Sentuhan dari seorang hairstylist telah membuat penampilan lelaki itu mencapai tahap akhir, dengan gaya rambut hitamnya yang di sisir rapih ke arah belakang. Tubuh kekarnya tercetak gagah pada balutan tuxedo dilengkapi dasi kupu-kupu berwarna hitam. Jangan lupakan juga aksesoris mewah berupa jam tangan yang melingkar di pergelangannya, satu titik yang membuat penampilannya sempurna bak model sungguhan.
Pada kesempatan kali ini, perusahaan yang Sagion pimpin bekerja sama dengan seorang desainer populer untuk mengeluarkan edisi terbatas berupa pakaian pengantin pria dan wanita.
Tentu Sagion harus terlibat, setidaknya sebagai model lelakinya— yang mana seharusnya dipasangkan bersama Natania tapi gagal, karena ini merupakan kesempatan pertama perusahaannya mengeluarkan produk pasangan.
Agar lebih meyakainkan dan menarik para konsumen, Sagion harus terjun langsung.
"Sudah siap semuanya? Kita mulai sebentar lagi ya." Kalimat Si pemotret yang sedang membetulkan tata letak kameranya.
Tak lama dari itu, Sagion pun datang dan memposisikan tubuhnya di depan latar polos putih bersama lampu-lampu yang perlahan menyorot. "Di mana model perempuannya?" tanyanya.
Satu hal yang harus di konfirmasi, jika Sagion tidak tau menau siapa model perempuan yang akan dipasangkan dengannya.
"Di sini."
Suara itu, Sagion mengenali siapa pemiliknya. Ia segera memusatkan perhatiannya, pada seorang perempuan yang berjalan ke arah stage di mana ia berada. Oh! Kenapa jantungnya berdebar?
"Sephora?" monolog Sagion, masih tercekat.
Tubuh semampai Sephora terbalut white gown dengan rambut panjangnya yang tersanggul sehingga menampakan leher jenjangnya. Bentuk gaunnya nampak mengekspos bagian bahu, punggung, dan dadanya sehingga membuat kulit putih mulusnya seakan menyatu dengan warna pakaiannya. Jika ada satu kata lagi di atas kata sempurna, maka itu adalah definisi Sephora saat ini.
Sagion meneguk salivanya berat. Jika begini, rasanya ia jadi flashback dengan momen pernikahan mereka.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Sagion, sedikit berbisik.
"Nanti aku jelasin. Sekarang bisa kita selesain pemotretannya dulu? Aku sedikit ngga nyaman sama bajunya."
Ya, Sagion paham. Gaun itu benar-benar menonjolkan lekuk tubuh istrinya. Dan tentu saja Sephora merasa tidak nyaman mengenakannya karena pada kesehariannya, perempuan itu selalu berpakaian aman.
"Mulai sekarang, Pak?" tanya Si photographer yang langsung diberi anggukkan oleh Sagion.
Mereka berdua pun menuruti perkataan Si pemotret yang memberikan berbagai macam arahan sampai akhirnya mereka diberikan kebebasan untuk bergaya secara alami.
Berjalan beberapa menit, Sagion kini menunjukkan gestur kikuk saat menyadari jika Sephora secara terang-terangan menatapnya dari samping.
"A-apa?" gugup lelaki itu, canggung.
Sephora pun membalas, "Kenapa kamu ngga mau bales tatapan aku?"
"Siapa bilang?"
"Aku, barusan," jawabnya. "Dari tadi kamu sama sekali ngga mau liat mata aku langsung. Kenapa? Takut jatuh cinta? Why are you so scared to fall in love with me?"
Sepasang mata Sagion sontak melebar, tak menduga atas kalimat Sephora yang tiba-tiba barusan.
"Let's do it." Final Sagion kemudian.
Damn! Sephora baru menyadari jika Sagion ternyata memiliki duality yang sangat kontras. Suaranya tiba-tiba berubah menjadi rendah dan tegas. Air mukanya seketika beralih serius. Juga dengan auranya yang sedikit mengintimidasi.