<<o0o>>
Malam ini semua memilih menginap di hotel yang dekat dengan pantai. Sultan dan Deon yang akan membiayainya. Teruntuk Juan, Khanza, Hanni, Haris, Jordan, Marsha an Riki yang masih menjadi seorang mahasiswa, memilih untuk izin untuk berlibur, mendinginkan otak.
Gelapnya langit malam membuat nyala bintang juga bulan menjadi ikon paling indah untuk dipandang.
Semua orang bisa saja menghentikan aktifitasnya dan rela waktunya terbuang hanya untuk menikmati pemandangan bulan dan bintang diatas langit yang dibawahnya terhampar luasnya lautan.
Tapi itu tidak berlaku untuk pemuda satu ini, netra coklatnya itu tak menatap langit untuk menikmati, tapi sebaliknya. Sejujurnya, ia membenci suasana tenang, dimana pikirannya terus berputar dan berhenti pada masa lalu.
“Apa Yisa itu kamu, Ra?” Gumamnya memecah hening. Terduduk diatas ribuan pasir, tak peduli bila nantinya akan kotor. "Enggak, Kakak udah ikhlas, Kok Raa.."
“Gak seharusnya Kakak izinin kamu pergi. Kalau aja waktu itu Ayah..” Pemuda itu mengacak-acak rambutnya frustasi. “Kakak selalu nyalahin orang lain, nyalahin diri Kakak sendiri. Kakak masih gak bisa nerima semuanya. Ini terlali tiba-tiba.”
Deru ombak terdengar lebih jelas dikala malam, angin sejuk terus menyapa tanpa permisi, suasana malam ini seolah memintanya mengulang semuanya. Semua perasaan yang terus mengikatnya.
“Langit emang gak akan pergi, tapi Karang yang bakalan pergi. Jadi, biarin Karang puas main dulu. Kalau Kak Aman mau pulang, ya pulang aja sendiri.”
“Karang mau disini aja, sama Kak Aman. Langit malam ini juga bagus, sayang kalau dilewatkan.”
“Karang sayang Kak Aman! Pokoknya, kalau nanti Kak Aman udah besar, jangan lupain Karang!”
“Siapa yang bisa buat Kakak lupain kamu, Ra?” Gumamnya sembari memberi senyuman penuh luka.
Rasa sesak kembali menjalar, napasnya terasa berat, kembali ia kuatkan hatinya untuk mulai menerima.
Pemuda itu mengulas senyum tulusnya untuk lautan, kembali mengangkat kepala menatap gelapnya langit. Suara ombak menjadi melodi yang menemani.
“Kamu tau, Ra? Rumah sepi, Ayah pergi. Tapi lebih dari itu, Ibu juga pergi, Ra. Alasan kenapa Kakak bisa di sini, alasana kenapa kita terikat, semuanya. Jawabannya ada di sini.”
“Dan Kakak bakalan berusaha ceri jawaban itu buat kamu. Kamu mau ngerasain rasanya punya Ayah gak, Ra? Kakak bakalan balikin semuanya, kasih sayang yang gak seharusnya hilang di hidup kamu. Makanya, tolong temuin Kakak sekarang.”
Pemuda itu memejamkan mata, mengingat kembali kata-kata sang Ibu untuk yang terakhir kali. Ia tak pernah lupa, Karang hanyalah titipan, ia bisa pergi kapan saja, tak ada yang bisa mengikat dirinya dengan Karang.
“Kak Aman ngapain malem-malem di luar? Dingin loh, Kak.”
Suara Yisa menyapa indra pendengarannya. Tatapan Aman yang awalnya sendu itu berubah. Berganti dengan tatapan teduh menenangkan, tak ada lagi tatapan marah juga kecewa kala ia bertengkar dengan Haris sore hari.
Aman mengulas senyum tipis. “Lo sendiri? Gue emang suka langit sama pemandangan pantai. Cuman itu yang gue sukain tiga tahun belakangan ini.” Ucapnya sembari membenarkan posisi duduk.
Yisa ikut terduduk disamping Aman, binar dimatanya bisa saja mengalahkan indahnya bintang diatas sana.
“Yisa..” Gadis bermata hitam legam itu mengulas senyum menawan.
“Yisa gak suka langit, Yisa juga gak suka suasana tenang pantai. Itu bikin kepala Yisa rasanya mau pecah!” Yisa terkekeh pelan diakhir kalimatnya, ia tak berbohong soal ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Luka
Fanfiction"Surat-surat itu tak pernah sampai pada penerimanya." Season II of Karang & Hujan. Start : 8 January 2024 Finish : 6 April 2024