15. Hanya Sebuah Kesalahan

532 38 7
                                    

Ballroom yang sempat senyap seketika kembali gaduh. Semua orang saling berbisik, ada yang heran, mencibir, bahkan senang. Para perempuan merasa senang karena berpikir mereka akan memiliki kesempatan untuk mendekati River lagi setelah setahun lamanya pria itu tidak berganti pasangan. Di lain sisi, para pria merasa tertarik untuk menikmati Beatrix seperti izin yang telah River berikan. Siapa tidak tergiur dengan wanita yang berhasil bertahan sedemikian lama di sisi River?

Setelah mengatakan hal kejam itu di hadapan semua orang, River meninggalkan Beatrix begitu saja di atas panggung. Tinggallah Beatrix membeku di sana, tidak mampu bergerak sama sekali. Hal yang River sampaikan terdengar begitu mengerikan. 

Selama ini, Beatrix memang sangat menginginkan kebebasan, tetapi bukan yang seperti ini. Kebebasan yang seperti ini sama saja dengan petaka karena River seolah-olah menyerahkannya untuk dinikmati bersama-sama.

Telinga Beatrix terasa berdenging, pandangannya mengabur, dan ruangan itu terlihat berputar dalam sekejap. Dia hampir saja terjatuh jika tidak ada sepasang tangan kokoh yang menahan tubuhnya dari belakang. 

"Ikutlah denganku," ujar suara di belakang Beatrix.

Beatrix tahu siapa yang menopang tubuhnya tanpa perlu melihat ke belakang, dia mengenali suaranya. Beatrix berjalan meninggalkan ballroom bersama pria itu diiringi ratusan pasang mata yang memandangi mereka sedemikian rupa.

"Masuklah!" Pria itu mendorong pintu sebuah kamar dan membimbing Beatrix masuk. Dia terus melangkah melewati ruang duduk, lalu menuju kamar tidur. "Istirahatlah di sini, kamu terlihat tidak sehat."

Beatrix memandang ke sekeliling kamar dengan waspada.

"Tenang saja, ini kamar tempatku menginap. Tidak akan ada yang berbuat macam-macam kepadamu," ujar Zion tenang.

Cukup lama Beatrix memandangi Zion sebelum bertanya, "Kenapa kamu menolongku?"

Zion mengempaskan tubuh di sofa yang berseberangan dengan tempat tidur, lalu membalas tenang, "Apa kamu lebih suka jika pria-pria di ballroom tadi yang membawamu beramai-ramai?"

"Tidak!" Beatrix langsung menggeleng panik. Dia tahu Zion tidak mengada-ada, hal yang pria itu katakan mungkin saja terjadi. "Hanya saja, aku tidak mengerti alasannya.”

Zion mengangkat bahu dengan santai. “Aku melakukannya demi kebaikan bersama.”

“Kebaikan bagaimana?” tanya Beatrix tidak mengerti.

“Mencegah kekacauan.” 

Sebenarnya, Beatrix masih tetap tidak paham, tetapi dia memilih menanyakan hal lain saja, “Apa kamu tidak takut dia akan marah karena kamu menolongku?"

"Dia tidak akan marah kepadaku.” Zion tersenyum yakin. “Kamu tenang saja." 

"Masalahnya kamu sudah membuat rencana River jadi berantakan karena menyelamatkan aku seperti ini," ujar Beatrix gusar. “Aku yakin dia ingin melihatku menjerit ketakutan ketika pria-pria lain mendekatiku.”

"Aku hanya menyelamatkannya dari sesuatu yang akan dia sesali,” ujar Zion tenang. “Jadi, dia tidak akan marah kepadaku."

Percakapan mereka terhenti ketika terdengar gedoran di pintu. Beatrix langsung diserang ketakutan. Dia membayangkan River yang tengah menggedor pintu dan berniat menyeretnya ke luar untuk melemparkannya kembali ke tengah-tengah para pria di ballroom tadi.

"Tunggu sebentar," ujar Zion santai. Dia sama sekali tidak terlihat cemas ketika berjalan menuju pintu dan membukanya.

Beatrix tidak bisa melihat siapa yang datang, tetapi dia langsung mengenali suaranya. Hatinya kini jauh lebih tenang karena Beatrix tahu Arlo pun tidak akan berbuat jahat kepadanya.

The Symphony of RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang