36. The Secret Lover

184 22 13
                                    

Malu rasanya, mengingat apa yang terjadi pada Sandara beberapa saat lalu. Tentang sentuhan fisik di luar kendali, pun tentang kepastian hubungannya bersama Panji. Semuanya adalah kesalahan yang fatal yang pernah ia lakukan sejauh ini. Andai Sandara tak meminum obat sialan itu, mungkin ia tak akan dirundung gulana dari kesan yang memalukan.

Ingin rasanya menghilang dari dunia ini sesaat saja. Dari pada harus menampakkan wajahnya di hadapan Panji dengan penuh penyesalan. Pun entah yang ke berapa kalinya ia mengusak wajahnya dengan frustasi.

Saat makan bersama Panji dan Gumile tadi malam. Panji sedikit pun tak membahas apa yang dilakukan Sandara terhadap nya. Seolah menjaga keadaan Sandara agar tak memikul malu berlarut-larut. Apalagi di hadapan Gumile, yang banyak bertanya pada kondisi keduanya. Tetap saja, rasa malu itu melekat tak hilang-hilang.

Tak dipungkiri kala ia melihat wajah Panji yang terlelap di sampingnya, membuat reka ulang kejadian itu teringat lagi.

"Harusnya aku menghindari Panji untuk beberapa hari. Setidaknya sampai aku lupa tentang kejadian itu. Kau payah Sandara. Apa yang kau lakukan pada Panji? Mengapa kau menciumnya dengan lancang? Dan mengapa kau memelas ingin menjadi kekasih Panji? Memalukan." Benaknya. Terus berkecamuk dalam pikiran. Sesekali menjambak rambutnya dengan gemas.

Ini bahkan sudah pukul tiga subuh. Sedangkan Sandara tak bisa tidur sama sekali. Niatnya, ia akan pulang saat pagi tiba nanti, saat Panji masih dalam keadaan lelap.

Apa yang harus Sandara sangkal tentang perasaan nya? Semuanya sudah tampak jelas kalau Sandara dan Panji sama-sama saling menaruh hati. Jadi tidak ada salahnya bukan tentang ungkapan Sandara yang berharap kepastian itu.

Ia tak bergeming lagi. Hanya berbalik arah untuk melihat wajah damai Panji yang terpejam lelap di sampingnya. Ada gerik lembut dari jemari Sandara saat tanda ruam kemerahan dari gigitannya melekat di leher Panji, yang tanpa ia sadari, ia sendiri lah yang membuatkan tanda tersebut untuk Panji.

"Bagaimana cara menghapusnya? Aku sudah keterlaluan." Ucapnya kecil, yang entah mengapa mendapatkan respon dari Panji yang dengan sigap menggenggam tangan Sandara di bagian leher.

"Tidak perlu dihapus. Aku menyukai tanda ini... dan, karena kau yang membuatkannya untuk ku." Respon Panji, meski laki-laki di hadapannya setia terpejam dalam lelap.

"Kau belum tidur?" Tanya Sandara. Ia mendudukkan diri karena terkejut.

"Aku sebenarnya mengantuk. Tapi aku tak bisa terlelap dengan nyenyak karena kau terlalu banyak bergerak-gerak. Apa sebenarnya yang membuat mu terjaga sampai selarut ini, Sandara?" Panji akhirnya membuka mata. Menatap wajah sang gadis yang sedikit memucat. Ternyata lampu yang temaram ini, tak membatasi bagaimana jelasnya ekspresi Sandara yang dilanda rasa cemas.

"Maafkan aku... Aku hanya terlalu banyak berpikir. Sehingga membuat ku sulit untuk tidur. Lanjutkan lah, aku akan tidur di sofa depan." Ucap Sandara, ia hendak beralih tempat agar geriknya tak mengganggu Panji lagi. Toh dua jam lagi dia akan pulang.

"Tidak...! Jangan pergi. Aku masih ingin tidur bersama mu! Tetap di sini ya?" Digenggamnya tangan Sandara agar tak pergi. Ia juga sedikit menarik tangan Sandara untuk kembali berbaring di sebelahnya dengan lengan yang setia terulur sebagai bantalan untuk Sandara.

"Tapi..."

"Sudahlah, Sandara. Kau harus beristirahat! Tidak perlu banyak berpikir tentang hal yang tidak-tidak. Kemari lah...! Biarkan aku memeluk mu." Ucapnya, mendekap tubuh Sandara dengan erat. Hingga kepala sang gadis masuk pada dada bidangnya yang hangat. Di sana Panji tampak menepuk-nepuk punggung Sandara dengan perlahan, agar tenang dan bisa kembali terlelap.

"Emm... Tentang apa yang aku ucapkan kepada mu tadi malam, kau tidak menganggapnya serius kan?" Tanya Sandara ragu. Jujur saja Sandara takut membebani Panji tentang status kekasih itu. Walau bagaimana pun Sandara tidak mau memaksa Panji. Ia tak berhak berharap lebih tentangnya. Mengingat Panji sudah sudi menolong Sandara saja, sudah jauh lebih dari syukur.

History Blue (PARK JEONGWOO) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang