Typo tandain!
Jangan lupa vote!
***
Di waktu yang sama, Bian tengah mengaduk-aduk minumannya sembari sesekali mendengarkan pembicaraan ketiga temannya yang entah membahas apa. Sejak tadi, cowok itu berusaha menyimak pembicaraan ketiga temannya namun tak satu pun ia pahami. Entah karena Bian yang sudah terbiasa mengabaikan situasi di sekitarnya, entah karena ia juga jarang bergaul hingga tidak bisa memahami apa yang sedang dibahas oleh ketiga cowok yang asik dengan pembicaraan mereka.
Sifatnya yang berbanding terbalik dengan Jendra membuat putra kedua Aldiandra Dewangga ini kerap kali bertengkar dengan adiknya. Jika Jendra memiliki sifat hiperaktif, mudah bergaul, dan sangat akrab, maka Bian sebaliknya. Cowok ini lebih cenderung pendiam, cuek, dingin, dan hampir tidak peduli sama sekali dengan sekitarnya. Namun walau begitu, di sekolahnya, Bian terkenal dengan parasnya nyaris tak bercelah dan otak yang selancar jalan tol-walaupun jalan tol pun ada macetnya. Bahkan abang dari Najendra Alfhajrin Dewangga ini tidak pernah turun dari ranking satu sekalipun.
Walaupun banyak dikenali, tapi kenyataannya tidak banyak yang mengenal lebih dalam seorang Bian Alfareza Dewangga. Bahkan guru-guru pun tidak tahu persis seperti apa karakter Bian di sekolah, karena cowok itu begitu tertutup di lingkungan luar rumahnya.
Penyebab Bian tidak mau terlalu banyak bergaul dengan orang lain di sekolah adalah pengalaman yang cukup tidak mengenakkan di masa SMP-nya. Kala itu, Bian memiliki dua orang teman, semuanya laki-laki. Pada awalnya, Bian tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada dua temannya itu, hingga akhirnya Bian mengetahui sebuah fakta. Beberapa bulan kemudian, Bian baru mengetahui bahwa kedua temannya itu sering membully siswa-siswi yang lain di sekolahnya.
Bian memang masuk ke dalam kategori anak yang cuek, tapi ia juga tidak tinggal diam setelah mengetahui hal tersebut. Cowok itu maju, ia membela mati-matian korban bully itu tanpa diketahui oleh kedua temannya-yang sudah tidak ia anggap teman. Bian melaporkan mereka, walau awalnya guru-guru tetap acuh, akhirnya karena perjuangan gigih Bian, kedua pelaku pembullyan itu diberikan sanksi dengan di skors selama dua minggu. Keduanya meminta maaf pada korban, namun tidak meminta maaf pada Bian.
Justru mereka menganggap Bian sebagai musuh. Bahkan setiap kali mereka bertemu atau berpapasan, keduanya selalu menatap sinis kepada Bian. Tetapi cowok itu bersikap acuh dan menganggap hal itu sebagai angin lalu.
Semenjak itu, Bian semakin jarang berinteraksi dengan siswa-siswi yang ada di sekolahnya. Menjawab dan menyahuti ucapan orang lain pun hanya jika ditanya dan seperlunya. Tapi Bian tidak munafik, ia juga seorang manusia yang merupakan makhluk sosial dan memerlukan seorang teman dalam hidupnya. Buktinya, setelah cowok itu masuk SMA, ada tiga orang yang selalu dekat dengannya-walaupun Bian masih sering menjaga jarak untuk mencari aman.
Ketiga orang itu adalah Adit, Noval, dan Rangga yang selalu ada di mana pun Bian berada. Terkadang Bian merasa risih dengan ketiganya yang sudah seperti reporter yang tengah mencari-cari narasumber dari berita yang sedang trend. Tapi biarkanlah, mungkin itu salah satu contoh mereka benar-benar tulus dalam membangun hubungan pertemanan dengan Bian. Ada hal yang membuat Bian salut dengan mereka, hal itu adalah kedekatan mereka terhadap satu sama lain. Mereka berbeda kelas, tapi mereka sangat dekat.
"Yan, gak makan?" tanya Adit yang menyadari Bian meninggalkan bekalnya di kelas dan memilih membeli minuman dari pada makan. Noval dan Rangga pun spontan menoleh dan berhenti menertawakan hal yang mereka bahas. Menyadari dirinya yang kini menjadi pusat perhatian, Bian pun menggelang singkat dan memasang senyum di wajah datarnya.
"Gak lapar," jawabnya. Ketiganya mengangguk dan kembali membahas hal yang sempat tertunda. Bian sendiri tidak terlalu tertarik masuk kedalam obrolan mereka, ia hanya ingin menyimak karena menurutnya lebih menghemat tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
26 ALUR ✔
Fiksi Remaja[END] "Dari sekian banyaknya perpisahan, kenapa tidak satu pun dari itu mengajarkanku arti kata 'siap' menghadapinya?" Hanya pertanyaan itu yang kerap melintas di kepala Jendra. Berkali-kali dihantam oleh badai yang tak kunjung mereda, tidak membuat...