"Mau apa membawaku ke rumah sakit?" tanya Beatrix sinis sembari berusaha menyejajari langkah panjang River yang berjalan menyusuri lorong De Luca Hospital.
"Memastikan kamu tidak akan hamil," jawab River dingin.
Beatrix mendengkus sinis. "Apa harus sampai ke dokter?"
"Aku tidak mau ambil risiko." River merangkul bahu Beatrix agar langkah wanita itu berhenti. Kemudian, dia memutar tubuh Beatrix menghadap salah satu pintu di lorong itu. "Masuklah!"
"Apakah dokternya perempuan?" tanya Beatrix sebelum menuruti perintah River untuk masuk.
"Laki-laki," balas River singkat.
"Kenapa harus laki-laki," gumam Beatrix kurang suka.
"Ada masalah?" ujar River sinis. Namun, belum sempat Beatrix menjawab, dia segera tersadar sesuatu. "Jangan bilang kamu malu!"
Wajah Beatrix seketika merona. "Tentu saja aku malu."
Senyum mengejek membayang di wajah River. "Apa kamu membayangkan hal-hal yang tidak pantas?"
Ingin rasanya Beatrix membantah, tetapi memang pemikiran buruk semacam itulah yang singgah di benaknya saat ini.
Seketika itu juga River terkekeh jahat.
"Darah murahan memang terbukti mengalir dalam tubuhmu." Tanpa perlu Beatrix menjawab, raut wajahnya sudah menggambarkan dengan jelas isi pikiran wanita itu.
"Aku hanya bertanya karena takut!" desis Beatrix geram.
River sedikit membungkuk, lalu berbisik tepat di telinga Beatrix. "Dokternya tidak akan melucuti pakaianmu seperti yang biasa aku lakukan. Menyentuh sejengkal kulitmu saja tidak."
Tubuh Beatrix membeku merasakan sapuan tipis bibir River di sudut telinganya.
"Ayo, masuk!" River menarik pegangan pintu, lalu mendorongnya sembari meraih pinggang Beatrix.
"River, duduklah!" sambut dokter pria yang tengah duduk di depan meja kerjanya.
"Dia perempuan yang aku ceritakan," ujar River santai.
Dokter itu melambai ke arah Beatrix tanpa mengulurkan tangan. Dia tahu River tidak suka laki-laki manapun bersentuhan dengan wanitanya. "Hai, aku Arlo De Luca!"
Mendengar nama sang dokter, Beatrix mengerjap bingung seraya menatap Arlo dan River bergantian. "Kalian ...?"
Arlo tersenyum tipis sambil mengangguk kecil. "Kami bersaudara."
Dalam hati Beatrix terpana. Dia memang pernah mendengar sekilas tentang De Luca Bersaudara, rekan-rekannya di hotel kerap membicarakan mereka. Namun, Beatrix tidak tahu banyak mengenai mereka, tidak tahu wajahnya, apalagi bertemu langsung. Tanpa sadar dia langsung menilai dalam hati. Usia mereka sepertinya berdekatan. Dari segi penampilan pun tampak serupa, keduanya sama-sama rapi. Hanya pembawaannya saja yang agak berbeda. River tampak bengis di mata Beatrix, sementara Arlo lebih ramah dan sabar. Namun, Beatrix segera tersadar jika kesan pertamanya mengenai River pun tidak demikian. Dahulu, pria itu tampak baik di matanya. Baru sekarang saja Beatrix tahu betapa kejamnya River.
"Cukup basa-basinya," ujar River malas.
Seolah-olah tidak terganggu dengan sikap ketus River, Arlo tetap tampak tenang. Dia menatap lembut ke arah Beatrix seraya bertanya, "Apa yang ingin kamu tanyakan?"
Beatrix menggeleng bingung. "Aku tidak tahu."
"Tanyakan kepadanya pencegahan apa yang paling cocok untuk kamu pakai," celetuk River.
Arlo langsung mengangguk paham. "Kalian ingin menunda kehamilan?"
"Aku tidak ingin hamil!" seru Beatrix.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Symphony of Revenge
DragosteBeatrix Smith memiliki kehidupan sederhana yang menyenangkan. Manis, berwarna, dan tanpa riak. Namun, suatu hari Beatrix mendapati dunianya seakan-akan berada di sisi kebalikan. Dalam semalam, Beatrix menjadi milik River De Luca, seorang CEO muda d...