28. PERTENGKARAN

478 20 0
                                    

"Dan sekali lagi, saat ku ingin percaya kau kembali menggores luka lama yang belum sempat kering. Terima kasih."

~Elista Kheirana.

Alvin mendongakkan kepalanya saat sebotol air mineral berada di depannya. Ia mendongak melihat siapa yang memberikannya. "Terima kasih, tapi gue punya minuman kok," tolak Alvin ketika melihat siapa yang memberikannya minuman.

Dyana mendengus. "Terima aja, aku udah susah-susah beli loh!"

"Lagian gue juga nggak suruh lo beli, 'kan?" ucap Alvin acuh. Cowok itu membenarkan tali sepatunya membiarkan Dyana terus berada di depannya.

Dyana tersenyum miring, gadis itu mencengkram dagu Alvin agar menatapnya. "Dy, lo apaan, sih? Lepas!" sentak Alvin menepis kasar tangan Dyana.

Dyana tak tinggal diam, sebuah kecupan hangat mendarat di pipi kiri Alvin membuat cowok itu terkejut dan tepat saat itu juga seseorang memotretnya dari kejauhan.

"Heh lo!" sentak Janson mendorong Dyana sehingga gadis itu terhuyung ke belakang. "Enak aja main nyosor, lo siapa emang? Ceweknya aja belum pernah cium dia!"

Dyana diam, gadis itu hanya tersenyum menandakan bahwa rencananya berhasil dan tak ada gunanya menjawab ucapan Janson.

"Dasar parasit lo. Lo berharap bisa hancur hubungan gue sama Kheira? Mimpi jangan ketinggian, Dy," ucap Alvin.

Dyana mendengus sebal. Gadis itu berbalik meninggalkan Alvin dan Janson dengan kaki yang dihentak-hentakan.

"Ya ampun, Pa. Hapuslah jejak virus ini dari papa, nanti kalau mama tau, mama pasti marah, Pa!" ucap Janson menggosok-gosok pipi Alvin bekas kecupan Dyana tadi.

Alvin bergidik geli. "Ya ampun, Nak. Tolong papa, nanti kalau mam tau, papa bisa tidur di luar malam ini," ujar Alvin ikut menggosok-gosok pipinya.

Kenzie yang baru datang mendatarkan wajahnya. Ada apa dengan kedua temannya tersebut? Apakah ada hal yang membahayakan.

"Normal lo berdua! Kasihan, Kheira mau di kemanain?" ucap Kenzie. Alvin mendorong Janson menjauh ia mengusap pipinya kencang untuk menghilangkan bekas Janson dan Dyana.

"Santai dong, Pa. Anakmu kesakitan ini," ringis Janson.

Dari kejauhan Dyana menatap kesal ke arah Alvin yang menggosokkan pipi dengan telapak tangan seolah-olah Dyana memang kuman yang menjijikkan bagi cowok itu. Namun foto yang ia dapat tadi membuat senyumnya mengembang. Gadis itu mengirim foto ia yang mencium pipi Alvin ke nomor yang ia tuju.

Alvino lagi sama aku nih. Kamu nggak papa, 'kan, Khei? Jangan marah-marahin Alvino, ya? Soalnya dia bosan sama kamu

Foto dan pesan terkirim membuat senyum miring tercetak di wajah cantiknya yang terlihat polos tersebut. Gadis itu membayangkan. Bagaimana perasaan Kheira dan hancurnya hubungan mereka, itu adalah moment yang sangat-sangat ia tunggu.

***

"Thank you, Jan!" teriak Alvin ketika Janson sudah mengantarkannya pulang. Janson mengacungkan jari jempolnya lalu menancap gas meninggalkan Alvin.

Alvin menggenggam sebelah tali ranselnya. Yang dibayangkan cowok itu adalah mandi dengan air yang segar lalu menikmati empuknya kasur yang berada dalam kamarnya.

"Assalammualaikum."

Alvin menutup pintu dengan pelan. Suasana rumah berlantai satu itu sunyi. Ia menatap Kheira yang berada di ruang tamu tengah bermain ponsel dengan jarak yang sangat dekat.

"Minus nanti mata lo, liat hp sedekat itu," ujar Alvin.

Alvin heran saat Kheira tak menanggapi ucapannya. Gadis itu masih tetap sama, menatap ponselnya dengan serius seakan yang dilihatnya adalah hal yang sangat-sangat penting.

"Lo darimana?"

Alvin semakin bingung. "Kan gue udah bilang sama lo tadi. Gue eskul basket sama Janson dan Kenzie," jawab Alvin. Cowok itu berjalan ke arah kamar namun ucapan Kheira menghentikan langkahnya.

"Eskul basket atau pacaran sama Dyana?"

Alvin membalikkan badannya menatap Kheira yang telah berdiri dengan tangan bersedekap dada dan menatapnya seolah menyimpan kebencian.

"Maksud lo apa, sih? Kan gue udah bilang dan Janson juga udah bilang kalau gue cuma mau eskul basket."

Alvin berjalan mendekat ke arah Kheira. Cowok itu tersentak kala sebuah tamparan menyapa permukaan kulit pipi kirinya.

"Harusnya kalau lo emang nggak cinta sama gue nggak usah ngaku-ngaku dan bilang kalau lo cinta sama gue! Ini yang lo bilang cinta sama gue? Ini yang lo bilang eskul basket?"

Kheira mendekatkan layar ponselnya ke wajah Alvin, menunjukkan foto dari nomor yang tak dikenal. Foto dimana Dyana sedang mencium pipi kiri Alvin.

"Khei. I-itu salah paham," ucap Alvin terbata-bata.

Kheira melempar kasar ponsel itu ke sofa. Gadis itu menatap Alvin dengan mata yang menyorotkan penuh kebencian.

"Harusnya kalau lo emang nggak cinta sama gue, nggak usah kasih gue harapan. Nggak usah bertindak seolah-olah lo cinta gue. Gue benci sama cowok munafik kayak lo. Mungkin yang lo bilang di malam itu bahwa lo menyesal nikah sama gue itu benar. Gue terima lo bilang kayak gitu daripada lo bilang bahwa lo cinta gue tapi kelakuan lo sampah kayak gini." Kheira menunjuk kasar wajah Alvin dengan telunjuknya.

Alvin bisa melihat dengan jelas kekecewaan yang besar dalam tatapan Kheira terhadapnya. "Khei, tapi itu bukan yang kayak lo pikirin. Percaya sama gue," lirih Alvin.

Kheira berdecih. "Apa yang bisa gue percaya dari lo kalau perilaku lo aja nggak membuktikan ucapan lo. Laki-laki itu yang di pegang omongannya, Al. Gue lebih baik dengar kata benci dari mulut lo dari pada cinta yang enggak sesuai kenyataan."

"Tapi, Khei—"

"Asal lo tau, Al. Gue kira lo emang tulus cinta sama gue, dari perilaku lo selama sebulan pernikahan kita ini gue mulai percaya sama lo. Gue udah bertekad untuk menjadi istri yang baik mulai hari ini, tapi ini balasan lo buat gue!" bentak Kheira.

"Lo tau, 'kan? Kalau gue udah cemburu dan marah-marah karena lo dekat sama cewek lain artinya gue udah cinta sama lo!"

Alvin membulatkan matanya, ia menatap manik mata Kheira yang mulai berkaca-kaca. "Khei—"

"Tapi apa? Ini yang gue dapat. MAKASIH, AL. MAKASIH UDAH BUKTIIN KE GUE BAHWA LAKI-LAKI ITU EMANG NGGAK HARUS DIPERCAYA, LAKI-LAKI ITU EMANG NGGAK PANTAS DICINTAI! SEHARUSNYA GUE EMANG NGGAK PERNAH MAU BUKA HATI BUAT LO! SEMUA COWOK ITU SAMA AJA! TUKANG SELINGKUH! PENGKHIANAT! GUE BENCI SAMA LO, ALVINO REANDRA!"

BRAK!

Alvin memejamkan matanya saat pintu kamar dibanting keras oleh Kheira setelah memasuki kamar. Cowok itu menarik rambutnya frustasi. Kenapa masalah baru datang lagi?

Cowok itu menatap sekeliling dan tanpa sengaja ia menatap makanan yang tersusun di meja makan. Keningnya berkerut. Apakah Kheira yang memasaknya?

Gue udah bertekad untuk jadi istri yang baik mulai hari ini.

Rasa bersalah menjalar di hatinya ketika mengingat kata-kata itu. Ia tau betapa kecewanya Kheira sekarang. Ia akan memberi waktu untuk Kheira menenangkan diri dan akan menjelaskan semuanya di waktu yang tepat.

Tok tok tok

"Khei, buka pintunya."

Pintu terbuka, membuat senyum Alvin mengembang. Namun seketika wajah yang penuh senyuman itu ditutupi beberapa baju, selimut dan bantal hingga mengenai seluruh tubuhnya.

"Terserah lo mau ngapain. Nggak usah tidur di kamar gue. Mau di kamar tamu, di sofa, di kamar mandi terserah lo. Gue benci sama lo!"

Bersambung ...

ISTRI NAKAL PAK KETUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang