22

82 13 3
                                    

Jangan lupa Vote yaaa!

Makasih.

•••••

"Canggung banget sumpah" Keadaan kelas 2-1 sangat canggung saat ini.

Mau ngelawak pun rasanya sungkan. Raden Galleo dan Gibran hanya tersenyum masam melihat terjadinya ketegangan diantara Vion dan Alka. Ditambah lagi Zelva yang sejak tadi hanya diam.

Zira menghela nafas pelan melirik Zelva yang fokus mencatat materi di papan tulis.

Lalu Zira menolehkan kepalanya kebelakang melihat Alka yang menatap intens punggung Zelva. Sedari awal Zelva masuk Alka berusaha berbicara kepada Zelva. Tapi, Zelva hanya mengacuhkannya seolah-olah tidak melihat sosok Alka.

Kalo gini terus bisa-bisa pertemanan mereka yang sudah seperti keluarga bisa hancur.

Tidak, Zira menggeleng. Dirinya tidak akan membiarkan pertemanan ini hancur hanya karna ulah gadis sok polos itu.

"Kenapa Zir?," Tanya Zelva melihat Zira yang menggeleng sembari menutup mata.

Zira membuka matanya dan menyengir. "Gapapa Zel..oh iyaa lo udah nyatet? Liat dong mata gue mines kayaknya"

"Banyak-banyak makan wortel" Zira mengangguk saja dan mulai mencatat.

Sebenarnya Zelva tau kalo Alka memandangnya terus sejak awal. Tapi, Dirinya bersikap bodoamat menganggap Alka hanyalah orang asing.

Bel istirahat pun terdengar. Dan membuat anak 2-1 langsung keluar karna tidak tahan dengan atmosfernya.

Alka menahan tangan Zelva yang ingin pergi ke kantin bersama Zira dan yang lain.

Zelva menepis tangan Alka sedikit kasar. Tapi, Alka tak mempersalahkannya. Justru ia memegang tangan Zelva kembali.

"Denger penjelasan gue dulu yaa? Please..." Lirih Alka. Baru satu hari didiamkan Zelva sudah membuatnya seperti orang kehilangan arah saja.

Viona yang mengerti melihat ketidak nyamanan Zelva langsung melepaskan tangan Alka. "Ayok Zel," Tariknya dan diikuti yang lain.

Raden menepuk pundak Alka. "Sabar, Zelva mungkin butuh waktu buat maafin lo"

Mereka semua sudah mendengar penjelasan Alka kenapa mau mengantarkan Ruby pulang karna Alka merasa terdesak akibat orang-orang yang menyuruhnya untuk mengantar Ruby. Seolah-olah Alka yang bersalah karna sudah membuat Ruby terjatuh.

"Cewe kalo marah paling bentar doang. Tapi, tergantung juga masalahnya. Lo kalo mau Zelva balik kayak dulu yaa berusaha. Tapi, jangan cara kasar apalagi maksa. Yang ada lo sama Zelva bakalan tambah jauh" Kaisar memasukan kedua tangannya kedalam saku celana menatap Alka prihatin.

"Kaisar semenjak pacaran jadi tambah bijak," Gibran menepuk tangannya kagum.

"Jangan kan Kaisar. Raden yang dongo aja tambah pinter" Raden menendang kaki Galleo.

"Ngaca yaa anjir...malah lo semenjak pacaran tambah tolol!"

"Wah sialan lo"

Kaisar dan Gibran menarik kedua pemuda itu keluar yang sepertinya akan memulai perdebatan.

Vion berdiri melewati Alka yang masih terdiam. Ia akan memaafkan Alka ketika Zelva sudah memaafkannya.

Vion juga sebenarnya merasa puas melihat Alka yang uring-uringan karna Zelva menganggapnya tidak ada.

Katanya tidak suka. Tapi, baru satu hari tidak dianggap sudah seperti orang gila. Vion terkikik geli karna temannya itu sangat bodoh yang masih saja menyangkal perasaan suka kepada Zelva. Hanya karna pertemanan yang sudah seperti keluarga membuat Alka menyangkal semua itu.

We Are Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang