BAB 8: AWAL KITA

597 25 1
                                    

"Pantaulah sampai mana masa lalu berkelana di masa depanmu, kadang itu tidak terlalu buruk."
~Alvino



“Al, kenapa perhatian banget sama gue? Padahal selama ini, ‘kan gue suka marah-marah nggak jelas. Terus gangguin lo, nggak bisa biarin hidup lo tenang. Itu karena lo juga sih, siapa suruh jadi orang nyebelin? Siapa suruh jadi ketua nggak bertanggung jawab?”

Alvin hanya mendengarkan ocehan panjang Kheira. Tangannya yang memegang sendok yang akan dimasukkan ke mulut Kheira membeku ditempat.

“Udah? Tangan gue pegal nih!”

Kheira tersenyum canggung lalu menerima suapan itu. Alvin mengambil gelas yang berisi air lalu memberikannya kepada Kheira.

“Masih ada yang mau dibicarakan lagi, Tuan putri?” Sontak ucapan itu membuat Kheira terdiam.

“Gue serius nanya, Al.”

Alvin tertawa kecil. “Udah sakit juga masih juga cerewet. Makanya jadi orang jangan nakal. Sok an mau menang balapan, naik motor aja nggak bisa.”

Bugh!

“Akh!” Alvin memekik saat Kheira meninju perutnya. Piring yang ia pegang ia taruh di nakas. Alvin meringis. “Tenaga lo kuat banget, Khei!”

Kheira gelagapan. “Eh, sorry, Al. Gue reflek, lo yang ngeselin.”

Di tengah ringisan Alvin, bel rumah mereka berbunyi. “Al, kayaknya ada tamu,” ucap Kheira kepada Alvin yang sedang meringis sambil memegang perutnya.

“Sakit, ya?”

“Ya iyalah.” Alvin keluar kamar dengan raut wajah kesal. Membuat Kheira merasa bersalah.

Beberapa menit kemudian Alvin masuk dengan Bunda Syifa berada di belakangnya. “Ya Allah, Mantu bunda!” pekik wanita itu ketika memasuki kamar Alvin dan Kheira.

Wanita paruh baya itu berjalan cepat ke arah Kheira dan duduk di tepi ranjang. “Mana yang sakit, Nak? Kamu gimana sih, Al. Baru beberapa hari nikah istri kamu udah kayak gini aja. Makanya yang benar jagain istri. Gimana sih?” marah Bunda Syifa.

Alvin yang tengah duduk di sofa memasang wajah masam. Ia sudah tebak, pasti ia yang akan di salahkan. Melihat raut wajah Alvin, Kheira tersenyum canggung.

“Bukan salah Al kok, Bun. Memang Khei aja yang nggak bisa bawa motor,” ucap Kheira.

“Diluar ada Ayah, Erlan, Mami, Papi dan abang-abang kamu, Khei. Nggak mungkin, ‘kan semuanya masuk kamar? Kamu keluar bisa?”

Kheira menelan salivanya kasar. Bagaimana pun cara ia menghindar pastinya Ray dan Jay tau kenapa ia bisa seperti ini. Bisa-bisa motor barunya tidak jadi di kasih. Apalagi motornya yang bernama ‘Kera’ itu ntah kemana semenjak ia jatuh semalam.

‘Haha, takut lo, kan?’ batin Alvin tersenyum.

“Aduh, Bunda! Nggak bisa! Kaki Khei sakit banget! Aduh!” ringis Kheira berpura-pura. Kakinya memang sakit tapi tidak sesakit itu, ia hanya tidak ingin bertemu dengan Abang kembarnya itu.

“Oh My anak gadis mana?” Tiba-tiba saja Mami Meisya menampakkan diri di depan pintu ruangan. Ia sempat mendengar ringisan Kheira tadi.

“Apa yang sakit, Nak? Apa yang sakit, Sayang?” Dengan bar-barnya Mami Meisya menangkup wajah Kheira dan sesekali mengusapnya.

Kheira mati kutu. Kalau sudah seperti ini pasti akan terjadi sesuatu yang sejak tadi tidak ia inginkan.

“Kaki, Mi.” Mami Meisya langsung beralih ke tempat kaki Kheira berada, sedikit bengkak namun tidak terlalu parah.

Pak!

“ADUH!” ringis Kheira saat Mami Meisya menepuk kakinya yang sakit.

“Lebay kamu. Gini doang sakit,” cibir Mami Meisya. “Pasti karena motor lagi, ‘kan?”

Kheira menampilkan cengiran khasnya.

Mami Meisya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Hobinya sama kayak kita dulu, Fa,” ucap Mami Meisya kepada Bunda Syifa.

“Lagian kamu juga, Al. Udah tau istri kamu nakal kayak gini, bukannya dilarang malah dibiarin aja. Jatuh, ‘kan, jadinya!” ucap Bunda Syifa menyalahkan Alvin.

Kheira meringis merasa tidak enak karena Alvin yang disalahkan. “Bunda, jangan salahin Alvin, emang Khei aja yang nakal.”

“Ngaku juga lo, kalau lo nakal!” cibir Alvin melipat tangannya di dada dan bersender di sofa.

Kheira menatap tajam Alvin. Kalau kakinya nanti bisa di fungsikan dengan baik, ia berjanji akan menendang wajah lelaki menyebalkan yang sayangnya telah menjadi suaminya itu.

“Kalian kayak gini jadi ingat masa kecil kalian dulu,” ucap Bunda Syifa.

Mami Meisya mengangguk setuju. “Iya, nggak ada yang mau kalah dan disalahin. Tapi lucunya dulu Alvin selalu nangis.”

Alvin merasa tak terima. “Mana ada, aku nggak pernah kenal orang nyebelin kayak dia dulu!” bantah Alvin.

“Perasaan aku nggak punya teman kayak dia deh, Mi.”

“Kalian mana tau. Udah lupa mungkin. Asal kalian tau, perjodohan ini karena perjanjian kalian waktu kecil dulu. Kalian sendiri yang mau dijodohin.”

Alvin dan Kheira sama-sama terkejut. “HAH?” kaget mereka bersamaan.

“Heh! Kamu anak cengeng!” Seorang gadis kecil yang bergaya tomboy berdiri sambil berkacak pinggang di depan seorang bocah yang sedang membenarkan rantai sepedanya.

“Apaan, sih, kamu? Ada masalah sama Al?” ucap bocah lelaki itu mendongak menatap gadis kecil yang selalu mencari masalah dengannya itu.

“Kheira! Jangan ngerusuhin Al terus, Nak!” teriak Mami Meisya yang sedang duduk bersama Bunda Syifa di salah satu kursi taman.

“Enggak, Mamiku yang cantik! Khei Cuma mau ajak main dia aja!” seru Kheira kecil menunjuk ke arah Alvin kecil yang sedang membenarkan rantai sepedanya.

Bruk!!

“Ih! Nyebelin banget, sih, ni sepeda! Buang aja lah!” gerutu Alvin menjatuhkan sepedanya.

“Kamu lebay banget, sih? Masa ini aja nggak bisa?” Kheira kecil mendirikan sepeda itu dan menurunkan standar sepeda sehingga sepeda tersebut berdiri sempurna.

Gadis kecil itu jongkok di samping sepeda dan membenarkan rantai sepeda tersebut. Sementara Alvin berdiri dan menatap kesal sepedanya dengan melipat tangan di dada.

“Selesai!” seru Kheira membuat Alvin melongo.

“Waw! Kamu hebat banget. Nggak nyangka!” ucap Alvin, bocah itu bertepuk tangan dengan senang.

Kheira menatap tangannya yang hitam karena oli sepeda. Lalu beralih ke wajah putih nan polos Alvin kecil. Sebuah ide terlintas dipikirannya. Lalu dengan jahil gadis itu mengusap tangannya ke wajah Alvin sehingga wajah bocah tersebut hitam dan kotor.

“Ih! Kamu jorok!” kesal Alvin mengusap wajahnya dan menatap jarinya yang hitam.

Kheira kecil tertawa kencang. Wajah Alvin terlihat lucu baginya. “Hahahaha! Kejar aku kalau bisa!”

Kheira berlari mengelilingi taman tempat mereka bermain. Alvin mengejar Kheira dari belakang. Sehingga gadis kecil itu menemukan jalan buntu.

Alvin kecil tersenyum kencang. “Hahaha! Sekarang kamu terjebak! Nggak bisa lari!”

Kheira tak kehabisan akal. Gadis itu memanjat pohon yang berada di sampingnya hingga ke puncak pohon itu.

“Kamu curang! Kok kamu manjat, sih!” seru Alvin kecil menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal.

“Kejar aku kalau bisa! Wle ....” Kheira mencibir Alvin dengan menjulurkan lidahnya.

“Kalau aku dapatin kamu, kamu harus nikah sama aku!” Wajah Alvin yang hitam itu mendongak ke arah Kheira di atas sana.

Sementara gadis kecil itu hanya mengetuk-ngetuk dagunya. “Nikah itu apa?” tanya Kheira polos. “Nama motor, ya?”

Kheira gadis berumur 6 tahun itu sudah tau tentang motor. Karena Papi dan Maminya adakah pecinta motor.

“Enggak! Nikah kayak Ayah sama bunda aku!” ucap Alvin.

“Hah?” Kheira menatap ke bawah dimana Alvin berdiri. “Kayak Mami dan papi aku dong?” tanyanya.

“Em ....” Alvin tampak berfikir. Otak polosnya sedang bekerja. “Apa bunda ayah aku sama papi mami kamu sama?” tanya Alvin.

“Kan mami papi aku sama ayah bunda kamu udah gede!” seru Kheira.

“Aku juga udah gede!” bantah Alvin memperlihatkan otot kecilnya.

Kheira yang berada di atas pohon tertawa. “Kalau kata Abang Jay orang yang gede itu nggak pernah nangis. Kamu, ‘kan, cengeng!” cibir Kheira.

Alvin merungut kesal. “Pokoknya kalau aku dapatin kamu, kamu harus nikah sama aku kalau kita udah besar!” ucap Alvin menatap Kheira sengit.

Kheira mengangguk. “Coba aja kalau bisa.”

Alvin memang tidak bisa memanjat. Namun otak polosnya bisa bekerja sehingga ia menarik jari kaki Kheira yang tergapai olehnya. Kheira yang tak siap itu harus jatuh diketinggian dua meter dengan Alvin yang berada dibawahnya.

Mami Meisya dan Bunda Syifa tertawa saat menceritakan itu. “Iya, waktu itu kalian masih polos banget.”

“Terus pohonnya gimana, Mi?” tanya Kheira.

Alvin menatap sengit ke arah Kheira. “Heh? Lo nggak nanyain gue yang lo impit di bawah?” tanya Alvin nyolot.

“Lo yang bego! Ngapain narik kaki gue!” bantah Kheira.

“Kalian nggak mau nanyain kelanjutannya?” tanya Bunda Syifa.

“Kelanjutannya?”

Bunda Syifa mengangguk. “Setelah jatuh itu kalian sama-sama pingsan. Alvin sampai sakit pinggang dulu itu. Kamu berat banget Khei.”

Kheira mendelik. “Mana ada! Dia aja yang lebay, dihimpit gitu doang pingsan!”

“Nggak nyangka. Sekian lama gue nggak tau kabar tentang bocil cengeng itu, ternyata bocil cengeng itu lo, Al!” Kheira tertawa.

“Gue yang sial. Ternyata cewek jadi-jadian itu lo!” balas Alvin tak kalah ketus.

Mereka berdua saling memberi tatapan sinis, sehingga membuat atmosfer di sekitar sana terasa dingin. Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar menampakkan Jayden dan Erlan yang sedang bergandengan memasuki kamar.

“Hallo, Kakak Khei!” sapa Erlan melambaikan tangannya ke arah Kheira.

“Mampus lo, Khei. Ray udah tau tentang selamalam dari si Rey, motor lo baka dia jemput di bengkel hari ini,” ucap Jayden menakut-nakuti.

Kheira panik. “Mami, bilangin bang Ray, jangan kayak gitu lah! Itu motor baru Khei kemaren. Masa mau disita lagi?”

Mami Meisya menggedikkan bahu tak acuh. “Derita kamu, Khei.”


ISTRI NAKAL PAK KETUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang