o -- O9

31 4 0
                                    


Menjelang sehari sebelum pesta perayaan untuk keluarga Naois yang digabung dengan pesta ulang tahun si kembar Naois, jalan-jalan menuju istana kerajaan dihias sedemikian rupa oleh rakyat. Mereka sangat antusias menyambut pesta yang diadakan di istana untuk bangsawan maupun rakyat biasa.

Meskipun memang kesenjangan diantara bangsawan dan rakyat jarang terlihat, pasti akan ada beberapa bangsawan yang masih merasa tinggi di pesta perayaan itu nantinya.

Ruley meniup helai rambutnya yang melintang di dahinya, iris kuningnya memandangi gaun berwarna hijau gelap miliknya. Meskipun bisa dibilang pesta perayaan diadakan secara mendadak, para designer juga dibanjiri orderan dengan deadline mepet, mereka benar-benar bekerja keras.

Ruley menegakkan tubuhnya, menyipitkan mata mengamati detail-detail yang ada di gaun dengan model sederhana dan elegan di depannya. Gaun tersebut berdasarkan usulan Duchess Naois digabungkan dengan gaun keinginan Ruley yang sebenarnya gadis itu sebutkan secara asal-asalan.

"Aku benci menggunakan gaun." Inilah alasan utamanya. Ruley benci menggunakan gaun, ia lebih suka menggunakan celana dan kemeja seperti pakaian resmi atau sehari-hari milik kembarannya. Bukannya ia membenci gaunnya, ia hanya benci untuk menggunakannya.

Kalau boleh jujur, Ruley sangat suka memandangi gaun-gaun cantik milik ibunya, atau milik bangsawan lain. Bahkan gadis itu tak dapat menahan decak kagum melihat begitu banyak gaun cantik waktu mereka mengunjungi kediaman seorang designer.

Gadis berambut malam itu menopang dagu, membayangkan dirinya mengenakan gaun di depannya berdansa dengan sosok penulis idamannya. Wajahnya memerah, "aku datang untukmu, jadi kamu harus datang untukku." Tuntutnya entah kepada siapa.

Mengingat sesuatu, iris kuning itu membulat kesal. "Aku bahkan belum tahu namanya?!!" Gadis itu beranjak, mondar-mandir di depan gaun miliknya. Jemarinya terus bermain di bawah dagu, sesekali ia gigit untuk meredakan rasa kesalnya.

"Kok bisa aku lupa menyanyakan namanya?!!" Gadis itu mengerucutkan bibir, menghempaskan tubuhnya ke sofa di depan gaun, dan menghentak-hentakkan sebelah kaki kesal. 

"Ruley?" Sebuah kepala menyembul, iris hijau yang akrab mengamati kamar Ruley. Mendapati kembarannya tak kunjuk masuk, Ruley mendengus. "Masuk saja." Katanya yang langsung dituruti oleh kembarannya. Riley melangkah ringan mendekati gaun kembarannya.

"Gaunmu cantik, sepertinya sengaja dibuat serasi dengan setelanku." Pujinya tulus. Riley memiringkan kepalanya mendapati kembarannya yang terlihat lesu dan kesal. Pemuda dengan iris hijau itu menatap kembarannya penuh tanya.

"Kenapa?" 

Ruley diam sejenak, "tidak ada. Hanya terganggu dengan sesuatu, lupakan." Sahutnya.

Mendengar tolakan halus dari kembarannya, Riley mengendikkan bahu. Pemuda itu menyugar rambutnya ke belakang. "Omong-omong, pestanya pesta topeng. Paman Raja benar-benar penuh kejutan." Infonya tiba-tiba.

Mendengar kata 'topeng' membuat Ruley membeku. "Lalu kita harus membeli topeng?!!" Riley menggeleng, melangkah mendekati pintu kamar kembarannya. "Tidak perlu, Paman Raja akan menyediakan topeng untuk seluruh tamu. Aku pergi dulu." Kemudian pemuda beriris hijau itu berlalu.

Ruley kembali memperhatikan gaunnya, seulas senyum terlukis di wajahnya. "Aku benar-benar menantikannya."

-- o --


River menyugar rambutnya ke belakang, tidurnya terganggu oleh Travey yang menepuk-nepuk pipinya. Iris cokelatnya turun, memandangi tikusnya yang mengigit gulungan kertas kecil. Mencium aroma rosemary, River meraih kertas tersebut dan membukanya.

Destroying Fairytale: CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang