HALAMAN KEDELAPAN BELAS; BERHARAP INI SEBUAH MIMPI

38 10 0
                                    

Jangan lupa voment!

Typo tandain!

***

Seminggu sudah Aldiandra, Erfan dan Bian berada di Indonesia. Selama seminggu ini juga Jendra tidak banyak keluar rumah selain untuk sekolah, ke warung–jika disuruh–dan ke masjid. Bahkan anak itu banyak menolak ajakan bermain dari teman-temannya. Jendra hanya akan keluar bermain jika ayah atau kedua abangnya memaksa.

Semenjak ditinggal oleh ayah dan kedua abangnya, rasa takut akan kehilangan selalu bersemayam dihatinya. Jendra takut tidak bisa bertemu dengan mereka kembali, walaupun tahu bahwa mereka pasti masih ada di rumah jika dirinya pergi keluar. Bahkan kemarin–saat Raka mengajaknya bermain sepeda, ia menolak mentah-mentah ajakan tersebut. Padahal Bian selaku sosok yang paling ditakuti Jendra sudah turun memaksanya, tapi anak itu tetap saja keras kepala hingga Raka mengalah padanya.

Bagaimanapun Raka tahu seberapa terpuruknya Jendra dua tahun yang lalu–saat Erfan pergi dan disusul oleh Bian juga ayahnya. Selama dua minggu pertama Jendra banyak melamun, membuat teman-teman juga ibunya khawatir. Hingga sedikit demi sedikit mereka menghiburnya dengan hal-hal kecil dan Jendra mulai bangkit dari keterpurukannya. Namun sialnya, belum sepenuhnya Jendra bangkit, Raka pindah ke Bandung setelah kelulusan karena ayahnya dipindahkan kerja. Itu membuat Jendra kembali tenggelam kedalam kubangan kesedihannya. Beruntunglah Jaegar selaku anak pertama di rumahnya mampu mengambil alih peran kedua abangnya dan juga Raka bagi Jendra.

Berselang dua bulan sejak itu, Jendra dibuat panas oleh kedekatan antara Jovan dan Kanaya. Setahun berlalu, akhirnya Jovan dan Kanaya resmi menjalin hubungan dan membuat bungsu Dewangga tersebut patah hati. Di semua semua hal yang terjadi, Jaegar-lah yang selalu ada untuknya. Itulah mengapa Jendra dan Jaegar sangat dekat.

Begitu juga Jaegar, saat ibunya meninggal ia tidak bisa bersandar dipundak ayahnya. Sebab ayahnya sama-sama terpukul. Bahkan Jaegar dan ayahnya harus berusaha kuat demi adik-adiknya, Nathan dan Jasmine. Pada saat itu bahu Jendra-lah tempat ternyaman bagi Jaegar. Jendra-lah yang memeluk dan menenangkannya saat dirinya menangis kencang, meluapkan semua rasa sedih yang ia rasakan. Mereka menjadi saksi betapa rapuhnya sosok satu sama lain.

Bian sendiri terkadang ingin menanyakan keadaan Jendra disini, hanya saja ia terlalu gengsi. Entah sejak kapan Bian memiliki ego yang tinggi untuk sekedar menanyakan keadaan adiknya. Ia juga tidak tahu sejak kapan dan alasan mengapa dirinya seperti itu. Menurunkan ego dan rasa gengsinya bukanlah hal yang mudah bagi Bian. Namun, ia sering berusaha menurunkannya demi sang adik. Bian tidak ingin kehilangan adik satu-satunya tersebut.

Serupa dengan Bian, Erfan juga merasakan hal yang sama. Namun, jika Bian tidak menanyakan keadaan Jendra karena gengsi, Erfan tidak sempat menanyakannya karena sibuk dengan jadwalnya yang sangat-sangatlah padat. Sudah masuk kedalam semester enam membuat Erfan lebih sibuk dari pada semester sebelumnya. Belum lagi dengan pekerjaan paruh waktunya di sana, membuatnya benar-benar tidak sempat mengabari keluarganya jika mereka tidak mengabarinya terlebih dahulu.

Erfan ingat, Jendra pernah mengiriminya sebuah pesan cukup panjang yang membuat dirinya yang sedang dilanda stress sebab tugas dan pekerjaan merasa lebih baik. Isinya hanyalah; Bang, sibuk banget ya? Jangan sampe bundir gegara stress ya, Bang? Gue ga mau lo balik-balik tinggal nama. Mungkin kedengarannya kasar, tetapi Jendra menuliskan pesan itu dengan tulus setelah mendengar dari Sinta bahwa kakak sulungnya tidak memberi kabar selama seminggu. Tentu saja Jendra khawatir mendengarnya.

Kini Jendra dan Bian tengah duduk dipinggir lapangan sekolah Jendra--yang mana ini juga merupakan sekolah Bian dulu. Banyak kenangan di sekolah ini yang Bian rasakan. Mulai dari hari pertama MPLS, menjadi ketua OSIS, hingga lulus dengan predikat Best of the Best masih teringat jelas di kepalanya. Salah satunya pengalaman Bian tersesat di sekolah saat masa MPLS dulu. Kenangan memalukan yang membuat Bian merindukan masa-masa remajanya. Bulan Januari nanti, usianya akan menginjak sembilan belas tahun. Dirinya sudah dewasa, namun ia takut memasuki dunia orang dewasa yang katanya menyeramkan.

26 ALUR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang