32. High Fortress

115 19 7
                                    

Ini adalah hari di mana Panji kembali ke apartemennya, setelah satu minggu lamanya menetap lama di rumah sang kakek. Anehnya, Prita sang ibu telah lebih dulu berada di sana. Entah sejak kapan, yang jelas ia seolah bersikap tenang terduduk santai di atas sofa ruang tamu dengan majalah yang dibacanya.

"Mah, sejak kapan datang ke sini?" Tanya Panji, menyempatkan diri untuk mengecup pipi sang ibu.

"Belum lama, mungkin sejak setengah jam yang lalu. Lagi pula kedatangan ku sini untuk mengobati rindu ku pada mu, terlebih lagi kau sudah lama tak pulang ke rumah kita." Ucap Prita. Selain alasan yang diutarakan barusan. Kedatangan Prita ke sini untuk mempertanyakan sebuah foto yang dikirim dari nomor tak dikenal subuh tadi, yang mana dalam foto tersebut terdapat reka gambar Panji dengan seorang gadis asing yang tak Prita kenal sama sekali. Dari tampangnya saja Prita sudah tahu bahwa gadis yang bersama Panji itu bukanlah orang yang setara dengan mereka.

"Maafkan Panji mah! Aku hanya sibuk saja!" Alasannya. Padahal ia malas menemui sang ayah dan ibu nya yang telah asing satu sama lain. Mereka hanya terlihat romantis di depan umum saja. Selebihnya hanya sikap dingin yang dirasakan satu sama lain.

"Ya tak apa! Uang mu masih ada? Aku bisa mengirimkan uang jika uang mu habis!" Tanya Prita. Sang ibu itu tak pernah lupa menyetor uang saku untuk Panji dengan jumlah yang banyak. Maklum anak satu satunya.

"Tak perlu khawatir. Uang ku masih banyak! Mamah sudah makan? Ingin makan bersama? Aku akan memesan makanan untuk kita jika kau ingin."

"Baiklah, mari kita makan bersama. Sekaligus aku ingin membicarakan hal penting kepada mu!" Ajak Prita.

Acara makan bersama mereka tak se-hening biasanya. Di momen berdua seperti ini, Prita tak terburu-buru menuduh Panji dengan apa yang terbukti dari sebuah foto yang ia terima. Prita lebih memilih menyelesaikannya sendiri. Toh ia mampu dengan mudah menyingkirkan orang yang tak setara dengannya. Tanpa mengikutsertakan Panji dalam rencananya.

Tak hanya gadis biasa seperti Sandara saja. Sejujurnya Prita juga mampu menyingkirkan Helena, wanita yang berperan sebagai selingkuhan dari suaminya dengan amat mudah. Tapi sayangnya, Helena memegang kartu As dalam karir mereka. Jika tidak hati-hati, Helena bisa saja membongkar semuanya.

"Kau punya kekasih? Atau sedang menyukai seseorang?" Tanya Prita, sedikit demi sedikit membuka celah.

"Aku tidak punya kekasih. Tapi kalau orang yang disukai, tentu saja aku punya!" Ucap Panji tenang, sembari melahap satu suap udang asam manis favoritnya.

"Oh ya? Seperti apa orang yang kau suka?" Tanya Prita penasaran.

"Dia cantik dan baik. Memangnya ada apa, Mah?" Tanya Panji sedikit curiga.

"Tidak apa-apa. Hanya bertanya. Tapi kau tidak akan mengecewakan Mamah kan dengan pilihan mu itu? Ku harap kau mencari perempuan yang setara dengan kita. Baik jabatan maupun hartanya. Jika berbeda dari kita, maka kau hanya akan mempermalukan keluarga kita. Kau paham kan Panji?" Ucap Prita sedikit mempertegas. Sedikit menyindir gadis yang ada di dalam foto tersebut. Prita tahu, Sandara memang cantik, tapi tidak sederajat dengan mereka. Itu kesalahan fatalnya.

"Kenapa harus setara?"

"Karena kau anak ku satu satunya. Pewaris harta orang tua mu sendiri. Tentu saja kau harus mencari calon istri yang terhormat. Hanya orang-orang kaya yang mengerti caranya mengolah uang. Orang miskin hanya akan memanfaatkan mu saja!" Tutur Prita lagi.

"Kalau aku cinta pada orang yang jauh di bawah kita bagaimana? Maksud ku apa yang akan kau lakukan pada kekasih ku?" Tanya Panji.

"Apa pun! Bisa saja, hal buruk menimpa kekasih mu. Maka itu, kau harus hati-hati memilih pasangan. Jangan membuat ku kecewa. Kau paham anak ku sayang? Aku melakukan ini karena ingin yang terbaik untuk mu." Tuntasnya, menggertak Panji untuk lebih berhati- hati lagi.

History Blue (PARK JEONGWOO) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang