Satu piring porselen itu nampak kosong; menandakan jika pemiliknya telah menghabiskan jatah sarapannya tanpa meninggalkan sisa. Roti oatmeal rolls, menu sarapan yang dibuat langsung oleh istrinya, ternyata mampu meningkatkan napsu makannya di pagi hari karena rasanya yang begitu cocok dengan selera.Tangan Sephora ini ajaib sekali, selain pandai mengobati pasien ia juga pandai membuat berbagai macam sajian bercitarasa sedap.
Kegiatan Sephora yang berdiri membelakangi karena tengah sibuk mencuci sesuatu jadi menarik sepasang netra Sagion. Apalagi setelah ia menyadari jika perempuan itu memakai ikat rambut yang dibelikannya semalam, Sagion jadi menyunggingkan senyum samar tanpa disadari.
"Sepho?" panggil Sagion kemudian.
Sementara yang dipanggil masih fokus pada kegiatannya. "Iya?"
"Lagi apa?"
"Cuci buah-buahan,"
"Kamu ngga mau sarapan dulu?"
Suara gemericik air dari keran tak terdengar lagi, menandakan jika pemiliknya sudah beranjak. Sephora kemudian menyimpan anggur hijau yang telah selesai di cucinya itu ke dalam wadah. Ia berjalan menuju meja makan seraya membawa anggurnya untuk disimpan pada meja.
"Aku udah sarapan kok," katanya, ia menempatkan tubuhnya di hadapan Si lelaki. "Waktu bikin sarapan aku nyicip lumayan banyak jadi udah cukup ngisi perut,"
"Begitu." Sagion mengangguk mengerti. "Oh ya, kamu yakin mau kerja hari ini? Kalau sekiranya masih belum sanggup bisa kan di undur?"
"Justru kalau di rumah aja bikin aku cepet bosen. Aku pengen ada aktivitas lain,"
"Masih ada yang kerasa sakit?"
"Ada, tapi jangan khawatir. Tenang aja."
"Hm, ya udah." Mau melarang pun rasanya percuma karena yang dikatakan perempuan itu memang ada benarnya juga. "Aku mau bilang makasih sama kamu, Sepho,"
"Lagi?" Sontak sepasang alis perempuan itu pun bertaut. Pasalnya, entah berapa kali Sagion mengucapkan kalimat yang sama. "Harusnya kamu berterima kasih sama Papa, bukan sama aku terus. Papa yang paling kasih kamu kesempatan,"
"Tentu, aku bakal luangin waktu buat ketemu Papa nanti."
Soal kejadian menguras emosi di rumah sakit saat itu, rupanya benar-benar menjadi pelajaran yang memeberikan pemahaman bagi Sagion. Melalui insiden kecelakaan istrinya ternyata mampu membuat mata hatinya perlahan terbuka; menilai siapa yang seharusnya lebih ia prioritaskan.
Walaupun Sagion tau jika sejujurnya Sephora masih setengah hati kepadanya. Tak apa. Diberikan kesempatan saja ia sudah beruntung.
"Yasmin pulang jam berapa?" tanya Sagion, beralih pada topik lain. "Sebelum aku bangun dia udah pergi?"
"Iya, waktu masih gelap. Kayanya dia buru-buru?"
"Mungkin takut di interogasi Kakaknya."
"Hng?"
"Yasmin sempet pacaran sama Jun ternyata. Bisa-bisanya mereka backstreet dan aku baru tau setelah Jun menikah."
Baiklah, untuk hal ini, Sephora akan pura-pura tidak tau saja. "O-oh.. ya?"
"Hm," gumamnya. "Sebenernya aku ngga pernah larang Yasmin mau pacaran sama laki-laki manapun asalkan dia kenalin dulu sama aku. Karena kadang .. aku ngerasa takut. Takut kalau perbuatan buruk kakaknya ini berubah jadi karma buat dia. Apa aku salah berpikiran begitu?"
Waw, menyeramkan sekali kalimatnya. Hari masih pagi tapi ia sudah membahas karma.
Lantas Sephora pun menjawabnya, "Jelas salah. Kenapa kamu ngga berpikiran yang baik-baik aja? Sebagian besar hal yang terjadi itu tergantung pemikiran kita sendiri. Ketakutan kamu pun wajar karena kamu pasti se-sayang itu sama Yasmin. Tinggal berusaha perbaikin kalau kamu emang serius mau berubah. Hidup itu pilihan. Take it or leave it."