"You're gonna be a father, Sagion. Selamat, ternyata Sephora positif hamil."
Jika saja ia bisa memberikan gelar pada sebuah kalimat sebagai kalimat paling membahagiakan yang ia dengar sepanjang hidupnya, mungkin Sagion akan memberikan gelar tersebut pada kalimat yang di lontarkan Jafka barusan.
Sagion merasa kalimat itu masih berputar-putar mengelilingi benak hingga hatinya sampai lupa jika ia masih memiliki kaki— maksudnya, Sagion sekarang malah jatuh meluruh pada lantai IGD dengan guratan wajahnya yang.. kosong? Hei! Siapapun itu tolong sadarkan lelaki yang akan menyandang status ayah ini!
"Sagion?" Terima kasih Jafka karena masih setia menemani orang yang mendadak linglung ini.
Akhirnya Sagion mengerjap, mendongak pada Jafka sekilas lalu baru lah tersadar dengan perbuatannya sendiri. "Di mana istriku, Jaf?"
Jafka mengendikan dagunya pada sebuah tirai di belakang Sagion yang mana ada Sephora di baliknya. "Oh ya, saya udah buat janji temu sama Obsterti-Ginekologi, nanti kalau infus Sephora udah habis, kalian bisa pergi ke sana dulu"
Sagion masi berdiri lemas, "maksudnya kamu bikin janji sama diri kamu sendiri?"
Oh Demi Tuhan. Sagion ini benar-benar linglung ya? Jafka sampai menahan tawa. "Bukan sama saya tapi sama Dokter Haidar. Udah, masuk gih, Sephora pasti udah nunggu. Saya permisi ya kalau begitu. Sekali lagi selamat buat kalian berdua."
Jafka segera membawa kakinya pergi setelah mendapat anggukan dari Sagion. Entahlah, perasaannya jadi campur aduk dengan bahagia paling mendominasi. Sephora dan Sagion akan segera memiliki anak. Ia turut bahagia, tentu.
Tepatnya tadi siang; saat Jafka baru saja keluar dari ruang operasi setelah membatu persalinan, ia dikagetkan dengan kabar yang disampaikan oleh dokter umum yang bertugas di IGD --yang mengatakan jika Sephora pingsan dan sudah ada di sana--. Ternyata setelah melakukan pemeriksaan, teman perempuannya itu memang positif hamil. Kecurigaannya benar ternyata. Saat itu juga Jafka langsung menghubungi Sagion untuk segera menyusul ke Centre.
"My Primrose.." begitu ia masuk, Sagion melihat perempuannya sedang terbaring dengan mata terpejam. Namun seolah menyadari kehadirannya, Sephora tak lama kemudian langsung membuka matanya perlahan.
"Hi," Sephora tersenyum, begitu tipis.
Pertama, Sagion memilih untuk mendaratkan bibirnya pada dahi Sephora, mengecup kedua pipi, hidung, dan berakhir pada bibir pucat sang istri yang mendapat kecupan lebih lama.
Akhirnya sekarang lelaki ini bisa tersenyum lepas, "gimana keadaan kamu sekarang?"
"Masih sedikit pusing tapi ngga apa-apa"
"Em, ada yang kamu butuhin?"
"Aku cuma butuh kamu ada sama aku."
Jemari Sagion lantas menggapai tangan terbalut infus Sephora yang di atas perutnya. Ia mengelus sejenak perut yang masih rata tersebut seraya menerwang jika di dalam sana ada calon buah hatinya yang sudah lama ia nantikan.
Lelaki ini masih kaget, tentu. Padahal ia dan Sephora selalu 'bermain aman', tapi ternyata Tuhan lebih tau apa yang sebenarnya ia inginkan.
"Aku udah mutusin buat nunda kehamilan dulu"
Sekelebat bayangan akan kata-kata istrinya jadi terbayang lagi di benak; membuat senyum yang sedari tadi merekah jadi hilang seketika. Sagion bergeming, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi atas hal bahagia ini.
Bagaimana jika Sephora...
"Apa yang kamu pikirin?" Seakan tau apa yang suaminya pikirkan, Sephora pun segera berujar agar lelaki ini tidak membayangkan hal yang tidak-tidak. "Kamu takut aku nolak bayi ini ya?"