Awal

3 1 0
                                    

Ia menatap ragu-ragu ke arahku, Sabitah menghela napas panjang. "Baginda mengutusku, katanya sebuah ramalan menunjukkan bahwa hanya dirimu yang dapat menyelamatkan kami dari kehancuran, dan kau membawa cahaya harapan ke kaum kami. Makanya aku sangat memohon padamu agar kau datang ke Saujana, kau membawa harapan seluruh rakyat di Saujana."

"Soal Haami, aku yakin dia akan sangat membantu, kau tenang saja, lagipula belum tentu ia dapat masuk ke Saujana, ada ketentuan untuk manusia agar dapat masuk ke Saujana. Aku akan menjelaskannya lain kali saja, aku ingin istirahat, selamat malam Lunar."

"Malam, Bita."

Malam yang indah itu, pikiranku dipenuhi oleh banyak pertanyaan hingga aku menutup mataku.

***

"Hati-hati ya, Aami, jaga Lunar ya. Dia itu ceroboh, kau tau sendiri kan." Kami memeluk ibu bergantian, Haami tersenyum dan menjawab, "Tenang saja Bibi, Lunar akan aman bersamaku."

"Ibu jangan telat makan ya, aku pergi dulu, sampai jumpa."

Kami berangkat menggunakan mobil Haami, ia bilang akan menitipkan mobilnya di rumah temannya. Ibu melambaikan tanganya di depan rumah, aku membalasnya dan tersenyum.
Sabitah duduk di dashboard mobil menghadap ke arahku. "Bita, apakah kami harus membawa koper?"

"Tidak perlu, kami akan menyediakan pakaian untuk kalian, lagi pula barang yang tidak kalian pakai tidak akan bisa mengecil seukuran diriku tau."

Setelahnya hening tak ada percakapan, kami menikmati pemandangan yang tersedia selama perjalanan menuju ke danau.

Akhirnya setelah beberap saat kami sampai di rumah teman Haami, kemudian Haami menghampiri temannya yang telah menunggu di depan rumah, mereka mengobrol sebentar selagi aku bernostalgia di sana.

"Ayo," ajak Haami.

Aku menganggukkan kepala. Kami berjalan ke arah belakang sekolah melewati jalan setapak disamping sekolah yang berdampingan langsung dengan sebuah hutan.

| 15.

SaujanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang