Perempuan itu menaruh semangkuk salad sayur dengan isian daun selada, mentimun, wortel, paprika, dan tomat cherry yang telah di lumuri saus mayones pada meja. Ditelisiknya hasil karyanya itu sejenak. Yah, tidak terlalu buruk. Setidaknya masih bisa dimakan walaupun warnanya cukup pucat. Oh, ayolah, tak apa. Mari kita nilai dari rasanya, bukan tampilannya.
"Prim, gue tau skill masak lo lebih jago, tapi se-engganya sekali dalam seumur hidup lo harus cobain masakan gue ini," ujar Irina, ia duduk di hadapan Si pemilik rumah bersama apron birunya yang masih menempel di tubuh.
Sephora pun hanya bergumam malas. Setelah kepulangannya dari rumah sakit tiga hari lalu, nafsu makannya turun drastis. Jangankan untuk mengisi perut, untuk mengunyah saja ia harus mengumpulkan niat dengan susah payah. Rasanya ia ingin terus bermalas-malasan saja.
"Cheers?" Irina menyodorkan gelas berisi air putih untuk mengajak Sephora bersulang. Agar semangat.
"Cheers."
Ting! Gelas mereka pun saling membentur satu sama lain. Jujur saja, kehadiran Irina yang datang tanpa di undang ini memang cukup membantu Sephora yang kesepian. Ya, kesepian.
"Sekarang ayo makan, Prim," titahnya.
"Iya ini gue makan." Suapan pertamanya masih begitu lesu. "Thanks ya Irina, padahal lo juga pasti lagi sibuk di rumah sakit, kan?"
"Bagian jaga malem kok, tenang aja," katanya, seraya menyicip salad-nya dengan mengambil bagian paprika. "Enak, ngga?"
Sephora memastikan kunyahannya selesai dulu. "Eung, enak, engga tau deh, lidah gue masih berasa hambar soalnya,"
"Ya ampun, banyakin minum air putih. Emang ya, dokter juga kalo lagi sakit suka ngeyel, kan?"
Ia menyunggingkan senyumnya samar, "Bener, bawaannya pengen males-malesan aja." Suapan kedua, Sephora memilih daun selada berlumur mayones untuk dilahap.
"Oh ya, Prim. Gue mau nanya deh, emang keluarga Sagion ada yang lagi sakit?"
"Sakit?" Ia bergeming sejenak. "Setau gue sih ngga ada ya. Emangnya kenapa?"
"Serius ngga ada?"
"Emangnya ada apa sih, Rin? Lo habis ketemu siapa?"
Melihat reaksi Sephora yang malah ikut kebingungan, Irina jadi segan untuk melanjutkan pertanyaannya. Ia takut salah bicara.
"Begini, kemarin gue ketemu sama suami lo di rumah sakit tempat gue kerja. Sagion bahkan baru ada kunjungan dari bangsal gue tugas. Mangkanya gue nanya, apa keluarganya lagi ada yang sakit?"
Irina sendiri adalah seorang perawat yang di tempatkan di bangsal neuropsikiatri. Neuropsikiatri itu merupakan penanganan yang berfokus pada kondisi neurologis dan gangguan kejiwaan atau secara singkatnya, mengobati kondisi yang melibatkan kesehatan mental.
Sephora kemudian bertanya, "Dia ketemu siapa?"
"Haduh, gimana ya. Ini gue takut salah ngomong jadinya,"
"Engga apa, cerita aja. Sagion ketemu sama siapa?"
Ia pun menghela napasnya sekilas. "Jadi tiga hari yang lalu ada pasien perempuan pindahan dari ruang perawatan biasa ke bangsal neuropsikiatri. Katanya, pasien itu udah berulang kali ngelakuin percobaan bunuh diri. Dan, ya, ternyata Sagion ketemu sama pasien pindahan itu. Bukan cuman itu aja. Sagion juga jadi penanggung jawab atau wali dari Si pasien."
Baik, tanpa bertanya lebih pun, sepertinya Sephora tau siapa pasien yang dimaksud.
"Gue kira dia temen atau sodara Sagion yang ngga punya keluarga, ternyata bukan?" Irina penasaran jadinya.