BAB 22: MAYBE

480 20 0
                                    

           "Setidaknya kalau lo mau bahagia, jangan usik            kebahagiaan orang lain. Omongan dan pengakuan nggak akan dihargai kalau tanpa adanya bukti.”

Kheira menopang kedua tangannya di wastafel. Gadis itu memandang dirinya di pantulan cermin menatap seluruh wajahnya.

“Kenapa sekarang kamu jadi lemah, Elis.” Kheira menatap cermin tepat bayangan seseorang yang berada di belakangnya.

“Gue nggak lemah. Jangan pernah bilang gue lemah. Gue anggap lo sebagai sahabat terbaik gue dulu, Ni. Tapi lo nusuk gue dari belakang,” ucap Kheira.

Annisa menatap Kheira di pantulan cermin tersebut. “Aku nggak pernah yang namanya nusuk kamu dari belakang, Khei. Aku cuma mau buktiin ke kamu, kalau Adrian itu bukan cowok yang baik. Bukan Adrian yang kamu pikirin kemaren. Dan aku buktikan semuanya, bahwa Adrian itu nggak serius sama kamu. Seharusnya kamu berterimakasih sama aku, karena aku kamu tau sifat asli Adrian,” ucap Annisa.

Kheira tersenyum tepatnya tersenyum sinis. Gadis itu berbalik menatap Annisa yang bersedekap dada di hadapannya.

“Yang gue tau, lo itu penikung. Dan lo bangga karena udah nikung sahabat lo,” ucap Kheira menunjuk Annisa dengan jari telunjuknya.

Annisa tampak terkekeh pelan. “Kamu nggak sehancur aku dulu, Lis. Kamu nggak tau gimana rasanya hidup penuh dengan ancaman dan tekanan---“

“Dan lo nggak tau rasanya hidup penuh trauma karena orang ketiga, Anni!” sentak Kheira memotong perkataan Annisa.

Annisa menepis pelan tangan Kheira yang berada di hadapan wajahnya. Ia terdiam sejenak kala melihat Kheira sudah emosi.

“Nggak papa, Lis. Aku nggak seberuntung kamu. Kamu punya segalanya, kamu punya keluarga lengkap, kebahagiaan dan juga kesehatan. Aku juga pengen kayak kamu, nggak hidup dengan penuh kekurangan kayak gini,” ucap Annisa.

“Gue nggak mau tau tentang hidup lo. Yang harus lo tau, gue nggak sesempurna yang lo lihat. Mungkin keluarga lengkap dan harta lo benar, kesehatan belum tentu, dan bahagia. Lo bahas tentang bahagia? Hidup dalam keadaan trauma itu nggak enak. Lo pengen kayak gue? Tapi nggak usah rebut apa yang gue punya!” ujar Kheira.

Annisa menunduk, gadis itu terdiam. “Aku bukan perebut, ya!” bantahnya.

Kheira berdecih. “Perebut. Sama kayak maling, ngambil sesuatu yang bukan hak ataupun punya dia. Nggak ada maling yang mau ngaku, bahkan pelakor pun nggak terima kalau dipanggil PELAKOR!” tekan Kheira di akhir perkataannya.

“Aku kira kita sahabat. Bahkan dulu, aku tau duluan tentang masa lalu mama sama orang tua kamu, aku coba nyingkirin itu karena kamu baik banget sama aku. Kita sahabatan 3 tahun, Lis. 3 TAHUN!” tekan Annisa menunjukkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manisnya yang tegak di depan wajah Kheira.

“Aku pikir, dengan sahabatan dan bersikap baik serta menyayangi kamu sebagai sahabat adalah bentuk penebusan aku atas dosa mama di masa lalu. Aku bukannya rebut Rian dari kamu, aku cuma mau membuktikan kalau Adrian itu cowok nggak baik. Nggak pantas sama kamu yang baik banget sama semua orang. Aku kagum sama kamu, tapi kamu malah salah paham dan bilang aku nikung kamu. Dan sekarang terbukti, setelah dia mencampakkan aku, dia kembali mengejar kamu atas nama cinta,” lanjutnya.

“Lo berharap gue percaya sekarang? Semuanya terlambat, Ni. Lo selamanya akan jadi perebut dan penikung!” ucap Kheira. Kheira menghela nafas berat, ia melangkah meninggalkan Annisa.

“Bagaimana dengan Alvin?”

Langkah Kheira terhenti.

“Harusnya aku sadar dari dulu, Lis. Kalau seandainya aku bisa buktiin ke kamu, aku pengen jadi sahabat kamu lagi. Dibenci itu sakit, Lis ... Sakit banget ...,” lirih Annisa.

“Semoga kamu bahagia, aku nggak akan ganggu hidup kamu lagi. Aku akan pergi selamanya dari hidup kamu setelah ini. Bahagia, Elis. Sepanjang hidup aku, kamu sahabat terbaik aku. Masa-masa berteman dan bersahabat dengan kamu adalah masa paling terkesan dalam hidup aku. Terima kasih, kamu pernah mewarnai hari gadis penyakitan seperti aku ini,” lirih Annisa. Annisa menyeka air mata yang sejak tadi mengalir di pipinya.

Tanpa sadar setetes air mata keluar dari sudut mata Kheira. Entah kenapa, ia bisa merasakan ketulusan dalam setiap ucapan yang di lontarkan Annisa yang sialnya ia benci.

“Aku cuma mau minta maaf sama kamu. Dari kecil kamu hidup penuh trauma karena mama. Bahkan aku menambah trauma kamu 3 tahun lalu. Aku udah jelasin semuanya, aku harap kamu ngerti, ya dan maafin aku. Jujur, aku kangen kita yang dulu. Andai aku bisa ceritain rencana aku dulu sama kamu tanpa bertindak sendiri, mungkin sampai sekarang kamu masih percaya sama aku.”

Air mata Kheira mengalir dengan deras. Gadis itu mencoba untuk menahan isakannya agar tak terdengar oleh Annisa.

Annisa menatap punggung Kheira yang membelakanginya. “Alvin, aku tau kamu sayang dan cinta sama dia. Dia laki-laki baik, nggak kayak Adrian. Kamu harus jaga hubungan sama dia, kamu harus percaya sama dia. Jangan biarkan orang lain rebut dia, dia kebahagiaan kamu nantinya.”

“Jangan ketemu Adrian. Dia itu berbahaya. Aku khawatir kamu nggak akan bisa lawan dia sendiri. Yang terpenting jaga diri. Aku sayang kamu,” lanjut Annisa.

Kheira berlalu pergi setelah Annisa menyelesaikan ucapannya. Sementara Annisa menyeka air matanya. Gadis itu juga ikut keluar dari toilet.

Ternyata selama percakapan, Annisa maupun Kheira tidak menyadari seseorang yang berada di salah satu bilik toilet.

Seseorang itu mengepalkan tangan mendengar percakapan antara Annisa dan Kheira. “Bahkan gue nggak akan biarin Kheira bahagia sama Alvino. Vino Cuma milik gue,” gumam seseorang tersebut.

Seseorang tersebut adalah orang yang membenci hubungan Kheira dengan Alvin. Sekarang ia mengerti kelemahan Kheira sebagai lawannya. Ia tersenyum miring setelah sebuah ide terlintas di benaknya.




ISTRI NAKAL PAK KETUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang