12. Jakarta Punya Yang Lainnya

24 7 10
                                    

<<o0o>>

Hari ini Yisa mendapatkan hadiahnya, guru les baru. Sudah tak sabar gadis itu mempelajari alat musik barunya, piano. Piano baru miliknya sudah di tata rapi di bagian ujung ruang tamu.

Pagi-pagi sekali, gadis itu sudah siap, mengenakan pakaian cerah berwarna cream dan putih. Haris masih berada di rumah, menemani adiknya untuk beberapa jam kedepan, setelahnya ia harus berangkat menuju universitasnya.

“Guru barunya telat, nih! Janjiannya kan, jam delapan! Ini jam delapan lewat lima belas, loh….” Gadis itu sudah bosan setengah jam menunggu, guru barunya belum juga datang.

“Biasanya juga kalo telat lu gak marah-marah, tumben marah-marah, kenapa lu?” Tanya Haris sembari duduk memainkan ponselnya diatas sofa.

“Ini hari pertama belajar, Abang… masa gurunya bisa telat? Kenalan Papa gimana, sih!? Nyebelin banget, gak nepatin janji!” Gadis itu memancungkan bibirnya, turun dari kursi piano, beralih duduk disamping Haris.

“Kenalan Papa emang gak ada yang bener, harusnya lo dengerin gue.” Haris tetap fokus pada layar ponselnya.

Yisa menghembuskan napas lelahnya, ia tak ambil pusing dengan ucapan Haris. Kini pikirannya melayang untuk sebuah kejutan dua hari mendatang.

“Abang minggu ini sibuk gak?” Tanyanya disela melamun berpikir hal apa yang akan ia lakukan dua hari kedepan.

“Lumayan.” Balas Haris singkat.

“Ish! Lumayan apa?” Tanya Yisa lagi, jawaban Haris benar-benar tak menjawab pertanyaannya seutuhnya.

“Lumayan senggang, ngapa lo?” Haris menatap sebentar adiknya yang masih melamun, pemuda itu kembali fokus pada layar ponselnya.

“Okee… berarti sering di rumah, ‘kan? Berarti Yisa gak bakal sendirian di rumah, hehehe.” Yisa tertawa renyah, gadis itu tersenyum lebar, sama seperti senyumannya kemarin.

“Eh, hadiah dari Abang mana? Yisa kok gak nemu?” Gadis itu seketika memikirkan hadiah ulang tahunnya yang tak ia dapatkan dari Haris.

“Gak ada.” Balas Haris. “Bersyukur kek, udah gue kasih kejutan kemaren, itu hadiah lo.” Haris tak menatap lawan bicaranya, entah sibuk apa dalam layar ponselnya itu.

“OHHH INI HADIAHNYAA!! MAKASIH YA ALLAH… UDAH KASIH YISA ABANG BONGSOR BERHATI MONSTER DINOSAURUS CABANG JUPITER DENGAN SEGALA NYEBELINNYA, GALAKNYA, PELITNYA, ALHAMDULILLAH YISA BERSYUKUR BANGET, DEH!!”

Cepat sekali Yisa memeluk Haris kuat, gadis itu tak berbohong soal ucapannya, semuanya benar.

Haris diam, senyuman tipis timbul diwajah rupawannya. Ponsel yang selama ini menjadi peralihan fokusnya pada adiknya ia singkirkan sejenak, lalu menatap adiknya yang tengah memeluknya kuat.

“Kesambet apa, lo? Tiba-tiba peluk-peluk gue, heh! Biasanya manja sama Mama Papa, sama gue mah, lo ogah.” Haris terkekeh pelan.

Yisa memundurkan badannya dari Haris, tetapannya seperti mengejek. “Dikasih hati malah di buang. Masih mending Abang mau Yisa peluk, kapan lagi dipeluk sama Yisa? Besok-besok, kalo Yisa gak bisa meluk Abang gimana? Nanti nangis….” Gadis itu tertawa, setiap kali gadis itu tertawa matanya akan berbentuk dua bulan sabit. Sangat lucu.

“Ngomong apaan, lo? Yang bener kalo ngomong.” Haris berdecak kesal, entah kapan adiknya akan menjadi manusia yang berpikir serius.

“Yisa serius, Abang. Yisa bersyukur punya Abang, walau nyebelin, suka ganggu Yisa, suka marah-marah, pelit… tapi Yisa suka. Yisa suka punya Abang kayak Abang Haris!”

Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang