Sephora pikir acara makan malam yang rutin di adakan empat pekan sekali ini sudah selesai, sehingga ia bisa pulang dan mengakhiri drama sebagai pasangan suami istri yang penuh keharmonisan ini dengan segera. Namun nyatanya, Eyang; si tuan rumah, nampak belum beranjak dari tempat duduknya, membuat mereka yang berada di ruangan tersebut jadi enggan pergi lebih dulu.
Tak terhitung berapa jumlah kebohongan yang Sephora lontarkan di depan keluarga besar Sagion, saat beberapa dari mereka menanyakan hal yang pastinya dijawab bualan olehnya. Seumur hidupnya Sephora tak pernah bertindak sejauh ini untuk melakukan sesuatu yang jelas tidak baik. Namun sekarang, atas kesepakatannya dengan Sagion, perempuan itu tak punya pilihan lain.
Ia berjanji akan mempertanggung-jawabkan semua rasa bersalahnya setelah ia sedikit demi sedikit bisa membereskan inti permasalahan sembari mencari jalan keluar yang baik untuk keluarganya maupun keluarga Sagion.
"Kalian sudah ada rencana untuk punya momongan?"
Itu adalah pertanyaan sakral yang paling di hindari oleh Sagion dan Sephora. Mereka pikir, mereka akan selamat dari kalimat mematikan tersebut berhubung kini sudah ada di ujung pertemuan. Tapi sepertinya Eyang lebih penasaran akan hal tersebut dibandingkan dengan yang lainnya.
Sagion yakin bertaruh jika pertanyaan itu berada di posisi pertama list yang telah dibuat Eyang-nya.
"Tentu, Eyang," jawab Sagion, setelah bertemu tatap dengan Sephora selama beberapa detik.
"Kapan lebih tepatnya?"
"Buat urusan itu aku serahin semuanya sama Sephora. Yang mengandung, melahirkan, itu kan bukan aku. Jadi itu gimana keputusan Sepho."
Sepertinya perempuan itu harus melanjutkan kebohongannya menjadi part kesekian. Sephora merutuki Sagion dalam hati. Bisa-bisanya lelaki itu menumpahkan beban tanpa mau berbagi!
"Lalu, bagaimana, Sephora?" Eyang kini berharap-harap penuh pada perempuan pilihannya tersebut.
"Eum... Eyang, sebenernya aku masih harus mikir— maksudnya, aku sama Sagion, kita masih harus bicarain itu lebih lanjut. Eyang tenang aja, kita pasti atur semuanya dengan baik,"
"Lebih cepat lebih baik, ya." Ia mengangguk-angguk, paham akan maksudnya. "Lebih bagus lagi jika anak pertamanya laki-laki. Satu pun sudah cukup jika begitu."
Bagi keluarga Sagion, hal tersebut merupakan tradisi tak tertulis secara turun-temurun yang akan di ingat dari generasi ke generasi sehingga tidak terdengar aneh lagi.
Yovaliam, Helena, Yasmin, dan juga Sagion, mereka ber-empat kini hanya bisa memandang Sephora dengan raut wajah yang diyakini memiliki makna serupa.
"Aku cuma berusaha sesuai kemampuan aku, Eyang. Buat hasilnya, apapun itu, sisanya bukan lagi atas kehendak aku," jawabnya. Kalimatnya ini ia lontarkan dengan kedua tangan yang terpaut erat di bawah sana.
"Hm, Eyang paham."
Sungguh! Kini Sephora seolah merasa jika dirinya ini adalah seorang istri dari King Henry VIII, yang mana keturunan laki-laki sangat lah di prioritaskan. Bahkan saat bicara dengan Eyang, ia juga merasa seperti sedang bicara dengan Queen Elizabeth II saking gugupnya.
Entah gugup karena aura Eyang yang begitu mengintimidasi padahal sudah tidak muda lagi, atau gugup karena kebohongannya. Intinya Sephora ingin segera pulang sekarang!
Kemudian Eyang bangun dari singgasananya, membuat ke-lima orang di sana sedikit terlepas dari situasi yang mencekik. "Kalian bisa lanjutkan makan malam ini, Eyang akan istirahat. Untuk Sephora, lain kali ajak orang tua mu juga agar bisa ikut di jamuan selanjutnya. Eyang sudah lama sekali tidak bertemu Dokter Habin dan Dokter Yessy setelah pernikahan kalian."