25. Asing banget

15 6 21
                                    

<<o0o>>

"Hilal! Lempar bolanya!" Anak kecil dengan tahi lalat di batang hidunya itu berteriak riang, meminta teman mainnya mengoper bola.

"Tangkap, ya! Kalau kamu gak bisa, berarti kalah!" Anak lain melemparkan bolanya, sama-sama bermain dengan riang.

"Kalo aku bisa tangkap berarti aku yang menang! Berarti kamu kalah ya, Hil!" nak itu bisa menangkap bola yang di lemparkan lawan mainnya, bukan permainan sepak bola, mereka hanya saling melempar dan menangkap bola.

Halaman rumah itu besar, kalau bosan bisa bermain lari-larian di rerumputan hijau, atau bermain ayunan, saling mendorong.

"Aku gak kalah! Kalau kamu dapat bolanya berarti permainanya lnajut! Aku gak pernah kalah!" Anak lain berteriak lantang, ia tak mau kalah dari siapapun.

"Ya, terserah! Tapi kalau kali ini aku bisa tangkap bolamu, berarti nanti adikmu buatku!" Anak bertahi lalat itu mengancam.

Ingatkan bahwa mereka hanyalah anak kecil, yang bila bertengkar akan kembali berbaikan setelah bosan tak bermain bersama.

"Gak boleh! Aku Kakaknya nanti!" Anak yang sebelumnya di panggil Hilal itu melempar bolanya asal, ia kesal.

"Kalau gitu aku juga Kakaknya." Balas anak bertahi lalat.

"Aman, kamu beli aja sendiri! Kata Bunda ada pasar yang jual bayi, tuh!" Hilal kecil menghampiri teman mainnya, ia masih kesal, ingatkan ia soal itu.

"Hah? Emangnya bayi di jual, ya? Beli di mana? Adikmu itu juga di beli dari sana? Aku juga mau!" Anak kecil bertahi lalat itu memekik senang, ia bisa membeli adik, ia bisa punya adik. "Eh, aku gak mau! Aku maunya Karang, adikmu itu lucu banget tau!" Aman kecil berlari menjauh dari sahabatnya masuk kedalam rumah besar yang sering ia masuki, ia begitu hafal setiap sudut rumah ini. Meski bukan rumahnya.

"KARANG ITU PUNYAKU, MAN! KAMU BELI AJA SANA!" HIlal kecil mengejar Aman yang sudah meninggalkannya di halaman rumah. Ia tahu kemana Aman akan pergi.

Langkah kecilnya itu berjalan cepat, melewati ruangan-ruangan rumah besarnya, lalu berhenti di depan ayunan kecil khusus bayi.

Tebakannya benar, ada Aman di sana berdiri did epan ayunan dimana ada adiknya di dalam sana.

"Jangan pegang! Kata Bunda cuci tangan dulu, nanti adikku sakit! Hus-hus!" Hilal kecil mendorong Aman agar menjauh dari adiknya. Sebelumnya ia sempat melihat tangan Aman yang menyentuh pipi lembut adiknya.

"Aku udah cuci tangan, kok! Kamu yang belum! Wleee." Aman membuat ekspresi meledek, membuat Hilal semakin kesal padanya.

"Gak temenan lagi! Sana pergi!" Usir Hilal.

Aman diam anak kecil itu masih berdiri tak jauh dari ayunan di mana Karang bayi tertidur pulas di dalamnya. Tatapannya terus memperhatikan dada kecil Karang yang kembang kempis. Lucu.

Tak lama tatapannya beralih pada Hilal, ia mendengus sebal, apa sih, main usir-usir? Bukannya mereka sahabat? Harusnya bisa saling berbagi, bukan? Ia juga ingin punya adik seperti Hilal. Aman juga mau punya adik seimut Karang.

"Pergi! Kita 'kan, gak temenan lagi!" Hilal mendorong-dorong tubuh Man agar menjauh benar-benar menjauh dari adiknya.

"JAHAT!" Aman memekik sebal, ia 'kan hanya ingin melihat Karang tertidur, kenapa harus di usir? "Pokoknya aku juga Kakaknya Karang! Kata Bunda aku juga Kakaknya! Berarti Karang juga punyaku!" Aman kecil menghentak-hentakkan kakinya sebal, tangannya mepal kuat, ia aingin memukul rasanya.

Bugh!

Pukulan kecil itu mendarat di pipi mulus Aman, Hilal pelakunya. Maklum saja, anak kecil. Aman ikut membalas pukulan, perkelahian kecil antar dua anak lelaki itu terjadi di depan bayi berusia satu tahun yang tengah tertidur pulas.

Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang