15. Sepatu

15 7 17
                                    

<<o0o>>

Malam itu Yisa benar-benar tak kembali ke rumahnya, ia memilih menginap di rumah Riki, pemuda yang menemaninya melepas lelah di bawah langit Jakarta.

Ponselya mati total, gadis itu tak berniat untuk membukanya dengan jangka waktu yang panjang, ia tak berniat mengabari siapapun perihal kondisinya.

"Yisa bantu Tante masak, ya?" Tanya gadis itu menghampiri dapur.

"Gak usah, Tante bisa sendiri... tapi kalo Yisa tetep mau bantu, tolong potongin bawang, ya? Tante goreng ayamnya dulu." Balas wanita yang disebut Tante itu. Ia adalah ibu dari Riki juga Sultan, Sofi namanya.

"Yisa bisa, kok! Jangan raguin kemampuan Yisa, ya!" Gadis itu cekatan sekali mengambil bawang dari tempatnya, mengupas juga mengiris-ngirisnya.

"Siang ini Yisa mau pulang, sayang?" Tanya Sofi lembut, ia tahu gadis yang tengah bersamanya ini sedang mengalami sesuatu yang buruk.

"Gak tau, ya...." Gadis itu menjawab pelan, masih fokus dengan kegiatannya bersama bawang.

"Kalau kamu masih gak mau pulang, kamu boleh kok, tinggal disini, pakai aja kamar Aza yang lama. Dulu, Aza juga pernah nginep disini." Ujar Sofi lembut sembari menghampiri Yisa, gadis itu sepertinya sudah selesai dengan bawangnya.

"Loh, kok matanya berkaca-kaca gitu, sih?" Sofi sedikit terkejut melihat mata Yisa.

"Perih tau, Tan! Bawang merahnya bikin mata Yisa jadi perih banget!" Yisa menunjuk bawang itu, menyalahkannya seolah bawang itu pelakunya.

"Lucu banget, sih!" Sofi mencubit pipi Yisa gemas. "Kalo Tante ada anak cewek, Tante maunya anak modelan kamu sama Aza, capek tante di rumah ini yang cewek masa Tante doang?" Sofi terkekeh pelan, mengambil alih bawang itu dan menggorengnya.

"Buat bawang goreng, ya? Yisa suka bawang goreng, loh!" Gadis itu ikut mendekat pada kompor.

"Mama kamu sering buatin, ya?" Tanya Sofi masih fokus pada kompornya.

"Ah, Mama? Jarang sih, kalo masak... tapi waktu itu pernah Mama masak, enak banget!

Yisa suka banget, mungkin karena enak, jadi masaknya jarang ya, Tan?" Tanya gadis itu sambil membuat ekspresi berfikir.

"Kalo masakannya enak, harusnya jadi lebih sering masak kali, Sa." Celetuk Riki, pemuda itu baru datang dan mendekat kearah lemari pendingin, mengambil air minum.

"Mama sibuk, Ki! kalau ada di rumah Mama juga masak, kok!" Gadis itu membela ibunya, pernyataan Riki barusan sedikit membuat dirinya kesal.

"Terus, lo bisa masak di ajarin siapa? Mama lo kan, jarang masak." Riki duduk di kursi pantry.

"Gak tau, bisa sendiri kali." Balas Yisa kesal.

"Riki, kamu mending panggil Abang kamu buat turun! Bentar lagi sarapannya siap." Lerai Sofi saat melihat pertengkaran kecil antara Riki dan Yisa.

Riki mengangguk patuh, lalu menghilang dari wilayah dapur. Yisa menghela napas pelan, mengambil piring-piring untuk disediakan, menata rapi menu sarapan pagi ini diatas meja.

"Riki anaknya emang begitu, jadi wajarin aja, ya, sayang." Sofi mengelus pelan pundak Yisa, wanita itu jelas paham apa yang sedang terjadi.

Sisi emosional Yisa sedang tidak baik-baik saja, ia tahu karena Riki yang menceritakannya semalam, setelah terkejut karena putranya pulang membawa anak gadis ke rumahnya.

"Gak papa, Tante, Yisa juga suka-suka aja." Balas gadis itu santai.

"Suka apa?" Goda Sofi sembari menyikut lengan gadis itu. Sofi terkekeh pelan, mengelap ujung matanya yang berair karena terlalu banyak terkekeh melihat kelakuan Yisa.

Memeluk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang