Sagion baru saja keluar dari sebuah ruangan setelah menyelesaikan rapat besar dengan salah satu kolega bisnisnya yang menghabiskan cukup banyak waktu. Di belakang tubuhnya, seorang pria terlihat setia mengekori kemana pun langkah jenjangnya pergi walaupun tergesa-gesa dengan iPad yang selalu ada di tangannya.
"Lucas, kamu dengar saya?"
"A-ah, kenapa, Pak?"
Bertepatan dengan itu, lift di depannya terbuka, membuat Sagion segera masuk ke dalamnya dan menunda pertanyaan dengan sedikit geram. Bagaimana tidak? Itu bukanlah pertanyaan pertama yang ia lontarkan. Sudah bukan perihal aneh lagi jika sekretaris-nya itu selalu tidak sigap atas pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan.
"Pak Sagion bertanya apa tadi, Pak?" Tanya Lucas saat lift sudah berjalan membawa mereka menuju lantai paling atas, ke ruangan Sagion.
"Jadwal saya setelah rapat dengan Agrama Property tadi, apa ada lagi?"
"Kosong, Pak. Jadwal Bapak kosong sampai nanti selesai makan siang di jam dua."
"Benar kosong?"
"Benar, Pak." Ia mengangguk pasti walaupun tak terlihat atasannya karena ia berdiri di belakang.
"Kalau begitu kirim agenda untuk seminggu kedepan ke email pribadi saya saja. Saya tidak ingin ada rapat mendadak lagi seperti tadi hanya karena kamu lupa memberi tahu"
Lucas merasa mati kutu. Kesalahannya pagi ini benar-benar fatal karena sudah membuat jadwal bos-nya bentrok sana sini.
"Baik Pak, akan saya kirim sekarang juga. Saya tidak akan mengulangi kesalahan lagi ke depannya. Saya minta maaf"
"Tidak akan mengulangi," gumaman Sagion masih terdengar, "mangkanya kamu jangan bermain iPad terus, Lucas. Apa se-menyenangkan itu bermain game?"
Lagi, Lucas meneguk salivanya susah payah. Ia tidak bisa mengelak lagi sekarang. Namun seolah mendapat keberuntungan, akhirnya lift sampai pada tujuan sehingga ia bisa keluar dari situasi mendebarkan tersebut. "Saya akan uninstal game-nya, Pak!"
Seruan tersebut Sagion abaikan. Ck, bisa-bisanya sekretarisnya itu berani bermain game bahkan saat di jam kerja. Apa pecat saja ya? Entahlah. Kepalanya sedang dilanda pusing karena memikirkan salah satu anak perusahaannya yang tengah trouble setelah rapat tadi. Sagion memang belum memberitahu Yovaliam soal ini, tapi ia yakin jika ayahnya pasti sudah mengendus permasalah tersebut.
Jika sudah begini, hanya ada satu obatnya. Ya, istrinya. Ia harus segera masuk ke ruangannya untuk melakukan sambungan dengan Sephora.
"Oh? Halo Sagi."
Tunggu, apa-apaan ini? Pintu yang sudah sepenuhnya terbuka itu rupanya menampakkan seorang wanita yang tengah terduduk pada sofa, dengan kedua tangan memegang cangkir teh yang sepertinya baru di sesapnya.
Dan Sagion enggan masuk, masih mematung di ambang pintunya. "Siapa yang suruh kamu masuk ke ruangan saya, Thania?"
Menyimpan cangkir tehnya di atas meja, wanita yang dipastikan bernama Thania tersebut tersenyum tanpa salah. "Duduk dulu deh sini. Kaku banget sih kamu kaya ngga pernah nonton bareng aja,"
Sagion menyipitkan matanya. Hei! Kepalanya sedang pusing dan ia harus di hadapkan dengan wanita ini lagi? Menghembuskan napasnya secara kasar, ia pun beranjak untuk duduk di sofa.
"Gimana kabar kamu, Sagi?" Pertanyaan ini langsung mendapat decakan dari Sagion.
Oh ya, Thania ini adalah anak dari CEO Agrama Property, perusahaan yang tadi baru saja menyelesaikan rapat dengan Liams Company ---perusahaan yang Sagion pegang--- yang masih merupakan bagian Liam's Group.