[ 29 ] Peanut

313 43 14
                                    

Mungkin rasanya seperti deja-vu, saat Sephora melihat Sagion dengan Thania barusan, rasanya sama ketika ia melihat Natania yang memeluk suaminya di hadapannya kala itu. Rasa sakitnya sama— tidak, Sephora akui yang ini jauh lebih menyakitkan. Kenapa? Karena di situasi sekarang ia sudah jatuh sejatuh-jatuhnya kepada Sagion. Berbeda dengan dulu saat ia masih labil akan perasaannya sendiri.

Hei! Kenapa Thania itu licik sekali? Apa dia tidak memiliki harga diri sebagai perempuan? Yang benar saja!

Embusan angin rupanya membawa tumpukkan awan gelap berkumpul di atas kepala Sephora; saat jam menunjukkan pukul 14:30, yang mana seharusnya hari masih putih benderang tapi kini jadi mendung kelabu, sama seperti hatinya.

Hal tersebut membuat perempuan ini jadi melipir sejenak, duduk pada kursi taman-taman pinggir jalan yang ukurannya cukup untuk menjadi tempatnya istirahat dari debaran jantung yang menggebu-gebu.

Sial. Sephora sangat membenci situasi di mana dirinya tidak berdaya untuk melakukan hal apapun. Bahkan menangis saja rasanya tidak bisa. Air matanya terkunci di pelupuk mata; berlinang sampai membuat pandangannya menjadi kabur.

Dan entah nyata atau tidak, tapi sekarang Sephora melihat bayangan seorang lelaki berlari ke arahnya. Ia harap.. itu adalah orang yang paling ia harapkan kehadirannya.

"My Primrose.."

Oh, rupanya memang nyata. Tanpa basa-basi lagi Sagion langsung menekuk lututnya di tanah agar sejajar dengan istrinya yang terduduk. Lelaki ini tidak mendahulukan rentetan kalimatnya karena ia memilih untuk memeluk tubuh si perempuan lebih dulu.

"Sepho—"

"Jangan bilang apapun, Gion," selanya, membuat lelaki itu mengatupkan cepat bibirnya. "Aku ngga mau denger penjelasan dari kamu dulu karena itu bikin aku semakin marah nantinya."

Memejamkan matanya sesaat, Sagion mengangguk kecil. Ia kecup pucuk kepala istrinya. Rengkuhannya semakin mengerat.

"Aku.. aku percaya sama kamu. Apapun itu. Aku tau kamu ngga akan ngecewain aku lagi, iya.. kan? Kita udah mau punya anak, kembar lagi. Kamu seneng kan?"

Tau, Sagion tau jika Sephora hanya sedang mengalihkan perasaannya saja. Perempuan ini enggan terjerumus pada rasa sedihnya sendiri. Walaupun Sagion yakin sebenarnya Sephora ingin mendengar penjelasannya, tapi seperti yang istrinya bilang tadi, jika dia tidak ingin membahas sekarang karena emosinya.

Tangan Sagion lantas beringsut untuk melepas pelukannya. Wajahnya sudah ada di hadapan perut sang istri yang semakin membuncit. Ia elus lembut anak-anaknya tersebut seraya berkata, "maafin papa ya sayang, papa udah bikin mama kesel terus." Kalimatnya di akhiri oleh dua kecupan untuk si kembar.

Mendapati jeda cukup lama untuk bergeming karena Sagion malah fokus dengan perut besarnya, Sephora pun menangkup wajah suaminya sampai lelaki itu sedikit mendongak. Ia selidiki wajah dengan pahatan sempurna itu melalui tatapan yang dalam. Hidung mancungnya, bibirnya, rahang tegasnya, mata indahnya, rambut hitamnya, semuanya Sephora perhatikan tanpa terlewat sedikit pun.

Baru lah setelahnya perempuan ini berujar, "mangkanya punya muka jangan terlalu ganteng, Sagion. Capek banget aku jadi istri kamu. Harus ngehadapin cewe-cewe bar-bar yang cari perhatian sama kamu,"

Oh, tentu saja lelaki ini langsung masuk dalam mode salah tingkah. Ia menyunggingkan senyum saat wajahnya masih di apit dua telapak tangan istrinya. "Kalau aku ngga ganteng, gimana bisa aku dapetin seorang Sephora Primrose?"

Sontak Sephora memalingkan tatapannya sekilas. Ey, jangan sampai pipinya memerah sebab waktunya tidak tepat! "Jadi menurut kamu aku cuman mandang fisik gitu, ya?"

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang