempat melaksanakannya, Jendra melakukan Shalat Sunnah guna memperbanyak pahalanya--ajaran Bian.

Setelah dirasa rapih, Jendra mulai beranjak dari kamarnya dengan tote bag yang berisikan al-Quran di dalam dekapannya. Sebenarnya Jendra gengsi membawa al-Quran miliknya menggunakan tote bag--secara mirip dengan gadis-gadis bau kencur di pengajian. Tapi dari pada kitab suci miliknya itu kehujanan dan berakhir rusak, Jendra pun menurunkan gengsinya yang tinggi. Apalagi Bian, apa-apa pasti menyangkut harga dirinya.

Bian melihat adiknya yang sudah rapih turun dari lantai atas dengan membawa tote bag di dekapannya juga payung lipat di genggamannya, ia menerka-nerka bahwa Jendra akan pergi mengaji. Dengan dorongan yang entah berasal dari mana, Bian memulai percakapan basa-basi antara dirinya dan Jendra. Ini aneh, secara Bian tidak pernah membuka pembicaraan terlebih dahulu dengan adiknya sejak setahun terakhir. Entah apa alasannya.

"Mau kemana, Jen? Hujan begini." Jendra menoleh dan mendapati Bian yang tengah duduk manis di lantai dengan laptop yang menyala juga kertas-kertas yang berserakan diatas meja depan televisi. Karena merasa tidak enak menyahut dari jauh dengan suara keras, Jendra lebih memilih mendekati Bian terlebih dahulu. Lagi pula ia malas berteriak, hujan begini membuar suara terdengar samar walaupun berteriak.

"Mau ngaji, Bang," jawabnya setelah berada di dekat Bian. Laki-laki itu mengangguk dan membereskan kertas yang berserakan juga men-shut down laptop yang tadi digunakannya. Jendra yang melihat itu bingung, apakah dirinya mengganggu sampai Bian membenahi barang-barangnya? Akhir-akhir ini Jendra sering dibuat overthinking oleh hal-hal sepele.

"Tungguin ya? Gue ambil wudhu dulu, terus siap-siap," ujar Bian memberitahu. Jendra yang masih dalam mode mencerna pun hanya diam dengan mulut yang sedikit terbuka. Mohon dimaklumi, Jendra sedang dalam fase lemot. Melihat laptop Bian yang sudah benar-benar mati, Jendra pun menutupnya dan meletakkan tumpukan kertas tadi di atasnya. Erfan yang baru saja keluar kamar karena baru menyelesaikan Shalat Maghrib-nya menghampiri si Bungsu yang masih berkutat dengan kertas-kertas milik Bian.

"Mau ngaji, Jen?" tanya Erfan basa-basi. Jendra menoleh dan mengangguk, mengiyakan pertanyaan kakaknya.

"Tungguin, Abang mau ikut." Erfan berbalik dan kembali masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap. Jendra kembali dibuat melongo mendengar penuturan Erfan. Kakak-kakaknya itu jika mau bertaubat kenapa tidak memberu aba-aba terlebih dahulu? Jika begini mereka malah membuat Jendra syok.

"Tobatnya bikin syok berat," gumam Jendra.

"Emang napa?" sahut Bian.

"Gapapa. Tobat biar apa tah, Bang?" tanya Jendra.

"Biarin," jawab Bian dan pergi menuju kamarnya.

"Apalah."

Sepanjang perjalanan Jendra kelihatan gelisah di mata kedua kakaknya. Sebenarnya ia tidak setuju Erfan dan Bian ikut mengaji dengannya. Memang tidak biasa mereka ikut dengan Jendra ke masjid untuk mengaji, ditambah sebenarnya ada yang Jendra sembunyikan di masjid. Sosok yang tidak ingin Jendra tunjukkan pada kedua kakaknya. Sosok dirinya yang selama ini ia sembunyikan. Jendra takut kelepasan nanti. Dan lagi-lagi ia menghela napas.

26 ALUR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang