042. Perjalanan ke supermarket

10 0 0
                                    

Minggu telah tiba. Dua hari libur ini aku cuma bisa menyibukkan diri menonton televisi kadang pula membaca buku.

Sebenarnya aku mulai jenuh berada di rumah terus, tapi aku juga tidak bisa pergi kalau tidak didampingi.

Aku menghela nafas. Haa... kapan ya Miss membolehkan aku jalan-jalan seperti anak yang lain?

"Ckleck..."

Aku berpaling ke belakang, Monica baru saja masuk ke dalam ruang tamu. Dia menentang dua tas besar di tangan kirinya.

"Monica mau kemana kok bawa dua tas gitu?" tanyaku.

"Aku mau belanja bahan makanannya habis." Jawabnya seraya membaca kertas daftar belanja yang panjang.

"Oh... Aku boleh ikut belanja?" tanyaku.

Monica berpaling padaku dengan khawatir. "Eh, tapi kata nyonya kamu tidak boleh keluar."

"Iya, tapi kalo ada kamu yang menjaga kan boleh? Habis bosan aku dirumah." Pintaku sambil memohon.

Monica menatap ku beberapa saat hingga akhirnya dia menghembus nafas. "Ok, baiklah tapi aku cuma jalan-jalan di supermarket, tidak ada yang menarik."

Aku langsung melompat dari sofa. "Belanja saja sudah cukup menarik untukku. "balasku riang.

"Okeh, cepat ganti aku tunggu diluar ya." balasnya.

Aku mengangguk dan lekas masuk ke kamar untuk ganti baju.

Karena hari ini hanya pergi ke supermarket aku mau memakai pakaian yang santai saja.

Aku menyambar kaos putih dan rok lipit warna merah muda, tidak lupa sama kalung pemberian ibu. Aku selalu memakainya setiap kali aku pergi.

Setelah semua sudah siap, aku memasukkan dompet dan ponsel ke dalam tas lalu turun kebawah.

Monica sudah menunggu di depan pintu begitu aku menuruni anak tangga.

"Kita jalan dulu ya, nanti kalau sudah sampai di alun-alun kota baru order taxi." Ujar Monica saat aku mengenakan sepatu flat ku.

"Loh, kenapa tidak jemput dari sini?" tanyaku.

"Nyonya tidak mau, ada orang yang tahu rumahnya." jelasnya.

Ah iya ya berita itu masih jalan ya? Aku hampir lupa.

"Ya sudah yuk!" Ujarnya setelah mengunci pintu rumah lalu kita meninggalkan rumah.

Setelah beberapa menit berjalan kita tiba di alun-alun lalu Monica memesan taxi.

Selama nunggu aku melihat sekitar untuk mencari tumpangan kita, tapi sejak tadi tidak ada mobil yang memasuki alun-alun kota.

"Masih lama kah mobilnya?" tanyaku berpaling padanya.

"Tidak sudah dekat." Ungkap Monica seraya memeriksa ponsel.

Aku balik melihat ke jalanan, tidak lama terlihat mobil hitam memasuki alun-alun kota.

Aku pikir itu tumpangan kita, tapi setelah melihat merknya BWM sepertinya bukan.

"Eh itu dia jemputan kita." Ujar Monica sambil menunjuk mobil hitam itu.

Aku mendelik dan menatapnya. "Hah? bercanda nih?"

"Apanya bercanda? memang ini tumpanganya." Balasnya sambil ketawa.

Begitu mobil hitam itu terparkir di depan kita Monica mengajakku masuk kedalam.

Awalnya aku ragu tapi karena Monica terlihat yakin aku pun masuk juga.

Monica duduk di belakang kursi supir sedangkan aku di sebelahnya.

"Sesuai aplikasi ya." Ujar Monica.

Pengemudi itu hanya menjawab dengan anggukan, lalu ia mulai memegang setir dan menjalankan mobilnya.

Selama perjalanan aku terdiam sambil mengamati sekitar.

Aku sadar taxi yang aku tumpangi tidak seperti biasanya. Biasanya di taxi itu ada papan nama pengemudi dan tulisan argo, namun di sini tidak ada.

Yakin gak salah masuk mobil?

Aku berpaling pada Monica, ia sejak tadi asik mengutik ponselnya.

"Eh Monica Mobil taxi ini kok beda ya, yakin kita tidak salah masuk?" Tanyaku seraya berbisik.

Monica tersenyum. "Tidak, emang gitu non, disini ada lapang kerja baru, dimana orang-orang bisa mendaftar sebagai supir taxi, jadi mobil yang kita tumpangi bisa beda-beda sesuai yang punya."

Alisku terangkat. "Oh, gitu ya aku baru tahu...di kota lamaku kita biasa pake taxi saja."

"Taxi juga ada di sini, tapi walikota tetap membuka lapang kerja baru, gunanya untuk mengurangi pengangguran."Jelas Monica.

Aku terpukau. "Wah, pintar sekali jadi semua orang bisa dapat penghasilan."

"Benar, dan walikota tidak membatasi siapa yang mau join, kalau ada orang yang mau join tapi tidak ada mobil, walikota akan meminjamkan."

"Oh gitu ya. Sungguh baik sekali." Jawabku lalu aku menyibukkan diri dengan bermain ponsel.

Setelah beberapa menit main ponsel aku pun merasa bosan dan menutup ponselku. Untuk mengalihkan rasa bosanku aku menatap sekeliling.

Mobil yang aku tumpangi sungguh mewah dan nyaman. Kursinya empuk dari bahan kulit, karpet mobilnya beludru dan desain interiornya sangat elegan. Kayaknya yang punya mobil ini miliarder deh.

Aku penasaran dan melirik ke pengemudinya.

Pria itu tinggi sekali, kepalanya sampai mencapai jok mobil. Rambutnya berwarna cokelat gelap, poninya di sampirkan kebelakang dan ia mengenakan kacamata hitam.

Mataku mengerjap, wah siapa pria ini gayanya keren sekali.

Aku mengamatinya lagi. Ia mengenakan setelan ungu berdasi merah tua dengan jam tangan perak dan celana hitam yang mengkilat.

Aku mendelik melihat penampilannya sungguh high class.

Apa dia mau pergi ke pesta? tapi pesta kan malam? Karena aku kelamaan menatapnya pria itu menoleh ke arahku. Aku langsung berpaling.

Huf, hampir aja untung tidak ketahuan kalau aku mengamatinya.

Selama perjalanan aku berusaha menyibukkan diri bermain ponsel lagi kuatir pria itu tidak nyaman karena aku mengamatinya, tapi beberapa kali aku coba mengalihkan perhatianku tetap tidak bisa, karena aku terpana olehnya, apalagi saat melihat dia mengemudi mobil itu.

Dia memegang setir dengan satu tangan, bahkan saat memutarnya juga tanpa kesusahan.

Aku takjub bisa bertemu orang sekeren dia. Aku berharap perjalanan kita masih lama supaya aku bisa melihatnya terus menerus.

"Bentar lagi sampai tolong di cek barang bawaannya." ujar pria itu ternyata suaranya berat.

Aku sempat terkejut saat pria itu berpaling padaku.

"Ah i.. Iya." balasku kikuk karena ketahuan mengamatinya.

Aku melihat tas, ponsel di tanganku dan Monica mulai membuka dompetnya.

Tidak lama kita tiba juga di pusat kota.

Aku dan Monica turun, lalu membayar supir itu, sebelum supir itu pergi aku juga menambah beberapa tips tanpa sadar.

"Makasih ya." seru ku sambil tersenyum manis.

Pria itu hanya mengangguk lalu dia memegang setir dan membawa mobil itu pergi.

Sementara itu aku masih menatapnya dari jauh. Aku harap bisa bertemu denganya lagi.

"Yuk non." panggil Monica dari ambang pintu supermarket, membuyarkan lamunanku.

Aku berpaling dan masuk kedalam.

Eva daily lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang