Syukurnya hari ini kerjaan ku gak begitu padat. Jadi aku bisa nyicil nulis.
Vote ya 🤩
~Seribu gerbang untuk masuk, tapi tak ada satu pun jalan untuk keluar. ~
Mendaratkan satu kecupan ringan di atas pucuk kepala sebagai tanda perpisahan saat pulang, adalah hal yang berlebihan untuk dua orang yang sama-sama asing. Panji si pelaku tak merasa keberatan sama sekali kala tingkahnya berhasil membuat pipi Sandara menjadi merah merona. Padahal Sandara bukan orang spesial bagi Panji, pun tak terpaut hubungan apa pun dengannya, tapi kecupan itu bagai suatu hal yang sudah dianggap familiar di hidupnya.
"Kenapa kau mengecup ku?" Tanya Sandara gugup. Laki-laki di hadapannya hanya tersenyum manis dengan garis wajah yang tampak tegas di bawah terangnya lampu jalan.
"Hanya sebagai pengantar kata selamat tinggal!"
Deru nafas hangat yang menyeruak ketika laki-laki itu berucap, berhasil menerpa kulit Sandara yang sudah dingin karena angin malam yang berseok membelai kulit sampai ke tulang.
"Masuk lah! Malam sudah larut. Kau harus tidur dan beristirahat. Dan jangan lupa untuk mimpikan aku!" Panji sedikit mendorong tubuh gadis itu untuk masuk ke dalam rumah kumuh yang besarnya hanya beberapa petak saja. Mungkin dibandingkan dari rumahnya yang megah, luas tanah dari rumah Sandara hanya seperempatnya saja dari garasi tempat mobil-mobil koleksinya ditempatkan.
Bagi Panji gadis seperti Sandara yang notabenenya berwajah cantik nan indah bagai bunga yang disanjung setiap insan, tak cocok untuk menempati tempat kumuh dengan banyaknya sampah berserakan di pinggiran jalan. Mungkin harga sewa per bulannya tak akan melebihi uang jajan Panji setiap harinya. Menyedihkan.
"Aku akan segera masuk! Setelah ini, kirimkan nomor rekening mu! Aku akan mengirim uangnya esok hari, tepat selah kerja sampingan ku berakhir di pukul tiga sore." Jelas Sandara.
Ia berbalik arah, mencoba berlalu dari sosok yang masih setia menunggunya di gerbang pintu pagar kediamannya. Panji sengaja, ia ingin memastikan jika Sandara benar-benar masuk ke dalam rumah itu dengan selamat, sesuai dengan pengawasannya. Setelahnya ia akan pulang dengan perasaan tenang.
"Kau bisa pulang sekarang! Terima kasih sudah memberikan tumpangan."
Sandara bersaut dari balik jendela kamar yang ia buka dengan lebar, hanya untuk menyampaikan suatu perintah bagi sosok laki-laki baik yang sudah mengantarkannya pulang.
Kalau boleh jujur, setiap malam kala dirinya pulang bekerja, Sandara selalu takut untuk berjalan seorang diri, tepat di depan jalan gang sebelah sana, selalu berserakan laki-laki bengal yang mabuk dan meracau tak jelas. Terkadang membuntuti Sandara dengan tindakan fisik yang tak senonoh, seperti meraba pinggul atau mencolek dagunya. Sandara tak sudi jika harus menemani abang-abang di sana untuk mabuk dan nongkrong bersama. Dibandingkan dengan Gumile yang gila akan wanita, laki-laki di sekitar komplek ini jauh lebih membahayakan.
"Ya, aku akan pulang. Selamat malam Sandara." Ucap Panji, sebelah tangan miliknya dikecup dan ditiupkan ke arah Sandara, bagai sebuah kesan romantik yang teramat klise untuk dinikmati di era yang sekarang.
Sandara menutup jendela berserta tirainya dengan segera. Pun menghempaskan tubuhnya sampai terduduk di ubin-ubin kayu. Ia merasa jantungnya berdebar kembali saat mendapatkan perlakuan manis dari Panji untuk yang kedua kalinya.
Laki-laki itu lagi-lagi berhasil membuat Sandara tersipu malu dengan cara yang sederhana. Dalam hatinya yang terdalam, Sandara mati-matian untuk tak jatuh cinta pada Panji yang jauh dari jangkauannya. Baik harta maupun tahta keduanya berada di kubu yang berbeda. Kata sederhananya, Sandara mengakui jika ia tak akan pantas jika harus bersanding dengan Panji meskipun hati itu lebih dominan menginginkan laki-laki itu untuk dimiliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
History Blue (PARK JEONGWOO) by Pupuriri30
Fanfiction"Aku beli perempuan ini, di aplikasi burung biru..." Panji 🔞 ➡️Jeongwoo as Panji Kharisma ➡️Tokoh lain akan menyusul Penulis: Pupuriri30 100% hasil penulis. Fiktif / hanya karangan belaka. Tidak ada sangkut paut dengan kehidupan nyata tokoh. (M...