Typo tandain!
Jangan lupa vote!
***
Hari ini Jendra pulang bersama tiga temannya, Raka, Kanaya, dan Jaegar yang sudah masuk kedalam list teman dekatnya. Bahkan saat di kantin tadi, Jendra dan Jaegar tidak bisa lepas satu sama lain. Raka saja sampai cemburu dibuatnya dan mengundang tawa teman-temannya yang lain. Karena Raka yang merajuk membuat Jendra nekat memeluk Raka dan mencium pipi sahabatnya tersebut membuat Jendra mendapatkan jitakan yang cukup keras pada dahinya. Tentu saja pelakunya adalah Raka.
Kedekatan Jendra dan Raka itu melebihi kedekatan Bian dan Jendra. Mungkin pengaruh usia, karena usianya hanya terpaut empat bulan-Jendra yang lebih muda-mereka lebih terbuka. Mereka sudah saling mengenal sejak kecil sekali, oleh karena itu Jendra, Raka, dan Kanaya tidak bisa terpisahkan. Sekolah bersama, main tersama, bahkan terkadang tidur pun bersama. Walaupun rumahnya berdekatan, sesekali saat malam minggu mereka akan menginap di salah satu rumah mereka.
Ketiga anak itu kini tengah menunggu Jendra yang tengah piket. Entah punya masalah apa teman sekelas Jendra, mereka kabur dari tugas piketnya tanpa merasa dosa sedikit pun. Telinga Jendra sangat panas mendengar keluhan-keluhan yang keluar dari mulut Raka dan Jaegar.
"Lama banget sih, Jen!"
"Cepetan Jen!"
"Gue piket sendiri bisa lebih cepet dari ini deh."
"Nah bener banget."
Dan sekarang urat sabar Jendra benar-benar putus mendengar ocehan keduanya. Dengan sapu ditangannya juga jangan lupakan wajahnya yang tengah menahan amarah itu ia menghampiri kedua temannya-ralat! Musuhnya itu yang berada didepan pintu kelasnya. Sontak Raka dan Jaegar yang melihat raut wajah Jendra yang sangat jelas bahwa ia marah langsung kabur dari situ. Bukan Jendra namanya jika berhenti karena mangsanya kabur. Ia kejar mereka yang sudah berhasil memutuskan urat sabarnya. Tidak lupa sapunya yang masih ia genggam.
"Anjing! Si Jendra larinya cepet amat dah!" ucap Jaegar disertai dengan umpatan.
"Lagian lo nyari gara-gara goblok!" timpal Raka dengan umpatan diakhirnya.
Kanaya yang melihat drama ketiga teman sengklek-nya itu sampai melongo dibuatnya. Di saat Raka dan Jaegar sudah terpojok dan Jendra yang siap melayangkan sapu keramat milik kelasnya pada kedua makhluk yang ada di depannya, seorang guru berhasil menggagalkan rencana Jendra dengan menjewer telinga bungsu Dewangga tersebut.
Sialan!
Yang benar saja?! Mengapa hanya Jendra yang dijewer telinganya? Mengapa dua setan yang menjelma di depannya tidak? Jendra meringis sembari meminta ampun kepada guru tersebut.
"Aduh! Pak, ampun! Iya-iya saya ga lari-lari di koridor sambil bawa-bawa sapu lagi! Shhh.." ucapnya mengaduh sembari meringis dan memegangi telinganya yang telah bebas dari jeweran guru tersebut. Atensi guru tersebut beralih pada Raka dan Jaegar yang menatapnya takut-takut.
"Kalian juga, jangan lari-lari di koridor begitu! Bahaya!!" serunya pada kedua anak itu. Lantas keduanya langsung mengangguk cepat karena takut.
"Lagian kalian ngapain toh masih di sekolah?" tanyanya heran pada ketiga anak bebal tersebut.
"Saya lagi piket, Pak. Terus kan saya piket sendiri tuh, mereka gangguin saya, Pak. Jadi urat sabar saya putus gara-gara mereka," adu Jendra membuat Raka dan Jendra mentap sinis dirinya. Dalam hati kedua anak tersebut menghujani Jendra dengan ribuan sumpah serapah. Andai saja Jendra mengetahui hal tersebut, bohong jika dirinya masih bisa sabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
26 ALUR ✔
Ficção Adolescente[END] "Dari sekian banyaknya perpisahan, kenapa tidak satu pun dari itu mengajarkanku arti kata 'siap' menghadapinya?" Hanya pertanyaan itu yang kerap melintas di kepala Jendra. Berkali-kali dihantam oleh badai yang tak kunjung mereda, tidak membuat...