Tak terhitung sudah berapa kali Sagion menghela napasnya; pada pertemuan dengan Jafka di ruang kantornya yang sudah berlangsung selama setengah jam lamanya. Di atas mejanya terdapat beberapa catatan singkat yang ia dan Jafka kumpulkan berdasarkan informasi yang keduanya dapatkan.
Lebih tepatnya setelah teror yang terjadi belakangan ini, kedua lelaki yang sama-sama memiliki visual bak idol K-Pop ini pun sekarang menjadi lebih dekat, seperti teman mungkin?
"Isi surat ini berisi tebak-tebakan," ucap dokter muda bersurai legam ini, kalimatnya mengalun yakin. "Jalan Tegram : 28, alamat itu udah pernah di kunjungi Dokter Habin tapi ngga ada hasil apapun bukan? Gimana kalau sekarang kita balik hurufnya?"
Sebelum menjawab, Sagion lebih memilih untuk bersandar pada sofa tunggal kehitaman miliknya. "Maksudnya jadi Jalan Marget : 28?"
"Hm, untuk sekarang kita anggap dulu begitu."
"Soal tulisan mawar putih 12 tangkai?"
"Mawar putih ya?" Jafka berpikir sejenak seraya mengetukkan jemari di atas meja. "Gimana kalau ternyata mawar itu ngga punya arti apa-apa selain yang artinya emang ditujukan langsung untuk Sephora? I mean.. mawar itu rose yang berarti Primrose?"
Alih-alih memberi tanggapan dari pendapat lelaki di hadapannya, Sagion malah meraih cangkir kopinya untuk ia cicipi; berharap manisnya minuman ini bisa membuat otaknya mendapat pencerahan.
Baik, aggaplah saja jika Sagion sudah setuju dengan ucapan Jafka tadi sebab lelaki ini tidak menyanggah.
"Tentang pasien perempuan yang meninggal setelah di operasi karena kanker, menurut kamu apa ada hubungannya juga?" Tanyanya sembari menaruh kembali cangkirnya.
"Entahlah, saya kurang yakin. Gimana menurut kamu?" Ia malah balik bertanya.
"Jelas ada, semuanya ngga mungkin cuman kebetulan. Apalagi setelah tau gimana cara pasien itu kasih kelopak mawar putih ke Sephora. Bukannya itu juga mencurigakan?"
Jafka mengangguk, "ada dalang di balik semuanya. Tentang wali pasien yang kasih satu tangkai mawar putih dan tentang pasien perempuan yang meninggal, pasti keduanya punya pengaruh dari seseorang"
"Dan seseorang itu adalah orang yang sama yang neror rumah Dokter Habin?"
"Juga orang yang sama yang kasih surat ke Sephora!" Jafka berujar seperti baru saja mendapatkan titik terang. "Kalau benar begitu, saya yakin dia laki-laki bertopi hitam yang belakangan ini selalu ngawasin Sephora di rumah sakit"
Air wajah Sagion tampak terlihat lebih terang sekarang. "Apa Sephora pernah punya masalah sama seseorang?"
"Kamu pasti tau jawabannya, Sagion."
Yah, Sagion paham. Tidak mungkin rasanya jika Sephora memiliki masalah yang membuat orang tersebut sampai membuat teror seperti ini. Ia hanya memastikan saja.
"Bagaimana kalau ternyata ini semua ada hubungannya sama... Natania?" Namun rupanya, kalimat Jafka yang satu ini membuat Sagion membungkam bibirnya telak.
Hei! Sudah lama sekali Sagion tidak mendengar nama itu? Demi Tuhan, jika saja ia bisa menghilangkan satu nama perempuan dari dunia maka Sagion ingin menghilangkan nama Natania agar tidak berseliweran lagi di telinganya karena ia kepalang muak dengan perempuan gila tersebut.
Lelaki ini benar-benar sudah tidak ingin tau menau perihal sedikit apapun yang berhubungan dengan mantan kekasihnya itu.
Kendati demikian, jika dipikir-pikir lebih jauh lagi, satu-satunya orang yang seharusnya ada di list pertama dari orang-orang yang di curigai, bukankah seharusnya itu memang Natania?