[ 14 ] Espresso

433 63 55
                                    

Terduduk pada kursi di hadapan cermin setelah merias wajahnya tipis, perempuan itu bergeming sejenak; melihat keadaan meja rias dan isi kamarnya yang mendadak penuh dengan benda-benda baru. Sephora tersenyum singkat. Tidak disangka ternyata Sagion akan secepat ini memindahkan barang pribadinya agar bersanding rapih dengan miliknya.

Untuk di meja rias, penampakan satu botol parfum berwarna hitam terlihat begitu mencolok. Ada juga dua pasang sendal berwarna krem dan abu-abu di sisi nakas, dua handuk yang menggantung bersebelahan, dua sikat gigi pada wastafel yang mana perbedaan warnanya kontras, dua sabun mandi berbeda aroma, bathrobe, ah semuanya sekarang jadi sepasang.

Jadi, begini ya rasanya memiliki suami seutuhnya?

"My Primrose."

Perempuan itu segera menoleh saat suara itu terdengar bersamaan pintu kamarnya yang terbuka. "Ah, kamu udah pulang." Seulas senyum tipis dijadikannya sambutan untuk lelaki tersebut.

Kira-kira sekitar pukul 20.30 sekarang, Sagion baru kembali dari rapat dadakannya. Guratan lelah pada wajahnya kentara terlihat sehingga ia memilih untuk membantingkan tubuhnya pada sofa tanpa melepas perintilan pakaian kerjanya.

"Capek?" tanya Sephora, ia sudah ada di samping suaminya.

Lelaki itu pun bergumam, "Punggung aku pegel banget rasanya,"

"Kan aku udah bilang, sekiranya belum sanggup buat ke kantor ya jangan maksain."

Sebelum menjawab, Sagion bangkit untuk duduk berdandar. "Banyak yang aku harus urus, Sepho. Ayah juga sekarang nyerahin semua tanggung jawab perusahaan ke aku. Aku ngga bisa santai-santai."

Mengangguk paham, Sephora mengerti seperti apa posisi Sagion. "Ya udah, kamu kau aku pijit, ngga?"

"Hng?" Kepala lelaki itu segera menoleh. Sedikit tak percaya mendengarnya. "Bukannya kamu harus ke rumah sakit, ya?"

Ah, iya. Sephora berada di jadwal dinas malam.

Perempuan itu menjawabnya, "Buat sebentar masih ada waktu kalau kamu mau,"

"Ya udah mau."

"Mau pijit?"

"Mau peluk."

Kali ini girilan Sephora yang tak percaya dengan ujaran barusan. Tidak hanya sampai di situ, gerakan tiba-tiba dari Sagion yang merengkuh tubuhnya membuat ia jauh lebih terhenyak lagi. Lelaki itu menjatuhkan kepalanya pada ceruk leher istrinya seakan menjadikan pelukan serta aroma tubuh itu sebagai penawar dari rasa lelah yang dirasanya.

Kini Sephora bisa merasakan jika tangan Sagion yang melingkar pada pinggangnya terus mengerat. Ia tersenyum. Sekelebat momen-momen memilukan yang sebelumnya terjadi pada mereka sontak kembali berputar dibenaknya. Sungguh, Tuhan itu memang adil. Ia tak menyangka akan secepat ini merasakan hasil atas rasa sabarnya.

"Mending bersih-bersih dulu gih, Gion. Mandi terus kamu istirahat."

Satu detik.

Dua detik.

Sampai detik ke lima, hanya ada hening diantara mereka.

Tak adanya jawaban membuat Sephora lantas sedikit memiringkan kepalanya, mencari tau apa yang sedang lelaki itu lakukan. Hei bagaimana jika Sagion malah tertidur?

DID WE MAKE IT : ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang