Setibanya di rumah sakit, dokter langsung memeriksa Sarina, dan seperti apa yang diduga Melisa, wanita itu memang sudah tidak ada, bahkan kematiannya sudah lebih dari dua jam. Setelah mendengar ucapan dokter, untuk pertama kalinya Melisa melihat suaminya jatuh. Candra bisa menyembunyikan kesedihannya, tetapi Melisa percaya tubuh gagah pria itu tidak sanggup menahannya.
Jenazah Sarina kini sedang diproses. Rencananya hari ini juga Candra membawa Sarina ke Yogyakarta, seperti apa yang diharapkan ibunya. Lelaki itu sudah menghubungi Hutama untuk meminta bantuan. Melisa juga mengabarkan keluarganya untuk langsung ke Jogja saja.
Awalnya Candra kepikiran ingin membawa jenazah ibunya menggunakan pesawat. Namun, regulasinya cukup panjang sehingga makin lama Sarina dikebumikan. Akhirnya menggunakan jasa ambulans. Walaupun lama juga perjalanannya, tetapi lebih baik daripada harus menunggu surat-surat demi bisa masuk kargo pesawat dan jenazahnya terombang-ambing.
Sepanjang perjalanan, Candra benar-benar tidak mau jauh dari peti mati Sarina. Sementara itu, Melisa berada di mobil lain karena Xavier dan Xabian masih butuh air susunya. Sebenarnya Melisa juga bingung. Mau menemani Candra, tetapi anak-anak masih membutuhkannya.
Mereka tiba di Yogyakarta pada sore hari. Sintia, Hutama, Ratna dan Hartanto menyambut kedatangan mereka. Melisa makin merinding kala tenda serta bendera kuning terpasang di depan rumah Sarina. Ia sampai menggenggam erat tangan Xania dan mengelus punggung Xabian di gendongan. Xavier berada di tangan pengasuhnya.
Peti mati Sarina diletakkan di ruang tamu sejenak untuk memberikan kesempatan keluarga serta warga sekitar mendoakan Sarina. Lagi-lagi, Candra tidak mau jauh dari ibunya. Lelaki itu menutup matanya dengan kacamata hitam saat menyambut para pelayat.
"Mama, kenapa Mbah ditidurin di dalam kotak? Terus kotaknya ditutup? Nanti Mbah nggak bisa napas gimana, Ma? Terus kalau ditutup petinya, kan, jadi gelap, Ma. Mbah pasti takut terus manggil-manggil Mama." Xania mulai ceriwis. Sampailah ke bagian yang menurut Melisa sulit dijelaskan. Meminta bantuan Candra sekarang pun tidak mungkin. Ayahnya anak ini sedang kacau pikirannya. Ya, berarti Melisa harus paling waras di sini.
Melisa memutar otak. Mencari kata yang mudah dicerna Xania. Melisa tidak mau menghindari pertanyaan itu, justru dia mau menjelaskan supaya Xania mengerti. Kematian akan menjadi peristiwa yang disaksikan Xania seumur hidupnya.
"Mbah udah nggak bernapas lagi, Kakak. Jadi, nggak apa-apa kalau ditutup petinya." Melisa menjawab sesuai pertanyaan Xania. Jawaban yang sesuai dengan kenyataan juga. Melisa pernah membaca, jangan pernah menyamakan orang mati dengan orang tidur saat menjelaskan kepada anak karena nanti akan membuat anak bingung.
"Kenapa Mbah nggak bernapas lagi, Ma?"
"Karena nyawa Mbah udah diambil sama Allah. Kakak bisa bernapas karena ada nyawa yang ditiup sejak di dalam perut mama. Nah, kalau sudah saatnya, nyawa itu diambil lagi sama Allah, terus orang-orang menyebutnya kematian. Penyebab kematian itu bisa macam-macam, ada yang karena kecelakaan, ada yang karena sudah tua, terus ada yang sakit-sakitan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trio X and Our Family
General FictionSeason 3 ✨✨✨ Punya tiga anak kecil dengan karakter yang berbeda tentu saja membuat hidup Melisa dan Candra lebih berwarna. Ada saja tingkah laku mereka yang kadang menguras kesabaran. Menjadi orang tua memang tidak seindah di cerita-cerita dongeng...