12. Kidnapper

189 19 5
                                    

Dari sudut ruang VIP itu, bibir Gumile melebar menertawakan Sandara yang setiap saat menurunkan rok di atas lututnya dengan risih, sebagai tanda kalau gadis itu benar-benar tak nyaman akan pakaian kerjanya yang seksi.

Ya salah sendiri, mengapa gadis sepolos dia mau bekerja di klub malam yang dominan berbahaya seperti ini? Pun, lebih rawan akan tindak pelecehan. Lengah sedikit, sebuah sentuhan akan membelai kulit indahnya.

"Tuan Gumile, jangan melihat pelayan itu terus. Kau membuat ku cemburu. Harusnya kau memperhatikan wajah cantik ku, huh." Rajuk seorang wanita penghibur langganan Gumile di klub malam ini.

"Mengapa cemburu sayang? Dia sudah kalah jauh darimu. Kau lebih hebat di atas ranjang. Tak seperti gadis yang amatir itu. Tenang, aku tak akan berpaling darimu!" Ucap Gumile, ia memeluk wanita penghibur itu lebih erat lagi. Atau, sesekali mengecup ranum seksinya.

Benar, secara nafsu, Gumile memang tak tertarik pada Sandara. Laki-laki casanova itu hanya penasaran saja, mengapa kawan nya teramat tergila-gila pada gadis miskin seperti dia, bahkan rela membayarnya lebih mahal hanya untuk satu malam. Lebih mahal dari sebuah motor baru di toko-toko.

"Loh, siapa yang membawa Sandara pergi dengan tak sopan seperti itu?" Gumile terbelalak. Mencoba fokus pada suatu subjek yang telah membawa pergi Sandara.

Baru saja beberapa menit Gumile memalingkan arah pandang ke arah wanita penghiburnya. Sosok Sandara sudah hilang tepat di hadapan mata Gumile sendiri. Gumile tahu betul ada sosok yang memangku Sandara secara paksa. Bahkan laki-laki bertubuh besar itu dengan cekatan memanggul tubuh Sandara bak karung beras tepat di atas bahu kokohnya dengan sekali angkut.

Dari perawakan tinggi nan kekarnya, sepertinya Gumile familiar dengan sosok penculik itu. Hanya saja ia lupa di mana ia pernah menjumpainya.

"Bahaya, aku harus segera menelpon Panji kalau Sandara telah diculik paksa oleh seseorang." Ucap Gumile, laki-laki itu sibuk menekan nomor Panji yang tersimpan di dalam ponsel miliknya. Pun dengan cepat membuntuti ke mana arah laki-laki kekar itu membawa pergi Sandara.

Sayangnya, ponsel Panji terdeteksi aktif namun tak ada jawaban dari sang pemilik. Kesal, itu yang Gumile rasakan. Nakal-nakal begini, ia masih peduli pada Panji. Ia akan berusaha mengawasi apapun yang sudah menjadi milik Panji. Ya, walaupun tak janji kalau suatu saat nanti, Gumile bisa saja mencicipi ranum Sandara. Mungkin sebagai obat dari rasa penasaran.

"Tuan, kau mau ke mana?" Sanggah seorang perempuan yang menahan lengan Gumile.

"Tunggu sebentar. Aku harus memastikan sesuatu." Gumile berjalan dengan tergesa. Tungkainya ia bawa berlari menyusuri luasnya ruang klub malam yang bising dan remang-remang.

Nihil, Gumile tak menemukan sosok itu lagi. Orang yang membawa paksa Sandara di beberapa menit yang lalu menghilang dengan cepat. Bahkan jejaknya tidak terlihat lagi oleh netra Gumile yang menjulur dari sudut ke sudut ruang. Ternyata mencari orang di kerumunan orang-orang yang menari-nari di iringi musik bising itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Gumile tak menyangka akan hal itu, sungguh cekatan dan sulit untuk terkontrol. Jika sudah seperti ini, Gumile tak bisa apa-apa. Sepertinya orang yang menculik Sandara bukanlah orang biasa-biasa saja. Jas bajunya tampak mahal, gaya rambutnya tampak trendy. Pun teramat berkarisma.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
History Blue (PARK JEONGWOO) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang