"Tertangkap!"
Ruley mendesis lirih dengan rasa bahagia yang membuncah. Tubuhnya basah dari ujung kepala hingga ujung kaki, meskipun begitu rasa hangat menyembur dari hatinya. Gadis itu melesakkan kepala ke punggung pemuda yang berhasil ia tangkap.
River tekekeh lembut, tubuhnya terkurung oleh kedua lengan kuat milik Ruley. Iris cokelatnya menyorot kulit pucat Ruley, "kedinginan?" tanyanya.
Gelengan dapat River rasakan di punggungnya. River menepuk lembut lengan yang melingkari tubuhnya, "lepaskan dulu, aku tidak akan berlari lagi." pintanya lembut. Lagi-lagi Ruley menggeleng, pelukannya makin erat.
"Ruley..." panggilnya lancang. Mendengarnya, pemilik suara mengendurkan pelukannya. Membiarkan pemuda itu berbalik menghadapnya. River tersenyum, menangkup wajah pujaan hatinya dengan lancang. Ibu jarinya mengusap pipi basah milik Ruley, iris cokelatnya mengunci iris kuning yang menyorotnya lurus.
"Setelah ini akan ada dansa, tidakkah kamu ingin pergi ke aula dalam?"
Ruley terdiam, masih sibuk tenggelam dalam iris cokelat yang menatapnya lembut. "Bahasamu terlalu lembut..." keluhnya. Mendengar kata 'kamu' yang selalu terlontar dari River tiap keduanya mengobrol selalu berhasil melelehkan hati Ruley berkali-kali. Gadis itu benar-benar lemah pada kosakata yang River gunakan.
"Aku menyukainya, apakah kamu tidak?" tanyanya lembut. Ruley menggeleng, "suka, tapi hanya padaku saja ya?" River mengangguk.
"Tentu saja."
Ruley yang masih melingkarkan lengannya ke sekeliling pinggul River kembali mengeratkannya. Gadis itu memalingkan wajah ke samping, menempelkan telinganya ke dada pemuda di dekapannya. "Jangan pergi." gumamnya.
River menahan napas kaku, setelah menata kembali hatinya beberapa saat, ia balas memeluk tubuh mungil di dekapannya. Dagunya ia tumpukan ke puncak kepala Ruley.
"Jika aku pergi, bukankah kamu akan mencariku?"
Ruley mendongak, menyipitkan mata kesal. "Jadi kau mau pergi?"
"Bukan begitu, namun suatu kondisi akan membuatku pergi darimu. Aku harus melenyapkan kondisi tersebut agar bisa bersamamu, selamanya."
Dari kejauhan, River melihat Sophia melambaikan kipasnya. Iris cokelatnya melebar. Jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis Sophia teracung. Dari gerakan bibirnya seakan mengatakan bahwa waktu mereka tinggal sedikit. River menganggukkan kepala, memberi tanda bahwa ia memahami apa yang Sophia sampaikan.
"Ah, sudah masuk waktu dansa." Ruley mengangkat kepalanya, menoleh ke arah aula dalam yang mulai memainkan musik dansa. River mengurai pelukan keduanya, membungkukkan badannya seraya mengulurkan tangan.
"Apakah anda mau berdansa dengan saya, Nona Ruley?"
Ruley melebarkan senyum, menerima uluran tangan RIver dan menggenggamnya lembut. "Tentu."
Dengan iringan musik, keduanya bergerak selaras dan serasi. Langkah demi langkah terlihat begitu indah. Ditambah, hujan yang baru saja berhenti, dan awan mendung yang terurai di langit membuat bulan purnama menampakkan wujudnya.
Sinar keperakan yang lembut menyorot dua sosok di taman bunga. Siluet keduanya begitu cantik diabadikan karena berdansa di taman bunga dengan latar belakang bulan purnama.
Ruley tertawa, "manis sekali, berdansa di tengah taman bunga dan di sorot cahaya bulan purnama." pujinya manis. River mengangguk dan mengulas senyum, masih terfokus pada langkahnya yang baru ia pelajari secara mendadak dari Arthur.
"Maaf karena membuatmu berdansa dengan seorang amatir sepertiku."
"Tidak, kau cukup bagus. Ini menyenangkan."
![](https://img.wattpad.com/cover/358524582-288-k965776.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Destroying Fairytale: Cinderella
ФэнтезиUntuk menghargai jasa Duke dan Duchess Naois yang telah memburu monster magis selama lima tahun, sang Raja mengadakan sebuah pesta perayaan sekaligus pesta ulang tahun keponakannya yang boleh dihadiri oleh keluarga bangsawan maupun rakyat biasa. Sta...