23. AK || Kesedihan Dalam Badai Salju

23 2 3
                                    

"Hubungan itu seperti kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hubungan itu seperti kaca. Terkadang lebih baik membiarkannya pecah daripada mencoba menyakiti diri sendiri untuk menyatukannya kembali."

•••••

KESADARAN Rembulan perlahan kembali. Perempuan itu membuka matanya pelan-pelan. Ia segera bangkit dari tidurnya. Satu tangannya memegang kepalanya yang terasa berdenyut.

"Rembulan, kamu sudah sadar?" Suara berat nan serak membuat Rembulan gagal fokus.

"Si-siapa itu?" Mata Rembulan belum sepenuhnya terbuka, pandangannya buram. Perempuan itu celingak-celinguk, mencari sosok pemilik suara berat yang ia dengar barusan.

Laki-laki yang berada di sebelah Rembulan memegang pundak perempuan itu, lantas beranjak berdiri dan berjongkok di depan tubuh mungil Rembulan.

Jemari kokohnya memegang kedua bahu Rembulan. Ia berdeham, meneguk saliva, lantas bersuara, "Ini aku, Petir. Kamu sekarang di rumahku, Lan."

Mendengar penuturan itu, mata Rembulan seketika terbuka lebar, kesadarannya telah kembali. Ia mencoba bangkit dari sofa, tapi dengan gesit di cegah oleh Petir.

"Kamu mau ke mana? Kondisi kamu masih belum stabil," tutur Petir.

Rembulan menghiraukan. Ia mencoba berdiri, menyingkirkan jemari kokoh Petir dari bahunya.

"Minggir, Tir. Aku mau balik." Rembulan mencoba melewati tubuh Petir, tetapi sia-sia.

Petir lantas menghela napas, berdiri, menuntun tubuh Rembulan agar kembali mendudukkan bokongnya pada alas sofa.

"Kamu duduk di sini dulu, kalau kamu memang bersikeras untuk balik, oke, aku turutin. Tapi, tunggu sampai kondisi di luar sudah membaik. Seenggaknya sampai badai salju reda." Petir menjelaskan.

"Iya, benar itu, Rembulan. Kamu di sini dulu sampai badai salju di luar reda." Lelaki jangkung dengan rambut klimis berjalan melewati Rembulan, melangkah ke ruang keluarga.

"Om Guntur? Tapi--" Rembulan hendak menyanggah, tapi terpotong.

"Nggak ada tapi-tapi, Lan. Kamu di sini aja dulu, sampai kondisi kamu benar-benar membaik, ok?" Petir menyanggah.

Rembulan menyerah, ia menghela napas. Mata ambernya melihat ke sekeliling, ia berdecak kagum. Peletakan benda di bangunan yang ia injak sekarang sangat rapi dan tersusun unik. Peletakan benda disusun sesuai warna, berdampingan. Merah dengan merah. Kuning dengan kuning. Hitam dengan hitam. Biru dengan biru.

Benda-benda di bangunan ini didominasi dengan keempat warna tersebut. Tak hanya itu, benda-benda di bangunan ini pun terlihat antik, pun jadul. Sangat menarik.

[END] Alur KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang