<<o0o>>
Setelah pembicaraan siang itu selesai, Haris mendadak izin pergi sebentar, sepertinya pemuda itu melupakan sesuatu. Bilang ada urusan mendadak, ada barang yang harus segera diambil. Pemuda itu berjanji akan segera kembali setelah urusannya selesai.
Tinggallah Yisa seorang diri bersama dua pemuda yang saling tatap namun diam.
“Lo serius Kak, suka sama… Yisa?” Riki, pemuda itu ragu-ragu mengatakannya, apalagi di sampingnya ada gadis yang baru saja ia sebutkan namanya.
Entahlah mengapa terpikirkan pertanyaan itu, pemuda itu tiba-tiba saja teringat pembicaraannya bersama Jordan beberapa hari lalu soal Aman yang berjalan berdua dipinggir pantai bersama Yisa. Ucapan Jordan hari itu mengganggu dirinya beberapa hari terakhir.
Yisa menoleh kearah Riki–tak mengerti–memandang pemuda itu lamat-lamat dan meminta jawaban dari pemuda lain yang ada dihadapannya.
Aman mengangguk cepat. “Gue tertarik. Terlepas dari itu semua, lo gak perlu pikirin yang aneh-aneh.” Aman menyeruput minumannya sampai habis.
Wajah Yisa bersemu merah. Ini kali pertama baginya mendengar seseorang tertarik padanya. Sungguh, kehidupannya tak semenarik novel-novel remaja di toko-toko buku terkenal Jakarta, ia juga bukan anak yang mudah akrab, tak mudah bicara jujur, sering mengganggu, apa yang menyebaban orang bernama Sulaiman Al-Fansa ini tertarik padanya? Seharusnya tak ada.
“Jangan dianggep serius, Sa. Anggep gue kayak Abang lo itu juga gue gak masalah.” Aman melambaikan tangan di depan wajah Yisa.
Gadis itu dengan cepat menunduk dan segera mengangguk patuh.“Riki ih! Ngapain nanya begitu! Coba kalo Riki yang ditanya, Riki mau jawab apa? Untung Kak Aman orangnya santai.” Yisa menatap Riki sedikit kesal.
“Ya tinggal jawab 'iya' apa susahnya?” Riki balas menatap Yisa.
Cepat sekali gadis itu memalingkan wajah kala menyadari Riki menatapnya kesal.“Riki….” Yisa menyikut pemuda di sampingnya yang mulai melamun menatap layar ponsel, entah sejak kapan. “Riki gak ngelupain sesuatu? Riki bukannya ada kelas di kampus? Yisa yang gak kuliah aja inget jadwal Riki, loh.” Gadis itu dengan cepat mengubah suasana canggung itu mendadak hilang.
“Eh?” Riki dengan cepat membuka ponselnya, mengecek jadwal mata kuliahnya hari ini, “Iya, Sa! Kok gue lupa, si? Makasih, udah ingetin! Gue mau cabut!” Riki segera berlarian keluar kafe, pemuda itu benar-benar lupa dengan jadwalnya.
Tersisalah Yisa dengan Aman. Hanya mereka di sana, berdua.
“Emm… apa, ya? Yisa mau ngomong apa, nih?” Gadis itu memutar otaknya, agar tak berlama-lama diam bersama sosok yang mengajaknya bertemu hari ini.
Aman menatap lamat-lamat tingkah gadis di depannya, sesekali tersenyum. Benar, gadis ini berbeda dengan adiknya yang sudah pergi tiga tahun lalu. Biarlah semuanya berlalu, kabar kepergian Karang hari itu sudah tertinggal di belakang, seharusnya ia bisa melupakannya semudah dunia melupakan adiknya.
“Kak Aman gak mau ngomong apa gitu? Yisa gak tau mau ngomng apa, nih!” Gadis itu takut-takut menatap Aman, sedikit kesal karena manusia di depannya bukannya membantu mencairkan suasana justru tertawa dan tersenyum padanya. Apakah manusia ini sedang mentertawakan dirinya?
“YISA! ASTAGHFIRULLAH… GUE SAMPE NINGGALIN LO SENDIRIAN! INI KALO GUE KETAUAN ABANG LO, GIMANA COBA!?” Riki, pemuda itu kembali datang sembari berteriak di ambang pintu kafe, beberapa pengunjung sedikit menoleh.
“Loh? Riki gak kuliah? Seinget Yisa hari ini ada matkul, kan? Jangan-jangan Riki mau bolos, ya? Nanti Yisa laporin Bang Tan-Tan, loh! Riki kok jadi anak nakal, sih?” Yisa berucap panjang lebar, sembari menyamakan dirinya dengan Riki yang sudah berdiri dihadapannya dengan napas tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Luka
Fanfiction"Surat-surat itu tak pernah sampai pada penerimanya." Season II of Karang & Hujan. Start : 8 January 2024 Finish : 6 April 2024