HALAMAN KEDUA PULUH DUA; SORE DI BOGOR

26 10 0
                                    

Typo tandain!

Jangan lupa voment!

***

"BABI! ITU PUNYA GUE PE'A!!"

"KOPET BANGET SIH LO?! SATU DOANG JUGA!!"

"JAEGAR BALIKIN!! ITU PUNYA JENDRA!!"

Mendengar keributan para curutnya yang membuat hampir seisi kantin memperhatikan mereka membuat Raka memekik tertahan. Hanya karena sebuah basreng milik Jendra yang diambil oleh Jaegar berhasil membuatnya frustasi hingga rasanya ingin resign dari pertemanan mereka. Kalau seperti ini ceritanya, persahabatan yang sudah mereka pertahankan selama bertahun-tahun lamanya bisa kandas begitu saja.

"Udah-udah! Lagian cuman satu juga, itu kan masih banyak," ucap Raka berusaha menengahi perdebatan tidak bermanfaat mereka.

"Ini bukan masalah berapa banyak yang diambil, Ka! Tapi tata krama minta makanan!" sergah Jendra menggebu-gebu. Ia masih tidak terima soal Jaegar yang dengan santainya mengambil basreng miliknya tanpa izin.

"Etdah! Kayak lo kagak pernah nyomot makanan gue aja!" sindir Jaegar sembari menyeruput minuman yang ia beli tadi. Karena perdebatan itu tidak kunjung selesai, Raka memilih pergi ke koperasi sekolah yang nampak sedikit ramai guna membeli permen. Ia membeli empat buah permen yang dihargai Rp 1.000 saja. Tidak ada salahnya ia membujuk ketiga curutnya itu dengan permen itu.

Ketika ia kembali ke tempat dimana teman-temannya itu duduk, Raka disuguhkan dengan Jaegar yang sedang menahan sakit karena dicubit pada bagian lengannya oleh Jendra. Sedangkan Jendra sendiri menahan sakit karena Jaegar menjewer telinganya. Kanaya berusaha melerai mereka tetapi gagal karena tidak ada satupun dari mereka yang mau mengalah. Raka bergegas menuju ke arah mereka dan memisahkan keduanya secara paksa.

Sungguh diluar dugaannya.

"Lo pada kenapa sih?!" ujar Raka kesal dan sedikit mengeraskan suaranya. Ia sudah berada di ambang batas kesabarannya. Jaegar dan Jendra tersentak, lantas mereka menundukkan kepalanya bersamaan. Mereka takut jika Raka sudah marah, karena menurut mereka ia hampir sama dengan Bian jika sedang marah. Raka, laki-laki berdarah Bandung-Jakarta tersebut hanya bisa menghela napas kasar dan berjongkok di hadapan kedua sahabatnya yang sudah ia anggap adik-adiknya.

"Liat sini!" titah Raka dengan nada yang dibuat ketus. Keduanya mendongak dan menatap Raka takut. Melihat wajah takut Jaegar dan Jendra, laki-laki dengan tinggi badan 167 cm tersebut tidak bisa lagi menahan tawanya. Melihat Raka tertawa puas, Jaegar dan Jendra saling pandang. Seolah bisa membaca isi hati dan pikiran masing-masing. "Kenapa lo ketawa, Ka?" tanya Jaegar sembari menaikan satu alisnya.

"Muka kalian anjir! Kocak banget!" Tidak terima dengan ucapan Raka, Jendra mengambil basreng miliknya yang hanya tersisa satu dan menyumpal mulut Raka yang masih terbuka karena tertawa menggunakan makanan yang menjadi awal mula pertengkaran mereka. Walaupun sempat tersedak, pada akhirnya Raka mengunyah basreng itu dan menelannya. Setelahnya laki-laki itu merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan empat bungkus permen berwarna merah.

Sontak ketiga curutnya itu menatap penuh harap padanya. Berharap Raka berbaik hati memberi mereka satu dari keempat permen itu.

"Apa?"

"Mau," jawab mereka bersamaan.

"Ada syaratnya." Raka tersenyum miring dan menaik-turunkan kedua alisnya. "Apa?"

"Janji dulu, kagak akan berantem lagi, kagak akan berebut lagi, kagak cubit-cubitan lagi, kagak jewer-jeweran lagi. Kalo melanggar gue hukum, paham?"

"Banyak banget ya, Jae?" bisik Jendra pada Jaegar namun masih terdengar dengan jelas oleh Raka. Bukan hanya Jaegar yang mengangguk dan mengiyakan, tetapi Kanaya juga demikian. Ditambah pandangan mereka yang terfokus pada Raka membuat laki-laki itu tambah jengkel.

26 ALUR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang