Bab 30: Duo J

750 26 0
                                    

"Jujur aja, Ca. Nggak usah gengsi."

Jesi bisa merasakan deru nafas Janson dengan jarak yang sangat dekat. Gadis itu menahan nafas, rasanya nafas Jesica tercekat dengan jantung yang berdegup kencang.

"Awas, Janson. Pengap. Lo ngapain, hah?!" bentak Jesi mencoba menghilangkan rasa gugupnya.

Janson tertawa nakal karena berhasil mengungkung dan mengunci pergerakan Jesi.

"Tatap gue, Ca."

Namun, ucapan Janson sia-sia. Jesi tidak mau menatapnya sedikit pun. Gadis itu menunduk dalam.

"Bukan sepatu yang ngomong sama lo, Sayang." Cowok itu mencengkram lembut dagu Jesi agar menatapnya.

Jesi menggelengkan kepala berusaha melepaskan cengkraman Janson pada dagunya. "Mau lo apa, sih? Jangan macam-macam, ya, Janson!"

Jesi takut jika ada yang melihatnya dan Janson seperti ini. Apalagi ini kawasan sekolah. Ayolah, ia tidak ingim bermasalah sekarang.

Janson tersenyum menyeringai. Jesi benar-benar tak ingin menatapnya. Setelah ia mencengkram dagu gadis itu, gadis itu malah memejamkan matanya.

"Katanya lo masih sayang sama gue?"

Nafas Jesi tercekat ketika merasakan wajah Janson mendekat. Gadis itu memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak ingin menatap.cowoo yang berapa di depannya.

"Gue tau, Sayang. Nggak usah gengsi."

Jesi mengatur nafasnya. Ia mulai membuka matanya dan benar saja, jaraknya dengan Janson sangatlah dekat. Tatapan teduhnya bertemu dengan tatapan tajam milik Janson.

"Jauh dikit!" Tenaga Jesi yang ingin mendorong tubuh Janson sia-sia. Tentunya tenaga Janson lebih kuat, bahkan lelaki itu lebih mendekatkan diri kepadanya.

"Jujur, Ca. Lo masih sayang, 'kan, sama gue?" tanya Janson menyeringai.

Jesi berdecak sebal. "Jauh-jauh dari gue, siapa bilang gue masih sayang sama lo? Nggak usah—"

Ucapan Jesi terhenti ketika Janson semakin mendekatkan wajahnya. Entah apa yang dilakukan oleh cowok itu, ia mengambil ponsel di saku celananya dan menghidupkan benda pipih tersebut.

Bapak lo botak! Gue masih sayang kok sama dia, gue juga cinta sama Janson. Kata siapa gue nggak sayang? Gue nggak cinta?

Jesi menelan ludah kasar saat mendengarkan itu. Telinganya mendengar dengan baik setiap kata itu. Bahkan ia tau jika ia pernah mengatakan itu dan itu memang suara miliknya.

Janson mendekatkan bibirnya ke telinga Jesi. "Gue juga sayang sama lo. Temui gue nanti di tempat biasa."

Mata Jesi membulat sempurna saat sebuah kecupan hangat menyapa pipinya. Sedangkan sang pelaku hanya tersenyum dan tanpa berat langkah meninggalkannya yang masih terdiam.

Jesi menangkup pipinya sendiri. Jantungnya serasa ingin lepas bahkan kakinya bergetar lemas. Gadis itu terduduk dengan bersender di dinding.

"Janson sialan," umpatnya pelan.

***

"Jesica Aureliya ... Jesica Aureliya ...."

Kheira mengedarkan pandangannya ke arah Rissa yang juga menatapnya. Kedua gadis itu saling memberi kode tentang keberadaan Jesi. Namun, tiada satu pun yang tau."

"JESICA AURELIYA!"

Kheira yang berada tepat di depan meja guru tersebut tersentak kaget saat suara Bu Sari–Guru bahasa–tersebut meninggi.

"Jesi nggak ada, Bu."

Bu Sari membenarkan letak kacamatanya. Ia menatap bangku kosong milik Jesi yang berada tepat di samping Kheira.

"Kemana?" tanya Bu Sari.

"Saya tidak tau, Bu. Ranselnya ada di sini, namun dia tidak terlihat," ujar Kheira.

Bu Sari mendelik. "Tidak terlihat bagaimana? Apakah teman kamu itu makhluk halus, Kheira?"

Sontak ucapan Bu Sari membuat satu kelas meledakkan tawanya.

"Sudah! Sudah! Diamlah kalian semua. Ada apa dengan kelas ini? Banyak sekali yang tidak hadir hari ini. Alvino Reandra, Adrian Anderson, dan Jesica Aureliya. Kemana mereka?"

"Alvin terlambat, Bu. Dia di hukum berjemur di tiang bendera," ujar seorang siswa yang berada di sana membuat seisi kelas menatap ke jendela. Dan benar saja, Alvin terlihat berada di sana.

"Adrian juga terlambat, Bu. Dihukum juga sama kayak Alvin!" ujar Janson yang matanya menangkap seseorang yang berada di samping Alvin yang tengah dihukum.

Bahkan Janson juga mengkhawatirkan Jesi. Apakah gadsi itu pingsan setelah dicium oleh dirinya? Ah, Janson jadi merasa bersalah. Kemana Jesi?

Dalam situasi tersebut pintu kelas diketuk dan dibuka seseorang.

Jesi, gadis itu memasuki kelas dengan menampilkan cengiran khasnya saat Bu Sari menatapnya tajam. "Dari mana kamu, Jesica?" tanya Bu Sari.

Jesica menutup pintu dan berjalan pelan ke arah meja guru. Gadis itu meringis saat guru berkonde tersebut menatapnya dengan sangat tajam.

"Dari toilet, Bu," jawab Jesica pelan.

Bu Sari mengerutkan keningnya. "Kamu di toilet selama satu jam pelajaran? Ngapain selama itu?"

Jesi meremas roknya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan mengalihkan pandangannya. Sehingga tanpa sadar matanya tertuju ke arah Janson yang menatapnya sambil menyeringai.

Janson yang melihat itu pun menggoda Jesi dengan menaik-turunkan alisnya. "Jesi boker di toilet, Bu," sahut Janson membuat orang-orang tertawa mendengarnya.

Jesi menatap tajam Janson dengan sorot matanya. Gadis itu mengutuk Janson dalam hatinya.

"Ngapain natap gue gitu, Sayang? Mau gue cium?" tanya Janson dengan entengnya.

Jesi merasa dipermalukan. "Mau gue gebukin lo, anj*Ng!" teriak Jesi tanpa sadar.

"JESICA! JANSON! KELAPANGAN SEKARANG! HORMAT KE DI DEPAN TIANG BENDERA SAMA ALVIN DAN ADRIAN SAMPAI JAM PELAJARAN SAYA SELESAI!" teriak Bu Sari.

Janson memperlihatkan senyum menyebalkan nya ke arah Jesi. Cowok itu berdiri dan menarik tangan Jesi keluar dari kelas. Sementara Kheira dan Rissa yang melihat itu saling menatap di kejauhan. Kedua gadis itu tersenyum penuh makna.

***

"Eh? Anj*Ng malah berantem lo berdua!" sahut Janson berlari dari kejauhan ketika melihat Adrian dan Alvin sedang bertengkar.

"Lo udah nyakitin Elista, anj*Ng!" ujar Adrian menatap Alvin penuh amarah.

"Nggak ada urusannya sama lo, Rian!" balas Alvin.

"Ada. Gue nggak akan biarin siapapun nyakitin Elista. Gue akan ambil Elista lagi dari hidup lo. Harusnya Elista itu milih gue bukan lo!" teriak Adrian.

Bugh ...

Kepalan tangan Alvin menghantam kuat rahang tegas milik Adrian.

"Ck! Kalian ini apa-apaan, sih? Malah berantem pas lagi dihukum gini?!" ujar Janson dengan suara yang meninggi.

Sementara Jesi duduk di bawah pohon yang berlindung menatap malas ketiga cowok itu tanpa harus ikut campur. Gadis itu hanya menyimak percakapan mereka yang membawa Elista yang tak lain adalah nama Kheira.

Jesi berdecak malas. "Drama banget dah pada ni orang. Mana cuaca panas banget lagi," gerutunya. "Tapi nggak papa, yang penting gue nggak di sana sekarang."

Sementara itu, Kheira yang tanpa sadar melihat pertengkaran Alvin dan Adrian itu membulatkan matanya. Ia menatap Bu Sari yang tengah duduk di meja guru dan izin kepada guru itu.

"Ehm, maaf, Bu. Saya izin ke toilet, ya, Bu," izin Kheira dengan sopan.

Bu Sari menatap Kheira. "Hm, silahkan."

Kheira tersenyum, gadis itu menatap Rissa yang juga menatapnya dan memberikan kode kepada Rissa agar gadis itu mengikutinya.

Dimana Dyana?

Gadis itu berada di kelas itu, namun ia hanya diam menyaksikan kejadian selanjutnya tanpa berbicara apapun. Padahal Kheira sering menatapnya ketika gadis itu memasuki kelas.

BERSAMBUNG ....

ISTRI NAKAL PAK KETUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang