[ 28 ] Almond

303 36 30
                                    

Setelah menerobos hujan dengan kecepatan tinggi menggunakan mobilnya, akhirnya Sagion bisa sampai di rumah tepat pada pukul 20:09. Langkah kakinya bergegas cepat memasuki rumahnya. Kemejanya yang setengah basah— kehujanan saat menunggu istrinya di rumah sakit, ia abaikan begitu saja. Walaupun iya, ternyata istrinya sudah pulang lebih dulu tanpa memberi tahu apapun sehingga penantiannya berakhir percuma. Tapi tak apa, itu bukan masalahnya.

Sagion berasumsi jika Sephora sedang kesal kepadanya karena insiden makan siang di restoran tadi. Ya, saat tiba-tiba saja mereka kedatangan Thania. Persetan dengan wanita gila itu, ia semakin membencinya sekarang.

"Sephora di mana, Bi?" Tanyanya pada Marla yang sedang mengelap-elap perabotan dapur.

"Oh, Ibu langsung tidur kali ya? Soalnya setelah pulang tadi ngga keliatan turun lagi, Pak,"

"Udah makan?"

"Belum. Padahal udah saya siapkan takut nanti keburu dingin. Tapi katanya nanti aja"

"Ya udah makasih ya Bi."

"Anu.. Pak.." ujarnya ragu, lalu Marla menyimpan serbetnya di pundak, "maaf bukannya Bibi mau ikut campur, tapi, tadi Ibu pulang sambil nangis-nangis, Pak," kalimat ini berhasil membuat Sagion mencelos.

"...bibi emang ngga tau apa-apa, mungkin Ibu sama Bapak lagi ada masalah. Tapi apapun itu semoga Bapak bisa maklum ya, soalnya hormon ibu hamil emang ngga stabil, Pak."

Sagion mengangguk cepat, "iya saya paham. Sekali lagi makasih ya Bi Marla, saya ke atas dulu."

"Baik, Pak."

Memang setelah makan siang tadi Sephora tidak memberi Sagion sedikit pun kabar. Telepon yang tidak di angkat, pesan yang tidak kunjung di balas, pulang lebih dulu tanpa memberi kabar, semuanya semakin meyakinkan dirinya jika perempuan itu sedang kesal maksimal.

"Sepho.."

Suasan kamarnya gelap gulita. Entah si perempuan yang malas menyalakan lampu atau memang sengaja gelap-gelapan. Tapi satu hal yang pasti, saat tangan Sagion sudah menekan tombol lampu pada dinding, netranya langsung menangkap sosok sang istri yang tengah terbaring pada ranjang dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.

"Udah tidur?" Ia duduk pada sisi ranjang secara perlahan, "Sephora? Beneran udah tidur ya?" Ulangnya namun tetap tidak ada jawaban.

Sagion tau pertanyaannya akan terbuang percuma. Ia memejamkan netranya sejenak seraya mengambil pasokan udara. Pikirannya kembali membuat pola benang kusut, memikirkan alasan apa yang harus ia jelaskan kepada istrinya.

"Kalau kamu marah karena Thania, aku minta maaf. Aku bener-bener minta maaf," setidaknya ia harus memulai dari kalimat ini. "Aku emang sengaja ngga cerita apa-apa soal dia ke kamu karena ya, buat apa? Bagi aku Thania bahkan ngga penting dan ngga pernah aku anggap ada di kehidupan aku. Walaupun iya, dulu kita emang pernah deket karena eyang yang suruh kita supaya saling kenal,"

Sagion menjeda, fokus matanya tetap memperhatikan tubuh yang meringkuk tersebut.

"Bicara soal eyang, jadi eyang itu emang mau jodohin aku sama Thania sebelum kamu. Kamu tau kan kalau Agrama Property itu udah saling terikat sama Liam's Group selama belasan tahun? Mungkin karena itu juga eyang jadi mau jodohin kita karena selain bisa saling menguntungkan perusahaan, eyang anggap kalau aku sama Thania nantinya bisa ada di posisi yang strategis buat mimpin perusahaan kedepannya,"

"...dari awal aku ketemu Thania pun, aku ngga ada ketertarikan sama sekali ke dia. Dia tipe perempuan arogan dan susah di atur. Aku bahkan ngga bisa bayangin kalau nanti sampai jadi menikah sama dia. Tapi untungnya, entah karena hal apa, setelah kita saling kenal selama satu bulan, eyang tiba-tiba aja nge-batalin perjodohannya dan bikin aku lega karena ngga perlu berontak buat gagalin perjodohan itu,"

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang