"A-ah."
"Maaf.. sakit?"
"Ngga apa, lanjutin."
Ini bukan lah kali pertama Sephora mengobati seseorang yang terluka, tentu saja, baik itu luka biasa atau pun mengerikan sekaligus. Akan tetapi, alih-alih menangani pasien-nya dengan tenang seperti kebiasaannya, ia justru merasa cukup berdebar sekarang. Bahkan karena rasa groginya itu ia tidak sadar jika cara jemarinya bekerja sampai membuat suaminya melenguh akibat kesakitan.
Hei! Entahlah, kenapa rasanya deg-degan sekali? Rasanya seperti tengah berada di ruang operasi sebagai dokter utama yang sedang mengambil tindakan dan diawasi oleh dokter senior langsung!
Ayolah, Sephora. Padahal ini hanya luka sayatan, bukan operasi bedah.
"Kalau aku pegang begini sakit?" tanya Sephora, ia menekan sisi sekitar lukanya perlahan karena takut ada memar yang tak terlihat.
"Engga," jawabnya. "Let's do quick, Sepho."
Keadaan sayatannya memang cukup dalam sehingga lumayan memakan waktu untuk membalut lukanya. Awalnya Sephora tidak yakin jika hanya mengandalkan alat dan obat yang ia punya di rumah saat melihat darah yang terus mengalir keluar. Tapi Sagion begitu kekeh jika dirinya akan baik-baik saja.
Dan ini adalah kali pertama Segion meminta bantuan Sephora.
"Selesai." Akhirnya ia sampai pada tahap membersihkan sisa-sisa bercak darah juga cairan obat yang menempel di sekitar perut.
Sagion berdehem, "udah?"
"Iya," balasnya. "Karena luka goresannya cukup dalam, jadi aku perban supaya ngga infesksi lebih parah. Perbannya bisa diganti sama dibersihin dua kali sehari. Jangan lupa."
"Ya, thank you." Lalu Sagion memilih menyenderkan punggungnya pada sofa sembari memejamkan matanya.
Bahaya. Ternyata yang membuat jantung Sephora berdebar sampai sulit fokus adalah penampakan perut rata dengan ukiran kotak-kotak milik Sagion— mungkin? Ya! Sesekali juga ia merasa salah fokus dengan gaya telanjang dada lelaki itu. Otot lengannya, bahu lebarnya, perut sixpack-nya, baru kali ini Sephora melihatnya secara langsung.
Walaupun statusnya adalah istri sah, tapi Sephora bahkan baru menyentuhnya sekarang. Itu pun karena situasi mendesak.
"What are you looking at?" Melalui matanya yang menyipit, Sagion mendapati tatapan Sephora yang mencuri-curi pandang kepadanya.
"Huh? N-nothing." Perempuan ini berpaling cepat.
"Aku tanya sekai lagi, apa yang kamu liat, Sephora?"
"Engga ada."
"My Abs?"
"Shut up!"
Sagion lantas menarik satu sudut bibirnya saat melihat raut wajah Sephora yang kesal dicampur salah tingkah. Ia menyunggingkan senyum. Tak lama dari itu ia langsung meraih kaos hitam longgarnya untuk di pakai. Bahaya jika dibiarkan begitu saja, nanti istrinya akan salah fokus, asumsi Sagion.
Bergerak cepat, tangan Sephora pun merapihkan peralatan medisnya dan obat-obatan untuk dimasukkan kembali ke dalam kotak P3K.
"Can I ask you something, Sagion?
"What something?"
"Sebelum kita menikah, apa Natania udah sering ngelakuin hal ini?"
"Engga separah ini biasanya."
Segion bilang, luka ini ia dapatkan saat Natania memecahkan cermin. Di tengah kemarahannya, perempuan itu kemudian mengambil pecahan kaca yang berserakan lalu membawa benda tajam itu ke arah perut Sagion. Benar-benar mengerikan dan juga, gila?!