Typo tandain!
Jangan lupa voment!
***
Dengan tatapan tanpa minat Jaegar melihat dua makhluk yang kini tengah bermesraan di depannya. Mereka adalah Jovan dan Kanaya. Jaegar heran mengapa mereka hobi sekali bermesraan di depannya juga Jendra. Soal Jendra, pemuda itu memilih tidur ketimbang menonton orang yang bermesraan tersebut. Menurut Jendra bermesraan seperti itu menjijikan jika bukan di dalam drama Korea yang dulu ia pernah tonton bersama Bian.
Namun sayangnya, matanya hanya bisa diajak kerja sama untuk menutup. Ia tidak bisa tertidur sekarang. Jendra pun menghela napas berat yang mampu mengalihkan perhatian teman sebangkunya--Jaegar.
"Napa?"
"Taman yok," ajak Jendra sembari bangkit. Ia berjalan mendahului Jaegar yang kini baru bangkit dari kursinya disaat Jendra sudah keluar kelas. Jaegar tahu sahabatnya itu tengah dilanda api cemburu. Tapi begitulah Jendra yang Jaegar tahu, tidak bisa berbuat apa-apa selain diam. Untuk bicara saja ia enggan. Bahkan sekarang Jendra tidak pernah mengobrol dengan Kanya jika gadis itu tidak mengajaknya mengobrol lebih dahulu.
Sesampainya di taman Jendra merebahkan dirinya di atas kursi panjang yang tersedia di taman. Bahkan pemuda itu tidak menyediakan tempat untuk temannya duduk. Biarlah, ia yakin Jaegar lebih memilih duduk di bawah--jalan setapak yang ada di taman.
"Gue cemburu, Gar," ucapnya setelah Jaegar duduk.
"Iya gue tau, lo selalu bilang itu tiap hari setelah mereka jadian," timpal Jaegar jengah. Setiap hari setelah kedua insan itu resmi menjalin hubungan, Jendra selalu melontarkan kalimat itu pada Jaegar. Kanaya dan Jovan resmi pacaran setahun lalu dan berarti Jendra sudah setahun tanpa henti melontarkan kalimat itu pada Jaegar.
Bagaimana Jaegar tidak jengah jika selama 365 hari terakhir dan setiap hari bahkan setiap saat Jendra selalu mengatakan itu padanya? Mereka terdiam. Sunyi mulai menyelimuti diantara keduanya, hingga suara bel tanda masuk berbunyi menyadarkan mereka.
"Masuk yok, Jen," ajak Jaegar sembari menarik-narik ujung ikat pinggang milik Jendra.
"Kagak usah ditarik bege!"
"Ya kagak usah ngegas juga njing!"
"Lo juga ngegas ya bang--" Belum sempat Jendra menyelesaikan ucapannya, Jaegar lebih dahulu membekap mulutnya dan membuat Jendra terkejut.
"Shhtt!! Ada guru!" Jendra yang tadinya hendak menggerutu pun tidak jadi. Sebab, jika bukan Jaegar membekap mulutnya mungkin ia sudah ditegur habis-habisan oleh guru karena ketahuan berkata kasar. Kaki jenjang mereka mulai melangkah menuju kelas mereka yang berada di lantai atas. Baru lima langkah mereka berjalan, Jendra tiba-tiba saja menarik tangan Jaegar membuat si empu terseret sebab terkejut.
"Apaan weh?!" pekik Jaegar kaget sebab karena tarikan Jendra dirinya hampir saja membuat dirinya mencium tanah.
"Temenin gue ke toilet! Kebelet!"
"Lo cowok anjing! Masa ditemenin?!" gerutu Jaegar berusaha melepaskan tangan Jendra yang mencekal tangannya.
"Temenin pokoknya Bang!" Begitu-begitu juga Jendra menyayangi Jaegar layaknya kakak sendiri. Walaupun hari-hari mereka dipenuhi dengan pertengkaran, double J tersebut sebenarnya saling menyayangi. Terbukti mereka selalu pergi bersama-sama kemanapun. Bahkan seperti sekarang, setelah Jendra keluar dari toilet dan mencuci tangannya, Jaegar memberikan jari telunjuknya untuk digenggam Jendra.
Membuat adik-adik kelasnya semakin terpesona oleh mereka. Sudah tampan, lucu pula. Bahkan anak-anak kelas mereka berdua memberikan keduanya julukan Upin-Ipin 9-B karena mereka sangat lengket.
KAMU SEDANG MEMBACA
26 ALUR ✔
Teen Fiction[END] "Dari sekian banyaknya perpisahan, kenapa tidak satu pun dari itu mengajarkanku arti kata 'siap' menghadapinya?" Hanya pertanyaan itu yang kerap melintas di kepala Jendra. Berkali-kali dihantam oleh badai yang tak kunjung mereda, tidak membuat...