059. Sendiri di perpustakaan

5 0 0
                                    

Setelah ketahuan tidur di kelas, kali ini aku memperhatikan pelajaran. Kadangkala aku bertanya sama Mr Mike agar aku tidak mengantuk lagi mendengar ceritanya, dan untunglah Mr Mike dengan senang hati menjelaskan, aku menghembus lega syukur tidak dicap anak bandel.

Tringgg...

Akhirnya sekolah usai, aku boleh meninggalkan kelasku dan tengah menuju perpustakaan lagi.

"Sedih ya tidak ada Mr Wilfred, jujur aku ya hampir ketiduran tadi," ungkap Samantha saat kita berjalan keluar dari kelas.

Aku menatap kebawah. "Mr Wilfred kemana ya? kamu tahu tidak?"

Samantha menopang dagu lalu berpikir. "Ada yang bilang Mr Wilfred pergi karena ada keperluan lain begitu."

"Sejak kapan sih Mr pergi?"

"Tidak tahu yang jelas terakhir lihat hari dua minggu yang lalu."

Dua mingu yang lalu sama seperti Julius ya?

Tidak terasa berjalan di koridor, akhirnya aku tiba di lantai satu.

"Ya sudah aku pulang dulu, sampai ketemu besok Eva!" seru Samantha.

Aku mengangguk. "Iya sampai ketemu besok," pamitku lalu lekas berjalan ke perpustakaan.

****

Hari ini perpustakaan mulai sepi, hanya ada beberapa yang mampir untuk baca buku lalu keluar. Mungkin anak-anak mulai fokus belajar untuk ujian. Tapi libur itu tidak berpengaruh untuk anak pekerja part time karena sudah tugasnya.

Tugas kali hari ini aku harus menyampul buku lagi karena banyak buku baru yang tiba. Tanpa lama aku segera mengambil buku baru itu dan menyampulnya. 

Kini aku duduk di meja loket sambil mengawasi pintu luar, karena Miss Eloise baru saja keluar menghadiri rapat jadi aku harus menjaga loketnya juga, jika saja ada yang mau meminjam buku.

Selama bekerja aku merasa kesepian karena benar tidak ada suara apapun di perpustakaan ini. Untuk mengusir rasa itu aku berencana mendegarkan lagu sambil bekerja.

Aku mengeluarkan headset lalu memakainya. Aku bingung harus mendengarkan lagu apa karena aku juga sudah bosan sama playlist laguku. Akhirnya aku membuka laman mengetik best song of the year, setelah itu aku memutar lagunya.

Lagu yang aku dengarkan ini lagu jepang walau aku tidak mengerti maknanya tapi aku langsung jatuh cinta. Karena suaranya yang enak dan musiknya yang upbeat membuat ku semangat dalam bekerja, dan karena sangking enaknya aku memutar lagu itu berkali-kali hingga aku hafal dan ikut bersenandung.

Aku menikmati setiap lagu itu hingga tiba-tiba aku merasa ada musik lain yang menimpa lagu ini. Aku mematikan lagu ku untuk memastikan. Ternyata lagu ini bukan dari ponsel ku.

Masa ada murid yang mendengarkan musik pakai speaker? bukannya di larang ya? aku saja menggunakan headset.

Aku bangkit berdiri lalu menghampiri belakang perpustakaan. Karena musik itu terdengar makin keras dari sana.

"Hei bisa tolong di mati-" ucapanku menggantung. Mataku terbelalak ternyata tidak ada siapa-siapa di sini, terus musik ini dari mana?

Aku memutari lorong perpustakaan siapa tahu ada anak yang memutarnya tapi setelah sekian kali memutar tetap tidak ada. Kalau bukan anak-anak lalu dari mana musik ini? aku terdiam sejenak dan mendengarkan musik ini, kalau aku dengar lagi bunyi ini seperti alunan piano.

Piano?

Detik itu aku mengingat cerita yang dibicarakan gadis berkepang dua tadi. Badanku langsung merinding. Aku menoleh ke arah jam dan benar ini sudah jam tujuh.

Aku menggeleng kepala. Tidak-tidak mungkin, anak tomboy tadi saja tidak percaya. Jadi jelas tida mungkin.

Aku berusaha mengabaikan dan lanjut kerja tapi tidak bisa. 

Alunan piano yang terdengar jauh kini menjadi makin dekat seakan sedang mempringatiku. Tanganku gemetar, aku melihat ke arah lorong-lorong takut kalau ada sesuatu yang mengintai dari sana.

Karena takut aku turun dari kursi dan sembunyi di bawah meja, kalau saja Miss Eloise datang aku akan minta pulang langsung.

Sambil menunggu aku menutup mata dan berusaha menenangkan jantungku. 

Dan saat aku terdiam sejenak, saat itu juga aku mendengar alunan piano itu secara jelas, dan saat aku mendengarnya aku tidak merasa takut lagi tapi aku merasa tidak asing dengan alunan lagunya.

Aku beranjak dari persembunyian ku. Musik itu mengisi seluruh ruangan sekarang, namun rasa takut itu hilang yang ada rasa penasaran.

Pelan-pelan aku berjalan keluar lalu mengikuti asal suara itu, ternyata datang dari ruang musik. Harusnya aku lari tapi tidak aku menarik tuas itu dan membuka pintunya.

Ruang kelasnya gelap, di dalam ada banyak alat musik dan di tengah ruangan ada seorang laki-laki memainkan piano tersebut. 

Aku tidak bisa melihat wajahnya namun aku terbelalak kelak melihat badge sekolah yang bersinar di blazernya.

Eva daily lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang