Beberapa hari telah berlalu sejak Beatrix tinggal di griya tawang milik River. Sampai hari ini, belum ada hal buruk lain yang terjadi. Selain kenyataan bahwa dia harus tinggal bersama River, selebihnya hidup Beatrix berjalan normal.
Beatrix masih tetap bekerja sebagai pegawai De Luca Suite Hotel & Casino, tetapi tidak lagi di front office seperti posisi awalnya. Kini Beatrix ditempatkan menjadi bagian dari manajemen hotel yang secara khusus bertanggung jawab untuk mengurusi event.
Tentu saja hal ini mengundang banyak tanggapan sinis dari rekan-rekan kerja yang mengenal Beatrix. Apalagi, semua orang tahu jika kini Beatrix menjadi wanita simpanan River. Pria itu tahu hal seperti ini akan terjadi, tetapi dia memang sengaja melakukannya. River ingin Beatrix tersiksa menanggung malu setiap harinya.
"Mengapa baru kembali, Nona?" tanya Belinda ketika membukakan pintu untuk Beatrix. Wanita paruh baya ini adalah pelayan di griya tawang milik River. Setelah menetap di sini, Beatrix baru tahu jika sebenarnya River memiliki pelayan pribadi yang khusus bekerja di griya tawang saja. Jadi, tugas untuk membersihkan griya tawang milik River beberapa hari lalu nyatanya hanya tipuan belaka.
"Ada pekerjaan yang tidak bisa aku tinggal, Belinda." Hari ini Beatrix memang pulang melewati jam kerja normalnya.
Beatrix tidak tenang memikirkan Amadea dan merasa harus melihat keadaan kakaknya. Rencananya dia hanya akan melihat sebentar saja. Namun, kondisi Amadea membuat Beatrix tidak tega pergi begitu saja. Kakaknya terlihat tidak sehat, lesu, bahkan nyaris seperti orang depresi.
"Nona sudah makan?"
"Sudah, Belinda. Aku ke kamarku dulu." Beatrix segera berlalu menuju kamarnya. Dia hanya ingin secepatnya tidur.
"Dari mana saja kamu?"
Beatrix tersentak mendengar sapaan dingin River begitu dia membuka pintu kamar. Pria itu tengah duduk tenang di tempat tidur dengan wajah yang terlihat menyeramkan.
"Kenapa diam saja? Jawab aku!” River berdiri dan mendekat ke arah Beatrix. “Ke mana saja kamu sampai baru pulang selarut ini?"
Entah mengapa, Beatrix seakan-akan tersihir dengan tatapan River. Alih-alih menjauh, dia malah mematung. Tanpa sadar Beatrix telah tersudut di pintu kamar. Tubuh River sudah mengimpitnya.
"Kamu mau apa?" Beatrix berusaha menepis tangan River yang membelai tengkuknya.
River meraih dagu Beatrix dan memaksa wanita itu menatapnya. Dia berbisik pelan dengan suara yang terdengar mengerikan, "Kamu belum jawab pertanyaanku."
Beatrix mencoba mencari jawaban, tetapi otaknya buntu. Akhirnya, dia terpaksa menjawab jujur, "Menemui kakakku."
River cukup terkejut mendengar kejujuran Beatrix. Dia sudah tahu, tetapi River pikir wanita ini akan berbohong untuk menutupi kenyataan.
"Siapa yang memberimu izin?"
Beatrix menggeleng gemetar. "Tidak ada."
River makin mendekatkan wajah mereka. "Bukankah aku sudah pernah melarangmu untuk menemuinya?"
"Aku tidak bermaksud menemuinya, hanya ingin melihat dari jauh saja."
River memicingkan mata penuh curiga. "Kalau begitu, mengapa sampai selarut ini?"
"Kakakku sakit,” bisik Beatrix. “Aku tidak bisa mengabaikannya."
"Kamu sudah mulai berani menentangku," ujar River di dekat bibir Beatrix.
"Apa salah aku menemui dia?" tanya Beatrix sambil berusaha menghindari bibir River yang mulai memagutnya.
"Jelas salah!” River menahan dagu Beatrix agar wanita itu tidak bisa berpaling. “Aku ingin melihat kalian tersiksa. Salah satu caranya adalah dengan memisahkan kalian berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Symphony of Revenge
RomanceBeatrix Smith memiliki kehidupan sederhana yang menyenangkan. Manis, berwarna, dan tanpa riak. Namun, suatu hari Beatrix mendapati dunianya seakan-akan berada di sisi kebalikan. Dalam semalam, Beatrix menjadi milik River De Luca, seorang CEO muda d...