32. AK || Skizofrenia

13 1 0
                                    

"Ada waktu untuk berharap, dan ada waktu untuk berhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada waktu untuk berharap, dan ada waktu untuk berhenti. Ada masa untuk memperjuangkan, namun ada juga untuk mengiklaskan."

•••••

Point of view Bintang Arnborg.

HUJAN turun deras membasahi setiap jengkal tubuhku, membuatku basah kuyup dan  pandanganku kabur. Entahlah, aku tidak tahu di mana diriku sekarang. Sepertinya di sebuah taman. Terlihat dari jauh mata memandang hanya terdapat rerumputan dan bunga-bunga kecil berwarna kuning dan merah jambu.

Taman ini sangat gelap dan sunyi, membuat tubuhku meremang. Sayup-sayup aku mendengar suara seruling dimainkan dari kejauhan. Aku memejamkan mata, menajamkan pendengaranku, sepertinya aku tahu lagu itu. Benar, lirik seruling itu pernah dimainkan saat pertama kali aku bertemu dengannya. Aku berdiri dari kursi, kakiku melangkah, mengikuti naluriku untuk mencari sumber suara.

Sampai akhirnya, tak jauh di sana, 8 meter dari tempatku berdiri, aku melihatnya. Seorang perempuan dengan tunik putih serta surai gelombang cokelat legamnya tengah duduk di kursi taman dengan seruling cokelat di tangannya. Aku yakin itu dia. Aku hendak melangkah, tetapi tak kuasa untuk mengayunkan kaki.

"Kenapa kakiku sangat berat untuk melangkah?" Aku mencoba mengayunkan kakiku, tapi masih tak bisa.

Dia melihat ke arahku dan langsung menghentikan permainan serulingnya. Rambut cokelatnya sangat menawan, menyatu dengan gelapnya malam dan gemercik air hujan. Entah kenapa, perasaan aneh tiba-tiba menyapa hatiku ketika dia manatapku.

Kenapa aku merasa kalau ... dia sudah melupakanku? Aku menggelengkan kepala, mengenyahkan pikiran buruk di kepalaku.

Aku hendak pergi, tapi tubuhku tidak bisa digerakkan, aku tidak bisa maju atau mundur. Tiba-tiba saja, beberapa momen kenangan manis bergelantungan di atas kepalaku, memutari benakku. Kenangan saat dia mengkhawatirkanku saat aku sakit, kenangan saat dia memarahiku saat aku membuat kesalahan. Aku sangat merindukannya.

Tapi harus kuakui, aku sangat teramat merindukannya.

Dia tersenyum ke arahku, membuatku mati rasa seketika. Dia mulai melangkah ke arahku dengan gontai. Seluruh tubuhku terasa gemetar. Tapi, saat jarakku dengan dia sudah dekat, dia mendadak melangkah mundur dengan satu tangan melambai ke arahku.

Aku bingung. Jarakku dengannya perlahan jauh. Dia terus berjalan mundur dengan senyuman yang dia torehkan kepadaku. Aku tidak kuat. Aku berlari ke arahnya tapi masih tidak bisa. Sekuat tenaga aku mencoba menggerakkan tubuhku, tapi hasilnya nihil.

Saat tubuhku sudah bisa digerakkan, perlahan-lahan tubuh dia lenyap dari pandanganku. Aku tidak bisa menahan tangis. Aku sangat merindukannya, tapi ... Tuhan memberiku jarak untuk bertemu dengannya. aku membencinya!

[END] Alur KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang