BAB 16: DENDAM ITU ADA

470 18 0
                                    

Seperti yang aku bilang, kalau kamu membiarkan masa lalu menghantuiku, perlahan masa lalu itu akan menghancurkanmu”
~Elista Kheirana



Seperti ucapannya semalam, Alvin benar-benar menjauhkan Kheira dari Adrian. Contohnya saja sekarang, mereka baru tiba di parkiran namun Adrian sudah menghampiri Kheira.

“Jauhin tangan lo dari cewek gue!” tegas Alvin menepis tangan Adrian dari lengan Kheira.

“Gue nggak ada urusan sama lo, ya,” ucap Adrian menatap tajam Alvin.

“Kheira cewek gue, urusan Kheira juga urusan gue. Ngerti?” tanya Alvin kepada Adrian.

Adrian diam. Cowok itu menatap Alvin dan tersenyum sinis. “Gue mantannya dan sebentar lagi jadi cowoknya.”

“Maksud lo apaan?” tanya Alvin.

Adrian tersenyum. Cowok itu mendekat ke arah Alvin. “Sayangnya lo dapat bekas gue,” bisik Adrian.

“Anjing!”

Bugh!

Alvin emosi dan membogem wajah Adrian. “Cewek gue nggak murahan, ya. Lo nggak usah jelek-jelekin Kheira didepan gue. Lo yang brengsek!” marah Alvin.

“Al, udah. Nggak usah diladenin orang gila kayak dia,” ucap Kheira menarik lengan Alvin yang masih terkepal kuat. Gadis itu menggenggam tangan Alvin untuk meredakan emosi suaminya tersebut.

“Gue gila karena lo, El. Gue cinta sama lo, sampai kapanpun gue akan ngejar Lo walaupun punya cowok sekalipun!”

Bugh!

Sekali lagi Alvin membogem wajah Adrian. “Selama gue masih hidup, gue akan jagain Kheira dari laki-laki brengsek  kayak lo!”

Setelah memberikan peringatan kepada Adrian, Alvin menarik tangan Kheira untuk ke kelas bersamanya. “Mungkin kemaren gue biarin dia deketin lo, tapi tidak dengan sekarang dan selamanya,” gumam Alvin yang terdengar oleh Kheira.

Kheira masuk ke kelas dengan tangan Alvin yang masih menggandengnya. Membuat penghuni kelas heboh.

“Widih, pak ketu sama bu ketu udah jadian aja nih, ye,” ucap Janson yang duduk di bangkunya.

Jesi yang semula fokus dengan ponselnya mendongak ketiak Janson bersuara. “What the—ini seriusan? Seorang Kheira yang dikenal benci sama Alvin sekarang udah jadian?” kaget Jesi tak habis pikir.

Kheira duduk di bangkunya, sama halnya dengan Alvin yang duduk di bangkunya yang terletak di belakang bangku Kheira.

“Sekarang aku wakil ketua bukan Kheira.”

Ucapan itu membuat hebohan Jesi terhenti dan menatap orang yang berbicara dengan sinis. Sama halnya dengan siswa-siswi lain, ternyata mereka juga tidak menyukai keberadaan Dyana sebagai pengganti Kheira menjadi wakil ketua kelas.

Mereka lebih suka Kheira yang menjadi wakil ketua kelas. Karena mereka menyukai Kheira yang tegas walaupun galak. Daripada Dyana yang lembut tapi seperti air yang diam-diam menghanyutkan.

Gue lebih suka Kheira yang blak-blakan daripada dia yang munafik

Iya, sok lembut banget

Iya, sih, walaupun Khe galak tapi dia asik orangnya

Daripada Dyana yang sok asik itu.

Dyana yang sedang duduk di bangkunya itu mengepalkan tangan mendengar ocehan orang-orang dikelasnya.

“DIEM DEH, DI KELAS NGGAK BOLEH BERISIK!” ucap Dyana membuat mereka semakin mencibir.

“Males banget gue ngeliat dia. Jadi wakil ketua kelas aja belagu gayanya,” ucap Jesi memandang tak suka ke arah Dyana yang menurutnya sok-sokan.

“Udahlah, males banget gue.” Kheira merebahkan kepalanya di meja. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Ia benar-benar lupa, ia bingung kenapa bisa di rumah orang tuanya ketika bangun tadi pagi. Padahal malam itu ia dan Alvin akan pulang ke rumah mereka.

“KHEI! JES!” Rissa yang berlari ke arah mereka dengan tas yang masih tersandung di kedua bahunya. Gadis itu terlihat tergesa-gesa.

“Lo apaan, sih, Ris? Baru datang udah heboh bener,” ucap Jesi.

Rissa mengebrak-gebrak pelan meja Kheira. “Serius, Khei. Sumpah. Ternyata yang lo ceritain kemarin itu valid banget. Gue ketemu Anni tadi,” ucap Rissa heboh.

Degh

Kheira terdiam. Mendengar nama Annisa kembali membuatnya diam. Pikirannya terhadap masa lalu kembali melayang.

Sementara Adrian yang baru masuk mendengar semua itu. “Anni?” gumamnya.

Alvin yang mendengar nama Anni yang tadi malam didengarnya itu mendongak menatap Rissa. Namun cowok itu hanya diam dan mendengarkan.

“Khei? Okey, ‘kan?” tanya Jesi melihat Kheira yang terdiam.

“Lo nggak ngarang, ‘kan, Ris?” tanya Kheira. Ia berharap yang dilihatnya kemaren itu hanyalah halusinasi, namun ternyata ada orang lain yang melihat itu.

“Udah, Khei. Selama dia nggak ganggu lo, lo nggak papa. Ada kita disini yang nemenin lo, Khei,” ucap Jesi merangkul Kheira yang berada di sampingnya.

“Iya, Khei. Gimana pun itu kami selalu ada dipihak lo, kita sahabat lo, nggak ada sahabat yang kayak Anni yang busuk sahabatnya sendiri dari belakang,” ucap Rissa.

“Iya, Khei. Lagian dulu cowok lo juga brengsek, selingkuh sama sahabat lo sendiri,” ucap Jesi melirik Adrian dengan sorot matanya.

Adrian yang merasa tersindir berdecak. “Ngomong sama gue langsung disini. Nggak usah nyindir kayak gitu,” ucap Adrian.

“Eh, anjing! Lo nantangin gue? Ya udah sini, duel kita!” ucap Jesi berdiri dari duduknya.

“Perempuan belagu lo, disakitin dikit doang nangis,” ucap Adrian. Cowok itu tidak tau bahwa Janson telah mengepalkan tangannya.

Bugh!

“Janson!” teriak Jesi saat Janson membogem wajah Adrian.

“Karena seharusnya perempuan itu nggak disakitin. Cuma lelaki pengecut yang nyakitin dan mainin perempuan,” ucap Janson.

Adrian berdecih. “Yakin? Lo nggak sadar diri? Lo juga pernah nyakitin Jesi,” ucap Adrian.

“Lo nggak tau masalahnya lebih baik lo diam! Anak baru disini, belagu lo. Gangguin Khei sama Jesi juga.”

Adrian menatap ke arah Jesi. “Cewek lo aja yang sok-sokan,” ucap Adrian.

Janson mengepalkan tangannya, ingin memukul lelaki di depannya lagi namun tangannya ditahan oleh Alvin. “Jangan cari ribut di kelas gue, gue bertanggungjawab di sini,” ucap Alvin.

Janson menurut, ia kembali duduk di bangkunya walaupun tatapannya masih menatap Adrian tajam.

“Gue yakin, Anni pasti nggak akan kerecokin lo lagi. Tapi gue nggak bisa pastiin,” ucap Jesi.

Kheira masih terdiam. Pikirannya dipenuhi tentang Annisa. Pengkhianatan memang tidak bisa di maafkan. Apalagi faktanya Annisa merupakan anak Anna, wanita yang merusak hidupnya dulu.

Ia tidak yakin, Annisa akan membiarkan hidupnya tenang.

***
Kheira mencuci tangannya di wastafel. Ia menatap dirinya di kaca. “Lo kenapa sekarang jadi lemah, Khei? Pengkhianat memang orang yang paling lo benci. Bukan orang yang lo takuti. Ayo, Khei, Lo pasti bisa,” monolognya.

Kheira berbalik namun ia menabrak seseorang di belakangnya.

“Akh, sorry gue— El?”

Kheira yang semula menunduk, mendongak menatap orang yang memanggilnya. Tubuhnya mematung melihat orang itu.

Annisa, gadis berkepang satu itu kembali menampakkan diri. Gadis itu tersenyum tanpa rasa bersalahnya.

“Aku kira kamu bahagia setelah aku ngalah dan biarin kamu bahagia sama Rian,” ucap Annisa. Gadis itu bersedekap dada dan menopang tubuhnya di dinding terdekat.

“Sorry, kita nggak kenal.” Kheira berjalan keluar toilet, namun Annisa mencekal tangannya.

“Kita belum selesai, Sahabatku. Kamu nggak mau nyapa sahabat terbaik kamu ini, Khei?” tanya Annisa.

Kheira menghela nafas, ia menatap Annisa yang tersenyum ke arahnya. “Nggak usah pura-pura lupa, Ni. Lo udah hancurin semuanya. Gue kira memang lo sahabat gue, tapi itu dulu. Sekarang gue nggak kenal sama lo,” ucap Kheira.

“El, aku nggak lupa. Aku nggak lupa semuanya. Kamu jangan merasa tersakiti disini. Aku yang lebih dulu mengenal Adrian, dan kamu yang rebut Adrian dari aku. Aku hanya merebut kembali milik aku, tali sayangnya aku punya sahabat playing victim kayak kamu,” ucap Annisa.

Kheira menatap Annisa nyalang. “Gue paling benci sama yang namanya pengkhianat. Ternyata gen nyokap lo lebih dominan, ya? Makanya anaknya sama nyokap ya,” ucap Kheira.

Plak!

“Nggak usah bawa-bawa mama aku, kamu yang perebut. Kamu yang rebut Rian dulu dari aku dan kamu yang merasa tersakiti. Kamu munafik, El!” ucap Annisa menampar pipi Kheira.

Plak!

“Lo pikir, Annisa! Pikir pakai otak lo dan hati lo. Kita sama-sama perempuan, tapi lo jahat banget sama gue. Gue kira Lo sahabat gue, ternyata lo nggak lebih dari penusuk dan penikung sahabat sendiri. Tingkah lo sama murahannya sama nyokap lo itu,” ucap Kheira menampar balik Annisa.

Annisa tertawa. “Apa bedanya sama kamu? Oh, iya, aku lupa. Kamu gila, ‘kan? Tenang aja, aku udah dengar kabar sekarang kamu pacaran sama Alvino. Gimana kalau aku tikung dan tusuk kamu dari belakang juga? Bukannya itu kamu mau, Elista?”

Kheira benar-benar menatap tajam ke arah Annisa. “Kalau memang bibitnya pelakor, pasti nurun pelakor sampai keturunannya. Pantes aja bokap lo ninggalin emak lo dulu, mungkin dia sadar lo sama nyokap lo emang murahan!”

Kheira berlalu pergi setelah mengatakan itu. “ Lihat aja, Khei. Sampai kapanpun itu aku akan lindungi kamu dari Adrian. Maafin aku,” gumam Annisa menatap kepergian Kheira.

ISTRI NAKAL PAK KETUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang