26. Opini

128 22 4
                                    

"Pertimbangkan lagi tawaran ku, Sandara! Ini kesempatan emas, beasiswa di kampus ku juga banyak. Aku tau kau pintar. Kau pasti bisa mendapatkan beasiswa itu!" Ucap Lintang pada Sandara.

Sudah lama beasiswa itu ia tawarkan pada Sandara. Sebuah beasiswa prestasi per semester dan uang saku yang menggiurkan. Sandara sendiri bukannya tak mau, tapi pada dasarnya ia dan Lintang berasal dari universitas berbeda. Pun dengan Sandara yang sudah cuti sejak semester empat di universitas sebelumnya. Jika ia menerima tawaran Lintang untuk mengambil beasiswa itu, berarti Sandara harus pindah kuliah dan mengulanginya ke semester awal.

"Aku akan pikir-pikir lagi. Lagi pula, kau sudah tahu kalau aku sibuk bekerja demi sesuap nasi. Tentu saja akan ada kendala dalam mengisi perkuliahan." Tutur Sandara. Ia bukannya tak tertarik pada beasiswa itu. Sandara juga ingin kuliah seperti orang lain. Tapi, jika ia sibuk kuliah, bagaimana caranya ia membayar hutang-hutang sang ayah.

"Ini juga demi masa depan mu! Ayolah Sandara, ku mohon! Selain banyak beasiswa untuk para mahasiswa. Di kampus ku juga memiliki mahasiswa yang tampan-tampan pula. Siapa tahu kau dapat kekasih yang kaya sekaligus tampan di sana." Bujuk Lintang.

Seperti biasa, rekan kerjanya itu selalu pantang menyerah membawa Sandara untuk pindah ke kampusnya. Universitas elit dengan segudang prestasi yang tampak menarik untuk setiap orang. Pantas saja beasiswa berserakan di sana.

"Ya ampun. Aku tidak peduli dengan laki-laki tampan itu. Aku lebih peduli pada uang." Sandara tersenyum lebar, memampangkan deretan gigi yang tampak rapih. Sedangkan Lintang menggelengkan kepala tanda heran. Memang, Sandara terlalu larut dalam dunia kerja tanpa batas.

"Ya... ya... kalo itu aku sudah tahu! Tapi saran ku, kau jangan terlalu maniak bekerja. Tubuhmu sudah sangat kurus, Sandara! Kasihan wajah cantik mu jika tubuh mu ikut tak terurus." Ucapnya. Lintang merangkul bahu Sandara dengan iba. Memang benar apa yang dikatakan Lintang kepada Sandara. Tapi ia bisa apa? Dunia ini pahit untuk orang seperti Sandara.

"Aku pulang ya! Sudah hampir malam. Aku ingin tidur sebentar, aku harus masuk bekerja lagi di pukul delapan malam nanti." Ucap Sandara melambaikan tangan pada kawan yang masih berdiri di ambang pintu. Di depan rumah Lintang itu Sandara beranjak pergi, dengan segenggam formulir pendaftaran mahasiswa baru beserta persyaratan untuk calon penerima beasiswa kelak.

Sepanjang jalan, pikirannya terus berputar. Jika ingin kuliah, berarti ia harus merelakan beberapa pekerjaan di pagi dan siang hari. Dan mulai bekerja di sore dan malam hari. Belum dihitung dengan jam istirahat dan jam untuk belajar.

Di sisi lain, jika tak diambil, mimpinya akan tertunda kembali entah sampai kapan. Bukan kah ia ingin kuliah agar dapat bekerja di perusahaan yang layak. Sandara juga ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Ia cukup muak bersarang di gubuk sewaan yang sudah hampir roboh itu.

"Hutang ku kapan lunasnya ya? Aku sudah muak!" Racaunya di pinggiran jalan, dengan tungkai yang menendang bebatuan kecil di sekitarnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
History Blue (PARK JEONGWOO) by Pupuriri30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang